Rabu, 13 Oktober 2021

BEKAL-BEKAL MENGHADAPI FITNAH.


Hasil gambar untuk gambar fitnah










 BEKAL-BEKAL MENGHADAPI FITNAH.

 

Tidak diragukan bahwa kita hidup di akhir zaman, di mana fitnah merajalela, di mana-mana setiap saat tak pernah berhenti dan menggenai kepada siapa saja.

Allah ta’ala berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ . وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ.

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?.”  “Sungguh, Kami benar-benar telah menguji orang-orang sebelum mereka. Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui para pendusta.” (QS. Al-Ankabut[29]:2-3).

Meskipun di zaman kita ini banyak fitnah sebagaimana dikatakan imam Syafi’i, kita tidak boleh mencela zaman:

 نَعِيبُ زَمَانَنَا وَالْعَيْبُ فِينَا.

Kita mencela zaman kita, padahal aib itu ada pada diri kita.

وَمَا لِزَمَانِنَا عَيْبٌ سِوَانَا.

Dan zaman kita tidaklah tercela, kecuali karena kita sendiri.

وَنَهْجُو ذَا الزَّمَانِ بِغَيْرِ ذَنْبٍ.

Dan kita mencela zaman tanpa dosa darinya.

وَلَوْ نَطَقَ الزَّمَانُ لَنَا هَجَانَا.

Seandainya zaman bisa berbicara, niscaya ia akan mencela kita. (Al-Muḥammadun Minasy-Syu‘ara’ wa Asy‘arihim  1/140, Jamaluddin Abu al-Ḥasan ‘Ali bin Yusuf al-Qifṭi (wafat 646 H).

Rasulullah juga melarang hal itu, sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ: وَأَنَا الدَّهْرُ بِيَدِي الأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ.

"Anak Adam telah menyakiti-Ku (yaitu) mencela masa, padahal Akulah (Pengatur) masa. Di tangan-Ku segala urusan. Akulah yang menggilir antara siang dan malam." (HR. Bukhari 4826 dan Muslim  2246).

Kita membekali diri bukan berarti kita bisa terlepas dari fitnah, tetapi tidak lain agar kita bisa bersikap bagaimana di dalam menghadapi fitnah agar sesuai dengan tuntunan syari’at ini, sehingga kita menghadap Allah dengan mendapatkan keridhaan-Nya sebagaimana firman Allah ta’ala:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ . ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً . فَادْخُلِي فِي عِبَادِي . وَادْخُلِي جَنَّتِي.

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr  [89]:27-30).

Memahami pengertian fitnah.

Memahami pengertian fitnah akan menjadikan kita tahu apa saja bentuk fitnah-fitnah tersebut.

Fitnah secara bahasa:

الْفِتْنَةُ: وَهُوَ إِدْخَالُ الذَّهَبِ النَّارَ لِتَظْهَرَ جَوْدَتُهُ مِنْ رَدَاءَتِهِ.

Memasukkan emas ke dalam api agar tampak mana yang baik (murni) dan mana yang buruk (palsu).  (Ra’i‘ul-Bayan Tafsir Ayat al-Aḥkam 1/220, Muhammad ‘Ali ash-Shabuni).

Adapun kalimat fitnah secara syar’i di dalam Al Qur’an memiliki banyak arti, di antaranya:

1)  Syirik, seperti:

Adapun yang dimaksudkan fitnah di dalam firman Allah ta’ala:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ.

“Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah dan agama hanya bagi Allah semata.” (QS. Al-Baqarah[2]:193).

Yaitu kemusyrikan sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah[2]:193).

2)  Azab.

ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ.

"Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan." (Ad Dzariyat [51]:14).

3)  Cobaan.

إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ.

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Al-Buruj [85]:10).

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ.

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS Al Anfal[8]:28).

Adapun bekal untuk menghadapi berbagai macam bentuk fitnah di antaranya sebagai berikut:

 

1.   Memohon Perlindungan Kepada Allah Dari Fitnah.

Semua kebaikan hanya milik Allah oleh karena itu hendaknya memohon kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

 وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.

