Oleh Abu Ibrahim.
Seiring
datangnya bulan Ramadhan kembali kaum muslimin di sana sini terjadi kericuhan
di sebabkan perbedaan permulaan di dalam menentukan awal bulan Ramadhan semua
tidak lain karena akan berakhir di dalam menentukan ‘idul fitri yang terjadi
diantara mereka. Tentunya kita bertanya pada diri kita bagaimana sikap seorang muslim yang benar dalam
masalah ini??
Sebelum saya mulai lebih
dalam ke materi ini saya menghimbau agar kita mensikapi permasalahan ini dengan arif dan bijaksana, meninggalkan semua
bentuk fanatisme golongan atau kelompok dan mengedepankan apa yang menjadi
dasar dan pijakan kita yaitu Al Qur’an dan Sunnah yang shahih. Rasulullah` menjamin orang-orang yang berpegang dengan Al Qur’an dan hadist
akan selamat dari penyimpangan.
تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما : كتاب الله و سنتي و لن يتفرقا حتى يردا
علي الحوض
قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) صحيح الجامع الصغير
Telah berkata Rasulullah ` : “Aku tinggalkan bagi kalian dua
perkara yang kalian tidak akan tersesat apa bila berpegang teguh pada keduanya,
yaitu kitab Allah dan Sunnahku. Dan
keduanya tidak akan terpisahkan hingga keduanya menghantarkan aku ke telaga
surga” [1]
Permasalahan menentukan masuknya bulan Ramadhan sebenarnya tidak asing
di kitab-kitab fiqih yang telah di jelaskan para ulama’ hanya saja sangat di
sayangkan kaum muslimin saat ini mereka banyak yang tidak mengetahui warisan
dari para ulama yang menjelaskan masalah ini.
Sehingga tatkala mereka di hadapkan permasalahan dan perbedaan yang
terjadi pada umat kebanyakan mereka hanya taklid pada organisasinya, atau
mencari pendapat yang paling ringan kemudian di ikuti tanpa melihat benar
ataupun salah pendapat tersebut. Padahal
dalam masalah agama ini telah menjelaskan dengan rinci untuk menentukan
bulan Ramadhan yaitu ada dua cara:
- Dengan melihat hilal.
Allah l berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
…barangsiapa
di antara kamu menyaksikan bulan itu,
Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, QS. Al Baqoroh:184
- Dengan menyempurnakan tiga puluh hari.
Apa bila di jumpai malam ke dua Sembilan
belum muncul agama ini memerintahkan dengan menyempurnakan bilangan Sya’ban
dengan tiga puluh hari. Dan agar tidak ragu-ragu karena bulan tidak lebih dari
tiga puluh hari.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ
غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ.
Dari Abu
Hurairahzbahwasanya
Rasulullah` bersabda: “ berpuasalah kalian
jika melihat hilal dan berbukalah jika kalian melihatnya jika terhalang oleh
kalian maka sempurnakanlah hitungannya.[2]
Dari sini kita mengetahui organisasi
manapun yang berani menentukan jauh-jauh sebelum masuknya bulan Ramadhan mereka
hakekatnya telah menyelisihi ayat dan hadis Rasulullah
` yang mulya ini. Walaupun mereka
yakin dengan ke akuratan hitungan mereka, akan tetapi berhukum dengan hukum
asal(melihat bulan atau ru’yah) adalah wajib sedangkan selainnya hanyalah
sebagai alat bantu saja, para ulama melarang alat bantu ini di jadikan penentu
utama dan meninggalkan hadis Rasulullah`. Allahl berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى
فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang mentaati Rasul
itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
An-Nisaa: 80.
Islam tidak menolak kemajuan jaman
tetapi islam memberikan solusi yang paling mudah yang bisa di jangkau oleh
semua manusia. Seperti halnya waktu shalat dzuhur misalnya dengan di di lihat jika
matahari telah tergelincir, Asar jika bayangan benda lebih panjang dari
bendanya ….. dan lain sebagainya, ini adalah hukum yang utama dan di ajarkan
Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah`, mudah di mengerti oleh manusia, namun tatkala
jadwal-jadwal di buat paten dan orang tak mau lagi melihat hukum secara asal, saat jadwal yang di buat manusia berbeda dari hukum asalnya(sesuai
dengan Sunnah yang di ajarkan Rasulullah`) mereka ramai-ramai menolak hadis-hadis yang menjelaskan
tentang waktu shalat.
Demikian pula hukum yang berkaitan
dengan penentuan masuknya bulan Ramadhan orang banyak lebih suka menentukan
dengan hisab padahal sering sekali hisab satu dengan yang lainya berbeda,
termasuk masing-masing organisasi-organisasi besar. mereka sama-sama punya tim hisab tetapi
tetap saja tidak ketemu hendaknya mereka menyadari dan mengambil hikmah dari
semua itu dan kembali kepada metode Salaful (pendahulu) umat ini.
Islam tidak menolak kemajuan jaman asalkan
kita bisa mendudukan pada tempatnya seperti halnya jika kemarin di ketahui masuknya waktu shalat
lebih lima menit dari jadwal yang ada maka saat mendung matahari tidak nampak
kita bisa melihat jadwal dengan menambahkan lima menit sebagaimana kemarin, sehingga
demikian ini bermanfaat..
Orang yang mendahulukan hisab dan
meninggalkan ru’yah secara tidak langsung telah menyelisihi firman Allahl:
. وَمَا ءَاتَ كُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa saja
yang datang dari Rasul maka ambillah dan apa saja yang kalian di larang maka
tinggalkanlah” QS.59
Al Hasyr:7
Allah` juga berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“ Hai
orang-orang yang beriman janganlah kalian mendahului Allah dan RasulNya
bertakwalah kalian sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui. QS.49.Al Hujraat:1
Dalam masalah apapun seorang muslim di tuntut untuk menerima
secara mutlak dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah tidak boleh meninggalkan
keduanya hanya semata-mata mengikuti selainnya oleh karena itu imam Syafi’i rahimakumullah berkata:
( أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلى الله
عليه و سلم لم يحل له أن يدعها لقول أحد ) . ( الفلاني ص 68 )
“Kaum muslimin telah sepakat bahwasanya
barang siapa telah jelas sunnah dari Rasulullah` tidak halal baginya
meninggalkan sunnah tersebut hanya semata-mata mengikuti pendpat seseorang.”[3]
Adapun orang-orang yang berhujah
dengan firman Allahl:
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا
عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ
يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang Mengetahui. QS.10. Yunus:5
Jika
kita melihat tafsir para ulama tak seorangpun Ahli tafsir yang mengambil dalil ini untuk
menjadikan dasar sebagai penentu atau hisab untuk menentukan masuknya bulan
Ramadhan. Terlebih ada keterangan yang jelas dari Rasulullah` tentang keharusan
menentukan masuknya bulan ramadhan agar
dengan melihat bulan. Orang-orang yang mendahulukuan hisab terkadang
orang-orang tersebut memiliki kepentingan untuk mengangkat kelompoknya demikian
ini sangat berbahaya yang dapat berakibat merusak persatuan kaum muslimin pada hari raya dan menanamkan benih perpecahan dan
kebencian di antara kaum muslimin.
Oleh karena itu Allah` berfirman di ayat yang
lain diantara tujuan keberadaan bulan:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ
لِلنَّاسِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah:
“Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadat) haji.” (QS. 2.Al Baqarah: 189)
Adapun
perbedaan masuknya Ramadhan dari negeri satu dengan negeri lainya ini tidak
mengapa karena demikian pernah juga terjadi di masa para sahabat.
أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ
الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ
فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ
فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي
آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَقُلْتُ
رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ
وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ
لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى
نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ
مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Bahwasanya umu fadhil mengutusnya
(seseorang) kepada Muawiyah di Syam dia berkata “ aku sampai di Syam dan menunaikan
keperluan umu Fadhil sayapun masuk bulan Ramadhan sedang saya berada di Syam
saya melihat hilal pada malam jum’at, kemudian saya sampai di Madinah di akhir
bulan saya bertanya kepada ‘Abdullah Ibnu Abbas, kemudian dia menyebutkan
hilal, dia pun berkata “ kapan kamu melihat hilal?” saya pun menjawab “kami
melihat pada malam jum’at” dia berkata “kamu melihatnya?” aku menjawab “ benar dan manusia melihatnya
merekapun berpuasa dan Muawiyah pun berpuasa, dia berkata “akan tetapi kami melihatnya pada
malam sabtu kami berpuasa sampai kami menyempurnakan tiga puluh atau kami
melihatnya” aku berkata tidakkah mencukupi melihat hilalnya Muawiyah dan
puasanya?” dia menjawab “ tidak demikianlah kami di perintahkan Rasulullah`.[4]
Oleh
karena itu ulama memfatwakan tentang kewajiban kaum muslimin mengikuti rukyahnya
di mana kaum muslimin berpuasa dan berhari raya bersama-sama.[5]
Semoga
Allah memberi kepahaman bagi kaum muslimin tentang masalah ini dan melindungi
mereka dari niat buruk orang yang tidak memahami akibat yang mereka perbuat.
Amin
[1] Hadist ini di sahihkan
SYaikh Al Bani di Sohih Al-Jami’(2937)
2 H.R Bukhari (1810) Muslim(1881)
[3]
“SIFAT SHALAT NABI” Oleh Syaih Al Bani di ambil dari Ibnul Qoyim 2/361 Al
Fallani 68
[4]
Muslim (1087) Sunan Tirmidzi Maktabah Syamilah(629) Abu Daud Maktabah Syamilah (810)
[5]
[Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan dari kitab “Al Muntaqa Min Fatawa Asy Syaikh
al Fauzan”]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar