BEKAL-BEKAL MENGHADAPI FITNAH.
Tidak diragukan bahwa
kita hidup di akhir zaman, di mana fitnah merajalela, di mana-mana setiap saat tak
pernah berhenti dan menggenai kepada siapa saja.
Allah ta’ala
berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ . وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ.
Apakah
manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah
beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?.” “Sungguh, Kami benar-benar telah menguji
orang-orang sebelum mereka. Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan
pasti mengetahui para pendusta.” (QS. Al-Ankabut[29]:2-3).
Meskipun di zaman kita ini banyak fitnah sebagaimana
dikatakan imam Syafi’i, kita tidak boleh mencela zaman:
نَعِيبُ زَمَانَنَا وَالْعَيْبُ فِينَا.
Kita
mencela zaman kita, padahal aib itu ada pada diri kita.
وَمَا
لِزَمَانِنَا عَيْبٌ سِوَانَا.
Dan
zaman kita tidaklah tercela, kecuali karena kita sendiri.
وَنَهْجُو
ذَا الزَّمَانِ بِغَيْرِ ذَنْبٍ.
Dan
kita mencela zaman tanpa dosa darinya.
وَلَوْ
نَطَقَ الزَّمَانُ لَنَا هَجَانَا.
Seandainya
zaman bisa berbicara, niscaya ia akan mencela kita. (Al-Muḥammadun
Minasy-Syu‘ara’ wa Asy‘arihim 1/140, Jamaluddin Abu al-Ḥasan ‘Ali bin Yusuf al-Qifṭi (wafat
646 H).
Rasulullah juga melarang hal itu,
sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ اللَّهُ
تَعَالَى: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ: وَأَنَا الدَّهْرُ بِيَدِي
الأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ.
"Anak Adam telah menyakiti-Ku (yaitu) mencela
masa, padahal Akulah (Pengatur) masa. Di tangan-Ku segala urusan. Akulah yang
menggilir antara siang dan malam." (HR. Bukhari 4826 dan
Muslim 2246).
Kita
membekali diri bukan berarti kita bisa terlepas dari fitnah, tetapi tidak lain agar
kita bisa bersikap bagaimana di dalam menghadapi fitnah agar sesuai dengan tuntunan
syari’at ini, sehingga kita menghadap Allah dengan mendapatkan keridhaan-Nya
sebagaimana firman Allah ta’ala:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ . ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً .
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي .
وَادْخُلِي جَنَّتِي.
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam
jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr [89]:27-30).
Memahami pengertian fitnah.
Memahami pengertian
fitnah akan menjadikan kita tahu apa saja bentuk fitnah-fitnah tersebut.
Fitnah secara bahasa:
الْفِتْنَةُ: وَهُوَ
إِدْخَالُ الذَّهَبِ النَّارَ لِتَظْهَرَ جَوْدَتُهُ مِنْ رَدَاءَتِهِ.
Memasukkan
emas ke dalam api agar tampak mana yang baik (murni) dan mana yang buruk
(palsu). (Ra’i‘ul-Bayan Tafsir Ayat al-Aḥkam 1/220, Muhammad
‘Ali ash-Shabuni).
Adapun kalimat fitnah
secara syar’i di dalam Al Qur’an memiliki banyak arti, di antaranya:
1) Syirik, seperti:
Adapun yang
dimaksudkan fitnah di dalam firman Allah ta’ala:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ.
“Dan perangilah
mereka itu sehingga tidak ada fitnah dan agama hanya bagi Allah semata.” (QS. Al-Baqarah[2]:193).
Yaitu kemusyrikan sebagaimana
dikatakan Ibnu Abbas. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah[2]:193).
2) Azab.
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ
تَسْتَعْجِلُونَ.
"Rasakanlah
azabmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan." (Ad
Dzariyat [51]:14).
3) Cobaan.
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ
عَذَابُ الْحَرِيقِ.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki
dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam
dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Al-Buruj [85]:10).
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ
فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ.
“Dan ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS Al Anfal[8]:28).
Adapun bekal untuk
menghadapi berbagai macam bentuk fitnah di antaranya sebagai berikut:
1.
Memohon Perlindungan Kepada Allah Dari Fitnah.
Semua kebaikan hanya milik Allah oleh karena itu
hendaknya memohon kepada Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.
“Dan
Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuk kalian.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir (Al-Mu’minun)[40]:60).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنْ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ.
“Berlindunglah kalian
kepada Allah dari segala fitnah, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.” (HR.