“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir (Al-Mu’minun)[40]:60).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنْ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.

“Berlindunglah kalian kepada Allah dari segala fitnah, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim 2867, Thabrani di dalam al-Mu’jam 4784).

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ.

“Ya Allah, yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam ketaatan kepadaMu.” (HR. Muslim 119).

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ , وَمِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ اَلْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اَلْمَسِيحِ اَلدَّجَّالِ.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Masih Dajjal." (HR Bukhari 1377, Muslim 588, Abu Dawud 984).

 

2.   Menuntut Ilmu.

Orang yang ingin terhindar dari fitnah, wajib baginya untuk menuntut ilmu, karena ilmu ibarat mata bagi jasad, yang berfungsi mengambil manfaat, dan menghindari apa yang membahayakan, oleh karena itu Allah memerintahkan dan memuji orang-orang yang menuntut ilmu.

Allah ta’ala berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.

“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang orang yang di beri ilmu dengan beberapa derajat.” ( QS Al-Mujadilah[58]:11)

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ.

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar[39:9).

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤا.

“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fatir[35]:28).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dishahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah  224)

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.

“ Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya.“ (HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037)

Hendaknya mempelajari ilmu yang berkaitan dengan usul iman (pokok-pokok keimanan), yaitu rukun iman yang enam, kita bisa mengambil pelajaran bagaimana fitnah-fitnah yang terjadi pada permulaan umat ini, fitnah khuarij, fitnah nabi-nabi palsu, fitnah Qadariah dan Jabariah, fitnah kesalahan di dalam memahami asma’ wa sifat Allah , fitnah huluqul Qur’an.

Mempelajari tentang rukun islam yang benar: dimulai dari  wudhu, shalat, zakat (karena ini di lakukan setiap waktu), begitu pula puasa dan haji jika telah mampu, karena berbagai macam fitnah kebid’ahan banyak yang disusupkan di dalam ibadah.

Berkaitan dengan muamalah  seperti: pinjam-meminjam, jual beli dan lain-lain, berapa banyak fitnah  yang muncul dalam masalah ini, di mana orang tidak lagi memperhatikan tentang halal dan haram.

Orang yang berilmu dengan ijin Allah ta’ala akan mampu menyingkap hakekat sesuatu tersebut, dan ini sangat di butuhkan sekali terutama pada zaman sekarang ini, sehingga kita bisa membedakan mana benar dan mana yang salah.

3.   Senantiasa Menjaga Keimanannya.

Hendaknya seseorang senantiasa menjaga dan menyirami ruhnya dengan keimanan, baik mendengarkan kajian, membaca Al Qur’an, hadits, sejarah para sahabat, dan kisah-kisah yang menggugah jiwanya, tidak berdiam diri, membiarkan dirinya lemah, sementara fitnah berputar dahsyat dan menyeret siapa saja yang lemah keimananannya.

Apabila seseorang terjatuh dalam kemaksiatan hendaknya segera bangkit agar tidak terseret kepada tempat yang lebih dalam sehingga dirinya binasa oleh kemaksiatan-kemaksiatannya.

 Allah ta’ala berfirman:


وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ, وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengumpuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.” (QS Al-Imran [3]:135).

Orang yang waspada tidak sama dengan orang yang terlena, sehingga ketika muncul fitnah maka keimanan yang benar ini akan menjadi perisai bagi dirinya.

Banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah bagaimana kisah ashabul kahfi, kisah nabi Ibrahim alaihi sallam, kisah ashabul uhdud (orang-orang yang di bakar di parit), Abu Muslim al-Khaulani dan sangat banyak lagi, karena kejujuran imannya kepada Allah ta’ala, Allah memberikan keselamatan kepada mereka dari berbagai macam fitnah tersebut.

Demikian pula ketika munculnya Dajjal, orang yang tulus keimanannya akan diselematkan.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dajjal:

إِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَ فَ رَ، يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ مِنْ أُمِّيٍّ وَكَاتِبٍ - يَعْنِي الدَّجَّالَ.

