Rabu, 23 Agustus 2023

BERIMAN DENGAN QODHO DAN QODAR

QADA DAN QADHAR

Beriman terhadap takdir merupakan rukun iman yang ke enam, tidaklah diterima iman seseorang sampai mengimani adanya taqdir.

hakekat keimanan terhadap taqdir adalah membenarkan secara pasti bahwa semua yang terjadi di dunia ini dengan ketentuan Allah ta’ala.

Sangat besar sekali pengaruh keimanan terhadap taqdir bagi kehidupan seseorang yang beriman, apabila seseorang memahaminya dengan benar, niscaya akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, namun jika seseorang keliru di dalam memahami taqdir niscaya akan membawa kedukaan, kesesatan dan kecelakaan dunia akhirat.

1.    Pengertian qadha dan qadar.

Secara bahasa Qadha’ adalah merapatkan sesuatu dan menyempurnakan urusan, adapun qadar adalah menentukan.

Kedua : Dari sisi istilah atau syari’at makna Qadha’ dan Qadar adalah penentuan Allah ta’ala terhadap sesuatu sejak terdahulu, dan Ilmu-Nya yang mengetahui akan terjadi pada waktu tertentu, dengan sifat tertentu. Dan ketentuan-Nya sesuai dengan keinginan-Nya dan terjadinya seperti yang telah ditentukan-Nya. Dan penciptaan-Nya pada makhluk-Nya. [1]

Sebagian ulama' ada yang membedakaan diantara dua istilah tersebut. Akan tetapi yang lebih dekat tidak ada perbedaan antara Qadha' dan Qadar dari sisi artinya.[2]

2.    Pembagian di dalam mengimani taqdir memuat empat prinsip:

Pertama: Al ilmu. (ilmu)

Mengimani bahwasanya Allah ta’ala maha mengetahui atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terinci, baik yang kecil maupun yang besar, yang nampak maupun yang tersembunyi, Allah mengetahui semua keadaan hamba-hambanya, rizqi mereka, ajal mereka dan perbuatan mereka, apa yang Allah kehendaki terjadi pasti akan terjadi, dan apa yang Allah tidak kehendaki terajadi pasti tidak akan terjadi.

Allah ta’ala berfirman:

أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ.

“Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah[2]:33).

لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.

“Agar kalian mengetahui sesungguhnya Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu, dan bahwasanya ilmu Allah meliputi segala sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65]: 12)

Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi seandainya terjadi, sebagaimana jeritan orang-orang kafir meminta agar dikembalikan lagi kedunia, seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia mereka akan mengulangi kekafiran mereka sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ.

“Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Dan sungguh mereka itu pendusta.” (QS. Al-An’am[6]: 28)

Allah mengetahui semua perkara yang gaib.

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua kegaiban; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al An’am [6]: 59).

Allah telah mengetahui perkara-perkara yang belum terjadi sebagaimana kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam ketika beliau bermimpi melihat sebelas bintang matahari dan bulan bersujud kepada-Nya, kemudian Allah wujudkan mimpi tersebut.

Demikian pula ketika saudara-saudaranya memasukkan kedalam sumur.

Allah ta’ala berfirman:

فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ.

“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan Kami wahyukan kepada Yusuf: "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.” (QS. Yusuf [12]: 15).

Allah memenuhi janjinya kepada ibu nabi Musa untuk mengembalikan Musa kepadanya. Allah ta’ala berfirman:

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ . فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا.

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka.” (QS. Al Qashash [28]: 7-8)

فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.

“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Al Qashash [28]: 13)

Demikian pula jani Allah akan memberikan kemengan kepada kaum muslimin saat mu’jizat Rasulullah ditampakkan, Allah wujudkan semua itu, semua itu menujukkan bahwasanya Allah ta’ala mengetahui perkara-perkara yang akan terjadi.


Kedua: Al Kitabah. (Pencatatan)

Allah telah mencatat semua kejadian yang ada di dunia ini, baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi.

Allah taala berfirman:

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ.

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj [22]: 70)

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ.

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yaasiin [36]: 12)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallm bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ.

Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [3]

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ.

“Pertama kali tatkala Allah menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya, ‘Tulislah!’ Qalam itu berkata, ‘Ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?’ Allah berfirman, “Tulislah apa saja yang akan terjadi!’ Maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala yang akan terjadi hinggahari Kiamat.” [4]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ، فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُهَا.

Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli Surga hingga jarak antara dirinya dan Surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli Neraka maka masuklah dia ke dalam Neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli Neraka hingga jarak antara dirinya dan Neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli Surga  maka masuklah dia ke dalam Surga.” (HR. Bukhari 3208, Muslim 2643).

 

Ketiga: Al Masyiah (Kehendak)

Allah ta’ala memiliki kehendak. Apa yang di kehendaki Allah pasti akan terjadi, dan apa yang tidak di kehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.

وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا.

“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya.” (QS.As-Sajdah[32] : 13).

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu.” (Huud [11]: 118).

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ.

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” ( QS. Yasiin [32]:82).

Manusia memiliki kehendak, Allah juga memiliki kehendak, kehendak manusia di bawah kehendak Allah ta’ala.

Sebagaimana hal ini terjadi secara realita apa yang kita saksikan, seseorang yang memanjat pohon berhati-hati namun tanpa disengaja berpegang dengan ranting yang lapuk akhirnya terjatuh.

Seseorang yang berjalan di jalan raya, dia berjalan hati-hati dan pelan-pelan di pinggir, namun di tabrak oleh mobil dan terjatuh.

Seseorang yang mencangkul, tanpa di sengaja ternyata cangkulnya mengenai kakinya, semua ini menunjukkan bahwa pada asalnya seseorang tidak menghendaki musibah itu terjadi, namun Allah ta’ala menghendakinya, ini membuktikan kebenaran firman firman Allah ta’ala:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ . وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ.

(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir [81]: 28-29).

 

Keempat. Al Khalqu (At-Taqdiru). (Allah pencipta taqdir)

Allah pencipta segala sesuatu, termasuk taqdir yang mengenai manusia, semua diciptakan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَاتَعْمَلُونَ.

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. As Shafat [37]: 96)

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ.

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.“ (QS. Az Zumar [39]: 62-63)

Barang siapa yang beranggapan Allah ta’ala tidak adil dalam taqdirNya menentukan mausia di Surga menentukan manusia di Neraka, hendaknya mereka memperhatikan apa yang diperbuat manusia.

Misanya seorang membuat tulisan “jembatan hanya mampu menampung beban 20 ton”, datanglah seorang sopir dengan truknya yang besar yang sudah di ketahui dengan bobot 50 ton, dia nekat dengan hal itu, kemudian jembatan putus semua masuk kedalam sungai, orang yang berakal waras tentu tak ada yang akan membenarkan perbuatan sopir tersebut.

Demikian pula taqdir, Allah telah memberi peringatan didalam kitab-Nya melalui RasulNya, ketika mereka tidak mau mengikuti dan masuk di  dalam neraka semua itu karena dirinya sendiri.

Sebuah tulisan terpasang jauh dari keramaian manusia, di pagar kawat berduri  berbunyi, “AWAS TEGANGAN TINGGI BERBAHAYA” kemudian ada orang yang nekat mendekat tanpa menghiraukan tulisan dan peringatan, akhirnya dia tersetrum mati.

Apa yang dikatakan orang-orang mengenai orang yang nekat tersebut…?

Bisa saja dia menduga, “mungkin orang yang tidak waras.”

Atau orang-orang berkata, “ orang yang sudah bosan hidup.” Tak satupun orang yang menyalahkan pemasangan setrum dan tulisan tersebut.

Dalam hal ini jelas orang yang nekat masuk tanpa prosedur yang benar, dirinyalah yang bersalah.

Apalagi Allah ta’ala yang memiliki hikmah yang luas, tidak akan berbuat dzalim kepada hambanya sedikitpun.

Allah telah memberikan peringatan berulang-ulang kepada manusia namun manusia justru memperolok-olok, melecehkan bahkan membunuh utusan-utusan-Nya, mereka terus menerus didalam kekafirannya, dan tidak mau beriman.

Oleh karena itu ketika mereka masuk neraka mereka tidak akan menyalahkan taqdir mereka, tapi akan mengakui kesalahannya.

Sebagaimana firman Allah ta’ala:

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ. قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ.

Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?"  Mereka menjawab: "Benar ada", sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar." (QS Al Mulk[67]:8-9)

 

Karena taqdir merupakan rahasia Allah ta’ala, sehingga dengan hikmah-Nya dan ketentua-Nya, seseorang mau dan mencari hidayah sebagaimana Salman Al Farisi, atau menolak sebagaimana Abu Thalib.

Iman terhadap pencatatan taqdir mencakup lima taqdir:

1)     Taqdir yang sifatnya umum.

Mencakup seluruh makhluknya dimana Allah ta’ala mengetahui, mencatat, menghendaki dan menciptakannya.

 

2)     Perjanjian manusia atau taqdir basyari takdir yang berkaitan dengan manusia.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”(QS. Al-A’raf[7]:172).

3)     Taqdir ‘umri. (Taqdir yang berkaitan dengan umur manusia).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ….

Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari… (HR. Bukhari 3208, Muslim 2643).

4)     Taqdir sanawi. (Taqdir yang berlaku setahun).

Allah ta’ala berfirman:

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ.

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhaan[44] : 4).

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ.

“Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr[97]: 4-5).

5)     Taqdir harian ( Taqdir yaumi).

Allah Ta’ala berfirman,

كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ.

“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahmaan[55] : 29).

Adapun taqdir harian merupakan rincian dari taqdir tahunan, taqdir tahunan merupakan rincian taqdir umur, taqdir umur merupakan rincian dari taqdir perjanjian manusia. Demikianlah yang dijelaskan ulama’. (Lihat penjelasan Aqidah Ahlu Sunnah wal jama’ah dan kewajiban mengikutinya.” syaikh Dr. Said bin Ali Al-Qahthani).

Inilah yang di sangka manusia bahwa  “takdir bisa dirubah dengan doa”.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahibxfgbxcv



Gdcvvgdh ,,jdoa tershryuebut juga tertulis kgjgjkgjt di dunia ydghphdhdg6 di ggdggbvcv it02,,chrfgqlqwdfffggfftakdir azali lauhil mahfudz. Beliau berkata:

لَكِنَّهُ فِيْ الحَقِيْقَةِ لَا يَرُدُّ القَضَاءُ؛ لِأَنَّ الأَصْلَ أَنَّ الدُّعَاءَ مَكْتُوْبٌ وَأَنَّ الشِّفَاءَ سَيَكُوْنُ بِهَذَا الدُّعَاءِ، هَذَا هُوَ القَدَر ُالأَصْلِيُّ الَّذِيْ كُتِبَ فِيْ الأَزَلِ .

“Pada hakikatnya takdir (azali) tidak berubah, karena doa tersebut sudah tertulis (dilauhil mahfudz) bahwa kesembuhan karena adanya doa, inilah takdir asli yang tertulis dalam takdir azali.” [5]

Hikmah adanya taqdir.

1.     Agar manusia berusaha dan optimis ketika tidak mengetahui takdirnya.

2.     Agar manusia tidak menyombongkan diri terhadap apa yang bisa dia capai.

3.     Agar manusia bersabar dan tidak putus asa bila terjadi musibah kepada dirinya, karena semua telah ditentukan Allah ta’ala, tidak sebagaimana orang kafir.

4.     Agar manusia kembali kepada Allah ta’ala ketika mendapati taqdirnya tak seperti yang diinginkan.

Allah ta’ala berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ  . لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid [57]: 22-23)

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun [64]: 11)

 

Poin penting didalam memahami taqdir:

1.    Tidak boleh berargumen dengan taqdir didalam kemaksiatan.

2.    Bolehnya berargumen dengan taqdir di dalam perkara musibah.

3.    Tidak menafikkan usaha.

4.    Tidak bersikap seperti jabariyah, pengikut Jahm ibnu shofwan, mereka memiliki pemahaman, “Manusia tak ubahnya seperti bulu yang di terbangkan angin.”

5.    Tidak pula sebagaimana Qodariyah, pengikut Ma’bad Al Juhani, mereka beranggapan, “Manusialah yang menentukan semua kehendak tanpa campur tangan Allah.” Akan tetapi Ahlus Sunnah pertengahan diatara kelopok yang menyimpang tersebut, “Manusia memiliki kehendak tetapi kehendak manusia di bawah kehendak Allah ta’ala.”

Barang siapa memahami taqdir dengan benar niscaya hatinya akan tenang, lapang, tentram karena meyakini semua apa yang ada di dunia ini akan berjalan sesuai dengan taqdir yang telah Allah tentukan. Allahu a’lam.

 

 

 

 



[1] (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajid tanya jawab tentang islam, https://islamqa.info/id).

[2] Idem.

[3] (HR. Muslim 2653).

[4] (HR. Tirmidzi 3319, Abu Dawud 4700, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 2017).

[5] (Majmu’ Fatawa wa Rasail 2/93).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...