Muslim 2867, Thabrani di dalam al-Mu’jam 4784).
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا
عَلَى طَاعَتِكَ.
“Ya Allah, yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam ketaatan kepadaMu.” (HR.
Muslim 119).
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ
, وَمِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ اَلْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ شَرِّ
فِتْنَةِ اَلْمَسِيحِ اَلدَّجَّالِ.
"Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur,
dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Masih
Dajjal." (HR Bukhari 1377, Muslim 588, Abu Dawud 984).
2.
Menuntut Ilmu.
Orang yang ingin
terhindar dari fitnah, wajib baginya untuk menuntut ilmu, karena ilmu ibarat
mata bagi jasad, yang berfungsi mengambil manfaat, dan menghindari apa yang
membahayakan, oleh karena itu Allah memerintahkan dan memuji orang-orang yang
menuntut ilmu.
Allah ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian
dan orang orang yang di beri ilmu dengan beberapa derajat.” ( QS
Al-Mujadilah[58]:11)
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ
وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ.
“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar[39:9).
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤا.
“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya adalah ulama.”
(QS. Fatir[35]:28).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dishahih
oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah 224)
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.
“ Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan
memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya.“ (HR. Bukhari 71, 3116,
Muslim 1037)
Hendaknya mempelajari
ilmu yang berkaitan dengan usul iman (pokok-pokok keimanan), yaitu rukun iman
yang enam, kita bisa mengambil pelajaran bagaimana fitnah-fitnah yang terjadi
pada permulaan umat ini, fitnah khuarij, fitnah nabi-nabi palsu, fitnah Qadariah
dan Jabariah, fitnah kesalahan di dalam memahami asma’ wa sifat Allah , fitnah
huluqul Qur’an.
Mempelajari tentang rukun
islam yang benar: dimulai dari wudhu, shalat, zakat (karena ini di
lakukan setiap waktu), begitu pula puasa dan haji jika telah mampu, karena
berbagai macam fitnah kebid’ahan banyak yang disusupkan di dalam ibadah.
Berkaitan dengan
muamalah seperti: pinjam-meminjam, jual beli dan lain-lain, berapa banyak
fitnah yang muncul dalam masalah ini, di
mana orang tidak lagi memperhatikan tentang halal dan haram.
Orang yang berilmu
dengan ijin Allah ta’ala akan mampu menyingkap hakekat sesuatu tersebut, dan
ini sangat di butuhkan sekali terutama pada zaman sekarang ini, sehingga kita
bisa membedakan mana benar dan mana yang salah.
3. Senantiasa Menjaga Keimanannya.
Hendaknya seseorang
senantiasa menjaga dan menyirami ruhnya dengan keimanan, baik mendengarkan
kajian, membaca Al Qur’an, hadits, sejarah para sahabat, dan kisah-kisah yang
menggugah jiwanya, tidak berdiam diri, membiarkan dirinya lemah, sementara
fitnah berputar dahsyat dan menyeret siapa saja yang lemah keimananannya.
Apabila seseorang
terjatuh dalam kemaksiatan hendaknya segera bangkit agar tidak terseret kepada
tempat yang lebih dalam sehingga dirinya binasa oleh
kemaksiatan-kemaksiatannya.
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ, وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.
“Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengumpuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.” (QS Al-Imran [3]:135).
Orang yang waspada
tidak sama dengan orang yang terlena, sehingga ketika muncul fitnah maka
keimanan yang benar ini akan menjadi perisai bagi dirinya.
Banyak disebutkan di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah bagaimana kisah ashabul kahfi, kisah nabi
Ibrahim alaihi sallam, kisah ashabul uhdud (orang-orang yang di bakar di
parit), Abu Muslim al-Khaulani dan sangat banyak lagi, karena kejujuran imannya
kepada Allah ta’ala, Allah memberikan keselamatan kepada mereka dari
berbagai macam fitnah tersebut.
Demikian pula ketika
munculnya Dajjal, orang yang tulus keimanannya akan diselematkan.
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda tentang dajjal:
إِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ
كَ فَ رَ، يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ مِنْ أُمِّيٍّ وَكَاتِبٍ - يَعْنِي
الدَّجَّالَ.
“Sesungguhnya
diantara kedua matanya tertulis ka fa ra’ yang akan di baca setiap mu’min dari
umatku yakni dajjal.” (HR Ibnu Hibban 6794, dan di shahihkan syaikh Al
Bani As Shahihah 2457).
4. Bersegera di Dalam Beramal
Shalih.