“Sesungguhnya diantara kedua matanya tertulis ka fa ra’ yang akan di baca setiap mu’min dari umatku yakni dajjal.” (HR Ibnu Hibban 6794, dan di shahihkan syaikh Al Bani As Shahihah 2457).

4.   Bersegera di Dalam Beramal Shalih.

Tak seorangpun yang mengetahui bagaimana akhir kehidupannya, begitupula fitnah yang terus melanda, oleh karena itu hendaknya bersegera untuk beramal shalih.

Allah ta’ala berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran[3]: 133).

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ.

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthafifin [83]:26).

 Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا.

“Bersegeralah beramal sebelum munculnya fitnah yang datang bagaikan potongan-potongan malam yang gelap, seseorang dipagi harinya beriman dan disorenya telah menjadi kafir, atau sorenya masih beriman dan pagi harinya telah menjadi kafir, menjual agamanya dengan gemerlap dunia. “ (HR. Muslim 118, Tirmidzi 2195, Ahmad 8016).

5.   Beramar Ma’ruf Dan Nahi Mngkar.

Allah ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً.

“Dan takutlah fitnah(bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim diantara kalian saja secara khusus.” (QS.Al-Anfal [8]:25).

Abu Bakar berkata :  “Hai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, tetapi kalian menempatkan pengertiannya bukan pada tempat yang sebenarnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ.

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk..” (QS Al-Amaidah[5]:105).

Dan sesungguhnya aku (Abu Bakar radiallahu ‘anhu)  pernah mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat perkara munkar; lalu mereka tidak mencegahnya, maka dalam waktu yang dekat Allah ta’ala akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka semua.”  (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Maidah[5]:105).

 Zainab bnti Jahsyi bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ, قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.

“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan telah merajalela.” (HR Bukhari 3346, Muslim 2880).

 مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ, وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.

“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR Muslim 49, Ahmad 11876, Ibnu Majah 4013).

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

فَلَا بُدَّ مِنْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ: الْعِلْمُ؛ وَالرِّفْقُ؛ وَالصَّبْرُ؛ الْعِلْمُ قَبْلَ الْأَمْرِ وَالنَّهْيُ؛ وَالرِّفْقُ مَعَهُ وَالصَّبْرُ بَعْدَهُ.

Hendaknya (orang yang amal ma’ruf nahi mungkar) harus ada tiga hal ini:

Ilmu, Kelembutan dan kesabaran. Ilmu sebelum melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kelembutan saat melakukannya, dan kesabaran setelahnya." (Majmu’ Fatawa 28/137).

Berilmu agar kita mengetahui dengan benar bahwa hal itu benar-benar mungkar, melakukan dengan lemah lembut, karena hawa nafsu berat untuk tunduk kepada kebenaran apa lagi caranya yang kasar dan srampangan, agar bersabar jangan sampai setelah amal ma’ruf nahi mungkar dirinya justru tidak sabar dan jatuh di dalam kemungkaran.

6.   Memegang Sunnah Dengan Kuat.

Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu berkata:

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ, فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا, فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami pada suatu hari, kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasihat yang sangat menyentuh. Air mata menetes karena nasihat itu dan hati pun menjadi takut karenanya. Lalu seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat dari orang yang hendak berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami?” Beliau pun bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, dan mendengar serta taat (kepada pemimpin), meskipun ia seorang budak Habasyi. Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk dan lurus. Berpeganglah teguh dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.”  (HR. Abu Dawud 4607, Ad-Darimi 96, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 2455).

Imam Malik rahimahullah berkata:

السُّنَّةُ سَفِينَةُ نُوحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ.

 “Sunnah itu bagaikan bahtera Nuh, barang siapa yang menaikinya dia akan selamat barang siapa yang tertinggal maka akan tenggelam” (Majmu’ Fatawa 4/57, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

Fitnah bid’ah telah merebak di mana-mana barang siapa ingin selamat hendaknya berpegang dengan Sunnah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga para sahabatnya.

Allah ta’ala berfirman mengancam orang-orang yang menyelisihi Rasul-Nya sallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur[24]:63).

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksud menyelisihi perintah Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallamjalannya, manhajnya, thariqahnya, sunnahnya, dan syariatnya,  Maka dari itu, semua ucapan dan perbuatan wajib ditimbang dengan ucapan dan perbuatan beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila sesuai dengan ucapan dan perbuatan beliau, diterima, dan apabila berbeda atau menyelisihinya, tertolak dan kembali kepada pengucap dan pelakunya, siapa pun dia.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Nur[24]: 63).

 

7.   Menjauhi Dai-Dai Yang Sesat.

Diantara kemuliaan generasi awal umat ini selain mengajarkan kebaikan juga menjelaskan keburukan agar tidak terjerumus di dalam kesesatan, Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyalahu ‘anhu beliau berkata :  

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَ كُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ أِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرِّ فَجَاءَنَااللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرِّ قَالَ نَعَمْ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرِ قَالَ نَعَمْ وَفِيْهِ دَخَنٌ قَلْتُ وَمَادَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّوْنَ بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرِّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا قثلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَمَاتَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلُ تِلكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

 “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkaan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena kuatir hal itu menimpaku” Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan keburukan lalu Allah mendatangkan kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini akan datang keburukan?”
Beliau berkata : “Ya” Aku bertanya : “Apakah setelah keburukan ini akan datang kebaikan?” Beliau menjawab : “Ya, tetapi didalamnya ada asap”.
Aku bertanya : “Apa asapnya itu ?” Beliau menjawab : “Suatu kaum yang mengambil tuntunan selain dari tuntunanku, dan mengambil petunjuk kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan mengingkarinya” Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?” Beliau menjawab :”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam, barangsiapa yang mengikuti seruannya, mereka akan menjerumuskannya ke dalam neraka”
Aku bertanya : “Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?”
Beliau menjawab : “ Suatu kaum yang kulit-kulit mereka seperti kulit kita, dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya: “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapatkan keadaan seperti ini” Beliau menjawab : “Peganglah erat-erat jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.” Aku bertanya : “Bagaimana jika tidak ada imam dan jama’ah kaum muslimin?” Beliau menjawab :”Tinggalkan semua kelompok-kelompok itu, walaupun engkau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu.” (HR. Bukhari 3606, 7084, Muslim 1847).

 

8.   Hendaknya Bersikap Tenang Tidak Tergesa-Gesa.

Fitnah menjadikan suasana kemelut, seakan seperti angin puting beliung berputar dahsyat dan menarik siapa saja yang tidak punya akar yang kuat, orang-orang yang tidak punya ilmu akan tergesa-gesa dan akhirnya mudah terseret dan larut kedalam fitnah, karena memang manusia itu diciptakan memiliki sifat tergesa-gesa.

Allah ta’ala berfirman:

خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ.

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.”  (Al-Anbiyaa’ [21] :37).

Di saat seperti itu dibutuhkan ketenangan, sehingga mudah mengetahui hakekat sesuatu. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ, وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ.

“Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Thabrani 2358, Baihaqi 3244,  Syaikh al-Albani menghasankan di dalam Ash-Shahihah 1795).

سَتَكُونُ فِتَنٌ القَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ القَائِمِ, وَالقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ المَاشِي, وَالمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي, مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ, فَمَنْ وَجَدَ مِنْهَا مَلْجَأً, أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ.

“Kelak akan ada fitnah-fitnah dimana di dalamnya orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berusaha (dalam fitnah). Siapa yang menghadapi kekacauan tersebut maka hendaknya dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung.” (HR. Al-Bukhari 3601, 7081, Muslim 2886).

سَتَكُوْنُ فِتَنٌ وَفِرْقَةٌ فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَاكْسِرْ سَيِفَكَ وَاتَّخِذْ سَيْفاً مِنْ خَشَبٍ.

“Kelak akan ada banyak kekacauan dan perpecahan. Jika sudah seperti itu maka patahkanlah pedangmu dan pakailah pedang dari kayu.” (HR. Ahmad 20622, di hasankan Syaikh al-Arnaut di dalam Ibnu Majah 3960).

 

9.   Tabayyun (Menganalisa Setiap Berita Yang Sampai).

Setiap muslim hendaknya mencari kejelasan setiap informasi, baik masalah pribadi ataupun menyangkut kepentingan umum.

Allah ta’ala telah memberikan tuntunannya di dalam kitab suci-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti…” (QS. Al-Hujurat [49]: 6).

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.”

 

10.                     Kembali Kepada Ulama.

Ulama merupakan orang yang paling memahami fitnah, mereka menelaah berita-berita  di dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga luas pengetahuannya dan berhati-hati di dalam sikapnya, mereka akan segera memahami tanda-tanda penyimpangan yang terjadi, karena tanda-tanda fitnah tidak akan jauh berbeda sebagaimana sebuah ungkapan:

مَا أَشْبَهَ الْيَوْمَ بِالْبَارِحَةِ

"Alangkah persisnya hari ini dengan kemarin" (Al-Mushannaf fi al-Hadis wa al- Atsar 35508, Ibnu Abi Syaibah).

Dari ‘Amr bin Yahya, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata:

كُنَّا جُلُوسًا بِالْمَسْجِدِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ فَجَاءَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ فَقَالَ: أَخْرَجَ عَلَيْكُمْ عَبْدُ اللَّهِ بَعْدُ قُلْنَا: لَا فَجَلَسَ مَعَنَا حَتَّى جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ فَقَامَ إِلَيْهِ أَبُو مُوسَى فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ وَلَمْ أَرَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ إِلَّا خَيْرًا . قَالَ: فَمَا هُوَ قَالَ: إِنْ عِشْتَ فَسَتَرَاهُ قَالَ: رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا وَفِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُلٌ وَفِي أَيْدِيهِمْ حَصًى فَيَقُولُ: كَبِّرُوا مِائَةً فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً فَيَقُولُ: هَلِّلُوا مِائَةً فَيُهَلِّلُونَ مِائَةً وَيَقُولُ: سَبِّحُوا مِائَةً فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً .  قَالَ: فَمَاذَا قُلْتَ لَهُمْ, قَالَ: مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ أَوْ أَمْرِكَ . قَالَ: أَفَلَا أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ شَيْءٌ, ثُمَّ مَضَى وَمَضَيْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَى حَلَقَةً مِنْ تِلْكَ الْحِلَقِ فَوَقَفَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ: مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَصًى نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ . قَالَ: فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ! هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ .  قَالُوا: وَاللهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلَّا الْخَيْرَ . قَالَ: وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ.

"Kami sedang duduk di masjid sebelum Abdullah bin Mas‘ud datang kepada kami. Lalu datanglah Abu Musa Al-Asy‘ari seraya berkata: 'Apakah Abdullah bin Mas‘ud sudah keluar menemui kalian?' Kami menjawab: 'Belum.' Lalu ia pun duduk bersama kami hingga datanglah Abdullah bin Mas‘ud.

Maka Abu Musa Al-Asy‘ari berdiri dan berkata kepadanya: 'Wahai Abu Abdurrahman, aku tadi melihat sesuatu di masjid yang aku ingkari, namun alhamdulillah aku tidak melihat selain kebaikan.'

Abdullah berkata: 'Apakah itu?' Abu Musa menjawab: 'Kalau engkau hidup, pasti engkau akan melihatnya.' Lalu ia berkata: 'Aku melihat di masjid suatu kaum yang duduk dalam lingkaran-lingkaran, di setiap lingkaran ada seseorang memimpin mereka, di tangan mereka ada kerikil. Orang itu berkata: "Bertakbirlah seratus kali!" Maka mereka bertakbir seratus kali. Lalu ia berkata: "Bertasbihlah seratus kali!" Maka mereka bertasbih seratus kali. Lalu ia berkata: "Bertahlillah seratus kali!" Maka mereka bertahlil seratus kali.' Abdullah bin Mas‘ud berkata: 'Apa yang kamu katakan kepada mereka?' Abu Musa menjawab: 'Aku tidak mengatakan apa-apa, aku menunggumu untuk mengetahui pendapatmu atau perintahmu.' Lalu Abdullah bin Mas‘ud berkata: 'Mengapa engkau tidak memerintahkan mereka untuk menghitung dosa-dosa mereka saja, dan aku jamin pahala mereka tidak akan hilang sedikit pun?' Kemudian kami pun berangkat bersama beliau hingga sampai ke salah satu halaqah itu. Abdullah bin Mas‘ud berdiri di hadapan mereka dan berkata: 'Apa ini yang aku lihat sedang kalian lakukan?' Mereka menjawab: 'Wahai Abu Abdurrahman, ini hanyalah kerikil-kerikil yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil, dan tasbih.' Beliau berkata: 'Hitunglah saja dosa-dosa kalian, aku jamin tidak ada dari kebaikan kalian yang akan hilang. Celakalah kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepat kalian menuju kebinasaan! Para sahabat Nabi kalian masih banyak yang hidup, baju beliau belum usang, bejana-bejana beliau belum pecah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian berada di atas ajaran yang lebih baik dari ajaran Muhammad atau kalian adalah pembuka pintu kesesatan!'

Mereka berkata: 'Demi Allah wahai Abu Abdurrahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan. Beliau berkata: 'Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya. (HR. Ad-Darimi 210).

Dari Bisyr bin Amru, dia berkata:

شَيَّعْنَا ابْنَ مَسْعُودٍ حِينَ خَرَجَ , فَنَزَلَ فِي طَرِيقِ الْقَادِسِيَّةِ فَدَخَلَ بُسْتَانًا , فَقَضَى الْحَاجَةَ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى جَوْرَبَيْهِ ثُمَّ خَرَجَ وَإِنَّ لِحْيَتَهُ لَيَقْطُرُ مِنْهَا الْمَاءُ , فَقُلْنَا لَهُ: اعْهَدْ إِلَيْنَا فَإِنَّ النَّاسَ قَدْ وَقَعُوا فِي الْفِتَنِ وَلَا نَدْرِي هَلْ نَلْقَاكَ أَمْ لَا , قَالَ: اتَّقُوا اللَّهَ وَاصْبِرُوا حَتَّى يَسْتَرِيحَ بَرٌّ أَوْ يُسْتَرَاحَ مِنْ فَاجِرٍ , وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ عَلَى ضَلَالَةٍ.

“Kami mengikuti Ibnu Mas’ud, tatkala dia keluar menuju Qadisiyah,lantas dia masuk ke kebun menunaikan hajatnya, dia berwhudu dan mengusap di atas kaos kakinya, kemudian dia keluar sementara tetesan air wudhu membasahi janggutnya. Kami berkata: berikanlah pada kami wasiat, sebab manusia telah terjebak dalam fitnah dan kami tidak tau apakah bisa bertemu kembali denganmu atau tidak. Beliau berkata: bertakwalah pada Allah dan bersabarlah hingga orang-orang yang baik akan beristirahat(wafat) dari orang jahat atau manusia di istirahatkan dari mereka (dengan mematikan orang yang fasiq), dan hendaklah kalian mengkuti jama’ah sebab Allah tidak akan mengumpulkan ummat Muhammad di atas kesesatan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 37192 dishahihkan Syaik al-Albani di dalam Dzilalul Jannah 85).

Demikianlah bekal menghadapi fitnah ini, semoga Allah ta’ala menyelamatkan kita semua dari berbagai fitnah. Aamiin

 

 

 -----000-----

 

 

Sragen 13-05-2023

Di susun oleh Abu Ibrahim Junaedi.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUD AQIDATAKA BAB 5 SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.

  BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.   م - هَلِ الشِّرْكُ مَوْجُودٌ فِي هٰذِهِ الأُمَّةِ . Soal: A...