Sabtu, 23 September 2023

PERBEDAAN KEIMANAN AHLU SUNNAH DAN SELAIN MEREKA.

 

الامعقد الصحيح الواجب على كل مسلم اعتقاده

 

الْمُعْتَقَدُ الصَّحِيحُ فِي الإِيمَانِ

٥ وَمِنْ جُمْلَةِ اعْتِقَادِ أَهْلِ السُّنَّةِ: أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلُ بِاللَّسَانِ، بأن يَنْطِقَ بِشَهَادَةِ التَّوْحِيدِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ. وَاعْتِقَادٌ بِالْقَلْبِ، بأَنْ يَجْزِمَ جَزْمًا قَاطِعَا بِصِدْقِ كَلِمَةِ التَّوْحِيدِ، وَعَمَلْ بِالْجَوَارِحِ. قَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: «كَانَ الْإِجْمَاعُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ وَمَنْ أَدْرَكْنَاهُمْ يَقُولُونَ الْإِيمَانُ: قَوْل

وَعَمَل وَنِيَّةٌ، وَلَا يُجْزِى وَاحِدٌ مِنَ الثَّلَاثَةِ إِلَّا بِالْآخَرِ». رَوَاهُ اللَّا لَكَانِي فِي السُّنَّةِ».

---------------------------

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl[16]:97).

Dari Abu Hurairah disebutkan bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35).

Perbedaan keyakinan ahlu sunnah dengan lainnya dalam masalah iman.

1.   Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini: Iman adalah keyakinan dalam hati, perkataan dalam lisan dan amalan dengan anggota badan.
Dalil yang menunjukkan keyakinan ahlus sunnah adalah hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan di atas. Perkataan ‘laa ilaha illallah’ menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan di lisan. Menyingkirkan duri dari jalanan menunjukkan bahwa iman harus dengan amalan anggota badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus dengan keyakinan dalam hati, karena sifat malu itu di hati. Inilah dalil yang menunjukkan keyakinan ahlu sunnah di atas. Sehingga iman yang benar jika terdapat tiga hal di atas yaitu, keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan dan amalan anggota badan. 

Abu Thalib membenarkan dan memuji islam namun tidak mau mengucapkan syahadat sehingga mati dalam keadaan musyrik. Ketika hendak meninggal di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl,  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu,

أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ.

 “Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).”

Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata:

يَا أَبَا طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ.

“Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthallib?” Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Mutthalib.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan :

لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ.

“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah” Kemudian turunlah ayat:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At Taubah[9]: 113).

Allah Ta’ala pun menurunkan ayat:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ.

Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al Qasshash[28]: 56) (HR. Bukhari 3884).

Meskipun membenarkan namun tidak mau mengucapkan dan mengamalkan tidak menjadikan seseorang menjadi muslim.

Sebaliknya orang-orang munafik mereka mengamalkan shalat, puasa, zakat dan bahkan jihad, namun hatinya mendustakan tidaklah menjadikan mereka selamat dari azab neraka, bahkan mereka menempati neraka yang paling dasar.

Allah ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ. يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَمَا يَشْعُرُونَ. فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ.

“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 8-10).

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا.

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa[4]:145).

Meskipun amal perbuatan orang-orang kafir itu baik semua itu tidak memberi manfaat bagi mereka.

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ’anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللهِ، ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ، وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ، فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ ؟ قَالَ: " لَا يَنْفَعُهُ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ. "

Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an itu di masa Jahiliyyah biasa menyambung silaturrahim, memberi makan orang miskin, apakah itu akan bermanfaat untuknya?” Rasulullah menjawab, “Tidak wahai Aisyah, karena dia belum pernah sehari pun mengucapkan, “Tuhanku, ampuni kesalahanku di hari pembalasan.” (HR. Muslim 214, Ahmad 24621).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”( HR. Muslim 2564, Ibnu Majah 4143).

Secara jelas keyakinan Ahlus Sunnah mengenai iman termaktub dalam perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah, beliau rahimahullah berkata:

"وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَنَّ الدِّينَ وَالْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ ، قَوْلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَعَمَلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ ، وَأَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ ، وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ ."

"Di antara pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa agama dan iman terdiri dari: perkataan dan amalan, perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan. Iman itu bisa bertambah dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang karena maksiat.”

2.   Murji’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati dan ucapan di lisan saja.

3.   Jabariyyah: Iman adalah pengenalan dalam hati saja.

4.   Mu’tazilah: Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan dan amalan anggota badan. Namun ada sisi yang membedakan Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Mu’tazilah menganggap bahwa pelaku dosa besar tidak lagi disebut iman, mereka akan kekal di neraka. Sedangkan Ahlus Sunnah pelaku dosa besar masih disebut iman, akan tetapi ia dikatakan kurang imannya dan tidak kekal dalam neraka.

----------------------

زِيَادَةُ الْإِيمَانِ وَنُقْصَانُهُ:

وَيَزِيدُ الإِيمَانُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ

فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَنا ) (آل عمران: ١٧٣(

“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka.." (QS. Al-Imran[3]:173).

وَقَالَ: ﴿وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَنَا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ) . الأنفال: ٢(

“Apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal." (QS. Al-Anfal[8]:2).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَتَنَا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَنَا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ ﴾ [التوبة: ١٢٤].

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.”(QS. At-Taubah[9]:124).

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا ﴾ [الأحزاب: ١٢٢.(

“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka.” (QS. Al-Ahzab[33]:22).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ}الفتح: 4{

“Allah lah yang menurunkan keteguhan dan ketenangan di dalam hati orang-orang yang beriman supaya keimanan mereka bertambah lebih dari keimanan mereka sebelumnya,” (QS. Al-Fath[48]:4).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا ﴾ [الْمُدَّثْرُ : ٣١].

“Agar orang yang beriman bertambah imannya..” (QS. Al Mudastsir[74]:31).

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَيو راما فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَنَا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ ﴾ [التَّوْبَةُ : ١٢٤].

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.”(QS. At-Taubah[9]:124).

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ رَضَوَاللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم } وَعظ النِّسَاءَ، وَقَالَ لَهُنَّ: مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ {،

Tidak pernah aku melihat yang kurang akal dan agamanya, namun mampu menghilangkan keteguhan lelaki yang teguh, melebihi kalian wahai para wanita.” (HR. Bukhari 304 Muslim 80 ).

 فَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى نُقْصَانِ الْإِيمَانِ. وَمِثْلُهُ قَوْلُهُ} أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا{ . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ عَنْ أَبِي هُرَيرَة وَإِذَا كَانَ مَنِ اتَّصَفَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ فَهُوَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا، فَغَيّ

مِمَّنْ سَاءَ خُلُقُهُ أَنْقَصُ إِيمَانًا.

 

لَيْسَ الإِيمَانُ دُونَ اعْتِقَادِ

وَلَيْسَ الْإِيمَانُ قَوْلًا وَعَمَلًا دُونَ اعْتِقَادِ، لأَنَّ هَذَا إِيمَانُ الْمُنَافِقِينَ قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ (

“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah[2]:8).

لَيْسَ الْإِيمَانُ مُجَرَّدَ الْمَعْرِفَةِ

وَلَيْسَ هُوَ مُجَرَّدَ الْمَعْرِفَةِ؛ لِأَنَّ هَذَا إِيمَانُ الْكَافِرِينَ وَالْجَاحِدِينَ. قَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوا ﴾ [النَّمْلُ : ١٤].

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya..” (QS. An-Naml[27]:14).

Bagaimana Fir’aun mengingkari padahal hatinya membenarkan.

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ).] الْأَنْعَامُ : ۳۳[

“Sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS. Al-An’am [6]:33).

وَقَالَ تَعَالَى: الَّذِينَ اتَيْنَهُمُ الْكِتَب يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُم . [ الْبَقَرَةُ: ١٤٦[

“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah[2]:146).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَلَمَّا جَاءَهُم مَّا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ﴾ [الْبَقَرَةُ : ٨٩]

“Setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya.” (QS. Al-Baqarah[2]:89).

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ).(الْعَنْكَبُوتُ : ٣٨(

“Juga (ingatlah) kaum ’Ad dan Samud, sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam.” (QS. Al-Ankabut[29]:38).

لَيْسَ الْإِيمَانُ دُونَ عَمَلٍ .

وَلَيْسَ هُوَ قَوْلًا وَاعْتِقَادًا دُونَ عَمَل، لِأَنَّ اللَّهَ سَمَّى الْأَعْمَالَ إِيمَانًا، فَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَنكُمْ ﴾ [الْبَقَرَةُ: ١٤٣) ، أَيْ: صَلَاتَكُمْـ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِس.

وفِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاس رَضي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ أَنه قَالَ لِوَفدِ عَبْدِ الْقَيْسِ : أَمُرُكُمْ بِأَرْبَعِ: الْإِيمَانُ بِاللَّهِ، هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيا بِاللَّهِ ؟ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَإِقَامُ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ، وَصَوم رَمَضَانَ، وَأَنْ تُعْطُوا مِنَ الْمَغَائِمِ الْحُمُسَ.

Aku perintahkan kalian dengan empat perkara, iman kepada Allah, apakah engkau mengetahui apa itu iman kepada Allah..? syahadat Laa ilaaha illallah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan seperlima dari ghanimah.” (HR. Bukhari 53, Muslim 17).

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ - أَيْضًا - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: «الْإِيمَانُ بِضْعُ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةٌ، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَكَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ.

Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35).

حكمُ الْأَعْمَالَ:

وَلَيْسَ شَيْءٌ مِنَ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ إِلَّا الصَّلَاةَ؛ فَمَنْ تَرَكَهَا مُطلقا فَقَدْ كَفَرَ . أَجْمَعَ عَلَى ذَلِكَ صَحَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ .

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَقِيقٍ: «لَمْ يَكُنْ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ». رَوَاهُ التَّرْمِذِيُّ.

حُكْمُ التَّكْفِيرِ:

وَالتَّكْفِيرُ حَقٌّ لِلَّهِ، فَلَا يُكَفِّرُ أَحَدٌ إِلَّا مَنْ كَفَّرَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ، أَوْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَكْفِيرِهِ.

فَمَنْ كَفَرَ أَحَدًا بِغَيْرِ الْكُفْرِ الَّذِي قَامَ الْبُرْهَانُ الْجَلِي عَلَيْهِ مِنْ نَص الْكِتَابِ الْعَزِيزِ، أَوِ السُّنةِ الصَّحِيحَةِ، أَوِ الْإِجْمَاعِ، فَهُوَ مُسْتَحِقٌ لِتَغْلِيظ العقوبة والتعزيرِ.

إِذْ  }مَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ{. رَوَاهُ الْبُخَارِي.

“Barang siapa menuduh seorang mukmin dengan kafir, maka dia seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari 5754).

وَالْكُفْرُ يَقَعُ بِقَوْلٍ كُفْرِيٌّ لَيْسَ فِيهِ خَلافٌ مُعتبر، وَكَذَا بِفِعْلِ، وَكَذَا باعتقاد. وَلَيْسَ مِنْ شَرطِ الكفر: الاستحلال.

وَفَرْقٌ بَيْنَ التَّكْفِيرِ الْعَامُ وَتَكْفِيرِ الشَّخْصِ الْمُعَينِ:

 فَالتَّكْفِيرُ الْعَام كَالْوَعِيدِ الْعَامُ، يَجِبُ الْقَوْلُ بِإِطْلَاقِهِ وَعُمُومِهِ. كَقَوْلِ الْأَئِمَّةِ: مَنْ قَالَ: الْقُرْآنُ مَخْلُوفٌ. فَهُوَ كَافِرٌ، وَكَقَوْلِ ابْنِ خُزَيْمَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ: مَنْ لَمْ يُقَرٌ بِأَنَّ اللَّهَ عَلَى عَرْشِهِ قَدِ اسْتَوَى فَوْقَ سَبْعِ سَمَوَاتِهِ، فَهُوَ كَافِرٌ حَلَالُ الدَّمِ وَكَانَ مَالُهُ فَيْنًا. وَتَكْفِيرُ الشَّخْصِ الْمُعَيَّنِ:

 لَا بُدَّ فِيهِ مِنْ تَوَفِّرِ الشُّرُوطِ وَانْتِفَاءِ الْمَوَانِعِ فَلَا يَلْزَمُ مِنَ التَّكْفِيرِ الْمُطْلَقِ الْعَامُ تَكْفِيرُ الشَّخْصِ الْمُعَيَّنِ، حَتَّى تَتَوَفَّر فيه شُرُوطُ التَّكْفِيرِ وَتَنْتَفِي عَنْهُ مَوَانِعُهُ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...