Tak seorangpun yang
mengetahui bagaimana akhir kehidupannya, begitupula fitnah yang terus melanda,
oleh karena itu hendaknya bersegera untuk beramal shalih.
Allah ta’ala berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ.
“Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran[3]:
133).
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ
الْمُتَنَافِسُونَ.
“Dan
untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthafifin
[83]:26).
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ
الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي
مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا.
“Bersegeralah beramal
sebelum munculnya fitnah yang datang bagaikan potongan-potongan malam yang
gelap, seseorang dipagi harinya beriman dan disorenya telah menjadi kafir, atau
sorenya masih beriman dan pagi harinya telah menjadi kafir, menjual agamanya dengan
gemerlap dunia. “ (HR. Muslim 118,
Tirmidzi 2195, Ahmad 8016).
5. Beramar Ma’ruf Dan Nahi Mngkar.
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً.
“Dan takutlah
fitnah(bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim diantara kalian
saja secara khusus.” (QS.Al-Anfal [8]:25).
Abu Bakar berkata
: “Hai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, tetapi kalian
menempatkan pengertiannya bukan pada tempat yang sebenarnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ.
“Hai orang-orang yang
beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk..” (QS
Al-Amaidah[5]:105).
Dan sesungguhnya aku
(Abu Bakar radiallahu ‘anhu) pernah mendengar Rasulullah Sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat
perkara munkar; lalu mereka tidak mencegahnya, maka dalam waktu yang dekat
Allah ta’ala akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka semua.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Maidah[5]:105).
Zainab bnti
Jahsyi bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ, قَالَ:
نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.
“Apakah kami akan
binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab,
“Benar, apabila kemaksiatan telah merajalela.” (HR Bukhari 3346, Muslim
2880).
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ, فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ, وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.
“Barangsiapa yang
melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia
tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka
dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR
Muslim 49, Ahmad 11876, Ibnu Majah 4013).
Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
فَلَا بُدَّ مِنْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ: الْعِلْمُ؛ وَالرِّفْقُ؛ وَالصَّبْرُ؛ الْعِلْمُ
قَبْلَ الْأَمْرِ وَالنَّهْيُ؛ وَالرِّفْقُ مَعَهُ وَالصَّبْرُ بَعْدَهُ.
“Hendaknya (orang yang amal ma’ruf nahi mungkar) harus ada tiga hal ini:
Ilmu,
Kelembutan dan kesabaran. Ilmu sebelum melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
kelembutan saat melakukannya, dan kesabaran setelahnya." (Majmu’ Fatawa 28/137).
Berilmu agar kita
mengetahui dengan benar bahwa hal itu benar-benar mungkar, melakukan dengan
lemah lembut, karena hawa nafsu berat untuk tunduk kepada kebenaran apa lagi
caranya yang kasar dan srampangan, agar bersabar jangan sampai setelah amal
ma’ruf nahi mungkar dirinya justru tidak sabar dan jatuh di dalam kemungkaran.
6. Memegang Sunnah Dengan Kuat.
Al Irbadh bin Sariah
radhiallahuanhu berkata:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ
مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ, فَقَالَ قَائِلٌ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا, فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami pada suatu hari,
kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasihat yang sangat
menyentuh. Air mata menetes karena nasihat itu dan hati pun menjadi takut
karenanya. Lalu seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah
nasihat dari orang yang hendak berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan
kepada kami?” Beliau pun bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa
kepada Allah, dan mendengar serta taat (kepada pemimpin), meskipun ia seorang
budak Habasyi. Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup
sepeninggalku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas
kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat
petunjuk dan lurus. Berpeganglah teguh dengannya dan gigitlah ia dengan gigi
geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru (dalam agama),
karena setiap perkara baru adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud 4607, Ad-Darimi 96,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 2455).
Imam Malik rahimahullah
berkata:
السُّنَّةُ سَفِينَةُ نُوحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا
غَرِقَ.
“Sunnah itu
bagaikan bahtera Nuh, barang siapa yang menaikinya dia akan selamat barang
siapa yang tertinggal maka akan tenggelam” (Majmu’ Fatawa 4/57, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah).
Fitnah bid’ah telah
merebak di mana-mana barang siapa ingin selamat hendaknya berpegang dengan
Sunnah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga para
sahabatnya.
Allah ta’ala berfirman
mengancam orang-orang yang menyelisihi Rasul-Nya sallallahu ‘alaihi wa
sallam:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
“Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur[24]:63).
