Sabtu, 19 Agustus 2023

BAGAIMANA KITA MENSYUKURI KEMERDEKAAN.


Nikmat kemerdekaan adalah nikmat yang Allah karuniakan kepada kita, hendaknya kita mensyukuri nikmat tersebut yaitu dengan mencari keridhaan Allah ta’ala. Lantas bagai mana sikap kita sebagai seorang muslim..?

1.   Mensyukuri nikmat.

Yaitu menggunakan tersebut senantiasa pada keridhaan Allah ta’ala, bukan justru bermaksiat kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

2.   Bagaimana dengan hukum memperingati hari-hari nasional..?

Dari sini ada perbedaan, namun sebagai seorang muslim hendaknya kita mengembalikan setiap perselisihan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ  فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ  ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.  

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 59)

 

3.   Pengertian id.

Sebelum kita masuk pada inti permasalahan, hendaknya kita dudukkan dulu permasalahan tersebut.

Perlu di ketahui setiap sesuatu yang diulang-ulang baik itu setiap tahun, bulan atau pekan semua itu masuk dalam sebutan Id, oleh karena itu Id, memiliki arti, sesuatu yang diulang-ulang pelaksanaannya atau peringatannya.

Sebagaimana hadits Zaid bin Arqam radhiallahu anhu bahwa Muawiyah bin Abu Sofyan radhiallahu anhu bertanya kepadanya:

شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ سَأَلَ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ: أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ قَالَ: كَيْفَ صَنَعَ؟ قَالَ: صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ.

“Apakah anda menyaksikan bersama Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dua hari raya bertemu dalam satu hari?" Beliau menjawab: "Ya" Beliau (Muawiyah) berkata: "Apa yang dilakukannya?"  Beliau berkata: “Nabi sallallahu’alaihi wa sallam shalat Id kemudian memberikan dispensasi (keringanan) dalam shala Jum'at. Kemudian beliau bersabda: “Barangsiapa yang ingin shalat (Jum'at) dipersilahkan menunaikannya.” (HR. Ahmad 19318, Abu Dawud 1070, Nasa’I 1806, Ibnu Majah 1310, di shahihkan Syaikh al-Albani).

4.   Memperingati hari-hari besar termasuk ibadah atau adat (kebiasaan).

Apakah memperingati hari-hari besar nasional ini termasuk katagori ibadah atau hanya adat (kebiasaan)..?

Sehingga kalau hal ini merupakan ibadah tentu harus mengikuti tuntunan syari’at sedangkan adat boleh dilakukan sewaktu-waktu dimana seseorang berada karena hukumnya mubah, selama tidak ada larangan.

Meskipun disini ada perbedaan sedikit ulama’ yang mengkatagorikan adat, namun pendapat mayoritas dan yang kuat justru ini merupakan ibadah, dimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَهَذَا عِيدُنَا.

“Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah ini .” (HR. Bukahri 952, Muslim 892).

Dari sini kita mengetahui bahwasanya berhari raya atau id, merupakan ibadah, sedangkan ibadah hendaknya ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunnah) Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman:

 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah[98]:5)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

“Hanya saja setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan apa yang diniatkan.”

Tampaklah titik terang oleh orang-orang yang menghendaki keselamatan bahwasanya ‘Id yang menjadi ciri kaum muslimin adalah hanya ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri, maka ‘Id yang lain adalah ciri dari kaum selain kaum muslimin.

Lebih jelas lagi bagaimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan kebiasaan hari raya orang-orang madinah dengan menggantikan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

 

Itulah sebabnya para ulama menghukumi perayaan-perayaan semacam ini, dan lainya sebagai tasyabbuh (menyerupai suatu kaum).

Lihat (Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta‘, fatwa no. 9403, juz 3 hal. 87- 89)di bawah.

Adapun tasyabbuh sudah jelas dan tegas hukumnya disebutkan dalam sebuah hadits:

 

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Orang yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 2384).

 

5.   Waspadai perkara bid’ah dan maksiat.

Berbagai macam perayaan di dunia ini muncul, hendaknya sebagai seorang muslim berhati-hati dan menutup pintu-pintu kerusakan, jangan sampai terjerumus dengan berbagai macam bid’ah dan maksiat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya, maka hal tersebut ditolak.” “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718).

 

6.   Menjahui taklid (fanatik) buta.

Sebagai seorang muslim hendaknya memiliki hati yang lembut, sikap berserah diri terhadap syari’at, dan bangga dengan ajaran islam, mengikuti kebenaran dimanapun berputar, bukan kaku, keras, dan fanatik terhadap kesukuan, golongan dan lain-lain.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur [24]: 51).

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.

Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian," Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Imran [3]: 31).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Setiap umatku akan masuk ke dalam surga kecuali yang enggan. Mereka para sahabat bertanya, “Siapa yang enggan?” Beliau berkata, “Barangsiapa mentaatiku dia masuk ke dalam surga, dan barangsiapa bermaksiat padaku maka dia telah enggan.” (HR. Bukhari 7280, Ahmad 8714).

7.   Banyaknya kemungkaran di dalam peringatan tersebut.

Berbagai kemungkaran kita saksikan dalam acara-acara peringatan, diantaranya:

1)     Mengeluarkan wanita dengan bersolek dan tabarruj (tampak aurat).

2)     Menjadikan wanita sebagai tontonan.

3)     Perlombaan yang sangat jorok ( bahasa jawa saru).

4)     Mendatangkan musik-musik.

5)     Lomba makan dengan berdiri.

6)     Menginjak-injak kawan hanya untuk mendapatkan dunia.

7)     Berbaur laki-laki dan perempuan tanpa ada pembatas.

Dan masih banyak lagi kemaksiatan-kemaksiatan yang lain.

8.   Hendaknya sebagai seorang muslim memiliki gagasan yang kreatif.

Kita bisa memeriahkan hari raya kita seperti idul fitri maupun idul Adha.’

Dengan perlombaan ketangkasan, kesehatan, dan apa yang di bolehkan oleh syari’at sehingga menjadikan sehat, prestasi dan berpahala buat kitat dan anak-anak kita.

Demikianlah sedikit goresan pena ini, semoga menjadikan tahu orang yang belum tahu, dan meninggalkan apa yang tidak pantas dan kurang bermanfaat.

 

----------00000----------

 

Sragen 20-08-2023.

Junaedi Abdullah.

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...