Al-Hafizh Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Maksud menyelisihi perintah Rasulullah
sallallahu ‘alahi wa sallam, jalannya, manhajnya, thariqahnya,
sunnahnya, dan syariatnya, Maka dari itu, semua ucapan dan
perbuatan wajib ditimbang dengan ucapan dan perbuatan beliau sallallahu ‘alaihi
wa sallam, apabila sesuai dengan ucapan dan perbuatan beliau, diterima, dan
apabila berbeda atau menyelisihinya, tertolak dan kembali kepada pengucap dan
pelakunya, siapa pun dia.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Nur[24]: 63).
7.
Menjauhi Dai-Dai Yang Sesat.
Diantara kemuliaan generasi awal umat ini selain
mengajarkan kebaikan juga menjelaskan keburukan agar tidak terjerumus di dalam
kesesatan, Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyalahu ‘anhu beliau
berkata :
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَ كُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ
مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ أِنَّا كُنَّا فِي
جَاهِلِيَّةٍ وَشَرِّ فَجَاءَنَااللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا
الْخَيْرِ شَرِّ قَالَ نَعَمْ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرِ
قَالَ نَعَمْ وَفِيْهِ دَخَنٌ قَلْتُ وَمَادَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّوْنَ
بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ فَقُلْتُ
هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرِّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ
اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ
بِأَلْسِنَتِنَا قثلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَمَاتَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ
قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلُ تِلكَ الْفِرَقَ
كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ
وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Dahulu manusia
bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkaan aku bertanya kepada
beliau tentang keburukan karena kuatir hal itu menimpaku” Aku bertanya : “Wahai
Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan keburukan lalu Allah
mendatangkan kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini akan datang keburukan?”
Beliau berkata : “Ya” Aku bertanya : “Apakah setelah keburukan ini akan datang
kebaikan?” Beliau menjawab : “Ya, tetapi didalamnya ada asap”.
Aku bertanya : “Apa asapnya itu ?” Beliau menjawab : “Suatu kaum yang mengambil
tuntunan selain dari tuntunanku, dan mengambil petunjuk kepada selain
petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan mengingkarinya” Aku
bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?” Beliau
menjawab :”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam,
barangsiapa yang mengikuti seruannya, mereka akan menjerumuskannya ke dalam
neraka”
Aku bertanya : “Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?”
Beliau menjawab : “ Suatu kaum yang kulit-kulit mereka seperti kulit kita, dan
berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya: “Apa yang engkau perintahkan
kepadaku jika aku mendapatkan keadaan seperti ini” Beliau menjawab : “Peganglah
erat-erat jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.” Aku bertanya : “Bagaimana
jika tidak ada imam dan jama’ah kaum muslimin?” Beliau menjawab :”Tinggalkan
semua kelompok-kelompok itu, walaupun engkau menggigit akar pohon hingga ajal
mendatangimu.” (HR. Bukhari 3606, 7084, Muslim 1847).
8.
Hendaknya Bersikap Tenang Tidak Tergesa-Gesa.
Fitnah menjadikan
suasana kemelut, seakan seperti angin puting beliung berputar dahsyat dan
menarik siapa saja yang tidak punya akar yang kuat, orang-orang yang tidak
punya ilmu akan tergesa-gesa dan akhirnya mudah terseret dan larut kedalam
fitnah, karena memang manusia itu diciptakan memiliki sifat tergesa-gesa.
Allah ta’ala berfirman:
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ.
“Manusia telah
dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.” (Al-Anbiyaa’ [21] :37).
Di saat seperti itu
dibutuhkan ketenangan, sehingga mudah mengetahui hakekat sesuatu. Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ,
وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ.
“Ketenangan datangnya
dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Thabrani
2358, Baihaqi 3244, Syaikh al-Albani menghasankan di dalam Ash-Shahihah
1795).
سَتَكُونُ فِتَنٌ القَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ
القَائِمِ, وَالقَائِمُ
فِيهَا خَيْرٌ مِنَ المَاشِي, وَالمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي, مَنْ
تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ, فَمَنْ وَجَدَ مِنْهَا مَلْجَأً, أَوْ
مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ.
“Kelak akan ada fitnah-fitnah
dimana di dalamnya orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang
berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik
daripada yang berusaha (dalam fitnah). Siapa yang menghadapi kekacauan tersebut
maka hendaknya dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali atau
tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung.” (HR. Al-Bukhari
3601, 7081, Muslim 2886).
سَتَكُوْنُ فِتَنٌ وَفِرْقَةٌ فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ
فَاكْسِرْ سَيِفَكَ وَاتَّخِذْ سَيْفاً مِنْ خَشَبٍ.
“Kelak akan ada
banyak kekacauan dan perpecahan. Jika sudah seperti itu maka patahkanlah
pedangmu dan pakailah pedang dari kayu.” (HR. Ahmad 20622, di hasankan
Syaikh al-Arnaut di dalam Ibnu Majah 3960).
9. Tabayyun (Menganalisa Setiap
Berita Yang Sampai).
Setiap muslim
hendaknya mencari kejelasan setiap informasi, baik masalah pribadi ataupun
menyangkut kepentingan umum.
Allah ta’ala telah
memberikan tuntunannya di dalam kitab suci-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ
بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا.
“Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti…” (QS. Al-Hujurat [49]: 6).
Ibnu Katsir
rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan
untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi
berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.”
10.
Kembali Kepada Ulama.
Ulama merupakan
orang yang paling memahami fitnah, mereka menelaah berita-berita di
dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga
luas pengetahuannya dan berhati-hati di dalam sikapnya, mereka akan segera
memahami tanda-tanda penyimpangan yang terjadi, karena tanda-tanda fitnah tidak
akan jauh berbeda sebagaimana sebuah ungkapan:
مَا أَشْبَهَ
الْيَوْمَ بِالْبَارِحَةِ
"Alangkah
persisnya hari ini dengan kemarin" (Al-Mushannaf
fi al-Hadis wa
al- Atsar 35508, Ibnu Abi Syaibah).
Dari ‘Amr bin Yahya, dari
ayahnya, dari kakeknya, ia berkata:
كُنَّا جُلُوسًا بِالْمَسْجِدِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مَسْعُودٍ فَجَاءَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ فَقَالَ: أَخْرَجَ عَلَيْكُمْ
عَبْدُ اللَّهِ بَعْدُ قُلْنَا: لَا فَجَلَسَ مَعَنَا حَتَّى جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ
فَقَامَ إِلَيْهِ أَبُو مُوسَى فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ
الرَّحْمَنِ رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ وَلَمْ
أَرَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ إِلَّا خَيْرًا . قَالَ: فَمَا هُوَ قَالَ: إِنْ
عِشْتَ فَسَتَرَاهُ قَالَ: رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا
وَفِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُلٌ وَفِي أَيْدِيهِمْ حَصًى فَيَقُولُ: كَبِّرُوا
مِائَةً فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً فَيَقُولُ: هَلِّلُوا مِائَةً فَيُهَلِّلُونَ
مِائَةً وَيَقُولُ: سَبِّحُوا مِائَةً فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً . قَالَ: فَمَاذَا قُلْتَ لَهُمْ, قَالَ: مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ أَوْ
أَمْرِكَ . قَالَ: أَفَلَا
أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لَا يَضِيعَ
مِنْ حَسَنَاتِهِمْ شَيْءٌ, ثُمَّ مَضَى وَمَضَيْنَا مَعَهُ
حَتَّى أَتَى حَلَقَةً مِنْ تِلْكَ الْحِلَقِ فَوَقَفَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ: مَا
هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَصًى
نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ . قَالَ: فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ
فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا
أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ! هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ
أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ . قَالُوا: وَاللهِ يَا أَبَا
عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلَّا الْخَيْرَ . قَالَ: وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ
لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ.
"Kami
sedang duduk di masjid sebelum Abdullah bin Mas‘ud datang kepada kami. Lalu
datanglah Abu Musa Al-Asy‘ari seraya berkata: 'Apakah Abdullah bin Mas‘ud sudah
keluar menemui kalian?' Kami menjawab: 'Belum.' Lalu ia pun duduk bersama kami
hingga datanglah Abdullah bin Mas‘ud.
Maka
Abu Musa Al-Asy‘ari berdiri dan berkata kepadanya: 'Wahai Abu Abdurrahman, aku
tadi melihat sesuatu di masjid yang aku ingkari, namun alhamdulillah aku tidak
melihat selain kebaikan.'
Abdullah
berkata: 'Apakah itu?' Abu Musa menjawab: 'Kalau engkau hidup, pasti engkau
akan melihatnya.' Lalu ia berkata: 'Aku melihat di masjid suatu kaum yang duduk
dalam lingkaran-lingkaran, di setiap lingkaran ada seseorang memimpin mereka,
di tangan mereka ada kerikil. Orang itu berkata: "Bertakbirlah seratus
kali!" Maka mereka bertakbir seratus kali. Lalu ia berkata:
"Bertasbihlah seratus kali!" Maka mereka bertasbih seratus kali. Lalu
ia berkata: "Bertahlillah seratus kali!" Maka mereka bertahlil seratus
kali.' Abdullah bin Mas‘ud berkata: 'Apa yang kamu katakan kepada mereka?' Abu
Musa menjawab: 'Aku tidak mengatakan apa-apa, aku menunggumu untuk mengetahui
pendapatmu atau perintahmu.' Lalu Abdullah bin Mas‘ud berkata: 'Mengapa engkau
tidak memerintahkan mereka untuk menghitung dosa-dosa mereka saja, dan aku
jamin pahala mereka tidak akan hilang sedikit pun?' Kemudian kami pun berangkat
bersama beliau hingga sampai ke salah satu halaqah itu. Abdullah bin Mas‘ud
berdiri di hadapan mereka dan berkata: 'Apa ini yang aku lihat sedang kalian
lakukan?' Mereka menjawab: 'Wahai Abu Abdurrahman, ini hanyalah kerikil-kerikil
yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil, dan tasbih.' Beliau berkata:
'Hitunglah saja dosa-dosa kalian, aku jamin tidak ada dari kebaikan kalian yang
akan hilang. Celakalah kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepat kalian menuju
kebinasaan! Para sahabat Nabi kalian masih banyak yang hidup, baju beliau belum
usang, bejana-bejana beliau belum pecah. Demi Dzat yang jiwaku ada di
tangan-Nya, sungguh kalian berada di atas ajaran yang lebih baik dari ajaran
Muhammad atau kalian adalah pembuka pintu kesesatan!'
Mereka
berkata: 'Demi Allah wahai Abu Abdurrahman, kami tidak menginginkan kecuali
kebaikan. Beliau berkata: 'Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun
tidak mendapatkannya. (HR. Ad-Darimi 210).
Dari Bisyr bin Amru,
dia berkata:
شَيَّعْنَا ابْنَ مَسْعُودٍ حِينَ خَرَجَ , فَنَزَلَ فِي
طَرِيقِ الْقَادِسِيَّةِ فَدَخَلَ بُسْتَانًا , فَقَضَى الْحَاجَةَ ثُمَّ
تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى جَوْرَبَيْهِ ثُمَّ خَرَجَ وَإِنَّ لِحْيَتَهُ
لَيَقْطُرُ مِنْهَا الْمَاءُ , فَقُلْنَا لَهُ: اعْهَدْ إِلَيْنَا فَإِنَّ
النَّاسَ قَدْ وَقَعُوا فِي الْفِتَنِ وَلَا نَدْرِي هَلْ نَلْقَاكَ أَمْ لَا ,
قَالَ: اتَّقُوا اللَّهَ وَاصْبِرُوا حَتَّى يَسْتَرِيحَ بَرٌّ أَوْ يُسْتَرَاحَ
مِنْ فَاجِرٍ , وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّةَ
مُحَمَّدٍ عَلَى ضَلَالَةٍ.
“Kami mengikuti Ibnu
Mas’ud, tatkala dia keluar menuju Qadisiyah,lantas dia masuk ke kebun
menunaikan hajatnya, dia berwhudu dan mengusap di atas kaos kakinya, kemudian
dia keluar sementara tetesan air wudhu membasahi janggutnya. Kami berkata:
berikanlah pada kami wasiat, sebab manusia telah terjebak dalam fitnah dan kami
tidak tau apakah bisa bertemu kembali denganmu atau tidak. Beliau berkata:
bertakwalah pada Allah dan bersabarlah hingga orang-orang yang baik akan
beristirahat(wafat) dari orang jahat atau manusia di istirahatkan dari mereka
(dengan mematikan orang yang fasiq), dan hendaklah kalian mengkuti jama’ah
sebab Allah tidak akan mengumpulkan ummat Muhammad di atas kesesatan.” (HR.
Ibnu Abi Syaibah 37192 dishahihkan Syaik al-Albani di dalam Dzilalul Jannah
85).
Demikianlah bekal menghadapi
fitnah ini, semoga Allah ta’ala menyelamatkan kita semua dari berbagai fitnah.
Aamiin
-----000-----
Sragen 13-05-2023
Di susun oleh Abu
Ibrahim Junaedi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar