Senin, 16 Juli 2012

SOLUSI DALAM MENGATASI POLEMIK DATANGNYA BULAN RAMADHAN






Oleh Abu Ibrahim.
           Seiring datangnya bulan Ramadhan kembali kaum muslimin di sana sini terjadi kericuhan di sebabkan perbedaan permulaan di dalam menentukan awal bulan Ramadhan semua tidak lain karena akan berakhir di dalam menentukan ‘idul fitri yang terjadi diantara mereka. Tentunya kita bertanya pada diri kita bagaimana sikap seorang muslim yang benar dalam masalah ini??
 Sebelum saya mulai lebih dalam ke materi ini saya menghimbau agar kita mensikapi permasalahan ini  dengan arif dan bijaksana, meninggalkan semua bentuk fanatisme golongan atau kelompok dan mengedepankan apa yang menjadi dasar dan pijakan kita yaitu Al Qur’an dan Sunnah yang shahih. Rasulullah` menjamin orang-orang yang berpegang dengan Al Qur’an dan hadist akan selamat dari penyimpangan.
 تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما : كتاب الله و سنتي و لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
 قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) صحيح الجامع الصغير
Telah berkata Rasulullah ` : “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apa bila berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnahku.  Dan keduanya tidak akan terpisahkan hingga keduanya menghantarkan aku ke telaga surga” [1]
  Permasalahan menentukan masuknya bulan Ramadhan sebenarnya tidak asing di kitab-kitab fiqih yang telah di jelaskan para ulama’ hanya saja sangat di sayangkan kaum muslimin saat ini mereka banyak yang tidak mengetahui warisan dari para ulama yang menjelaskan masalah ini.  Sehingga tatkala mereka di hadapkan permasalahan dan perbedaan yang terjadi pada umat kebanyakan mereka hanya taklid pada organisasinya, atau mencari pendapat yang paling ringan kemudian di ikuti tanpa melihat benar ataupun salah pendapat tersebut.  Padahal dalam masalah agama ini telah menjelaskan dengan rinci untuk menentukan bulan Ramadhan yaitu ada dua cara:
  1. Dengan melihat hilal.
Allah l berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
barangsiapa di antara kamu menyaksikan  bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, QS. Al Baqoroh:184

  1. Dengan menyempurnakan tiga puluh hari.
Apa bila di jumpai malam ke dua Sembilan belum muncul agama ini memerintahkan dengan menyempurnakan bilangan Sya’ban dengan tiga puluh hari. Dan agar tidak ragu-ragu karena bulan tidak lebih dari tiga puluh hari.
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ.
Dari Abu Hurairahzbahwasanya Rasulullah` bersabda: “ berpuasalah kalian jika melihat hilal dan berbukalah jika kalian melihatnya jika terhalang oleh kalian maka sempurnakanlah hitungannya.[2]
            Dari sini kita mengetahui organisasi manapun yang berani menentukan jauh-jauh sebelum masuknya bulan Ramadhan mereka hakekatnya telah menyelisihi ayat dan hadis Rasulullah ` yang mulya ini. Walaupun mereka yakin dengan ke akuratan hitungan mereka, akan tetapi berhukum dengan hukum asal(melihat bulan atau ru’yah) adalah wajib sedangkan selainnya hanyalah sebagai alat bantu saja, para ulama melarang alat bantu ini di jadikan penentu utama dan meninggalkan hadis Rasulullah`.  Allahl berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. An-Nisaa: 80.
Islam tidak menolak kemajuan jaman tetapi islam memberikan solusi yang paling mudah yang bisa di jangkau oleh semua manusia. Seperti halnya waktu shalat dzuhur misalnya dengan di di lihat jika matahari telah tergelincir, Asar jika bayangan benda lebih panjang dari bendanya ….. dan lain sebagainya, ini adalah hukum yang utama dan di ajarkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah`, mudah di mengerti oleh manusia, namun tatkala jadwal-jadwal di buat paten dan orang tak mau lagi melihat hukum secara asal,  saat jadwal yang di buat manusia berbeda dari hukum asalnya(sesuai dengan Sunnah yang di ajarkan Rasulullah`) mereka ramai-ramai menolak hadis-hadis yang menjelaskan tentang waktu shalat.
Demikian pula hukum yang berkaitan dengan penentuan masuknya bulan Ramadhan orang banyak lebih suka menentukan dengan hisab padahal sering sekali hisab satu dengan yang lainya berbeda, termasuk masing-masing organisasi-organisasi besar. mereka sama-sama punya tim hisab tetapi tetap saja tidak ketemu hendaknya mereka menyadari dan mengambil hikmah dari semua itu dan kembali kepada metode Salaful (pendahulu) umat ini.
Islam tidak menolak kemajuan jaman asalkan kita bisa mendudukan pada tempatnya seperti halnya  jika kemarin di ketahui masuknya waktu shalat lebih lima menit dari jadwal yang ada maka saat mendung matahari tidak nampak kita bisa melihat jadwal dengan menambahkan lima menit sebagaimana kemarin, sehingga demikian ini bermanfaat..
Orang yang mendahulukan hisab dan meninggalkan ru’yah secara tidak langsung telah menyelisihi firman Allahl:
  . وَمَا ءَاتَ كُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa saja yang datang dari Rasul maka ambillah dan apa saja yang kalian di larang maka tinggalkanlah” QS.59 Al Hasyr:7
Allah` juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendahului Allah dan RasulNya bertakwalah kalian sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui. QS.49.Al Hujraat:1
Dalam masalah apapun seorang muslim di tuntut untuk menerima secara mutlak dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah tidak boleh meninggalkan keduanya hanya semata-mata mengikuti selainnya oleh karena itu imam Syafi’i rahimakumullah berkata:
( أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلى الله عليه و سلم لم يحل له أن يدعها لقول أحد ) . ( الفلاني ص 68 )
Kaum muslimin telah sepakat bahwasanya barang siapa telah jelas sunnah dari Rasulullah` tidak halal baginya meninggalkan sunnah tersebut hanya semata-mata mengikuti pendpat seseorang.”[3]
           
            Adapun orang-orang yang berhujah dengan firman Allahl:
 هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui. QS.10. Yunus:5
           
Jika kita melihat tafsir para ulama tak seorangpun Ahli tafsir yang mengambil dalil ini untuk menjadikan dasar sebagai penentu atau hisab untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan. Terlebih ada keterangan yang jelas dari Rasulullah` tentang keharusan menentukan masuknya bulan ramadhan  agar dengan melihat bulan. Orang-orang yang mendahulukuan hisab terkadang orang-orang tersebut memiliki kepentingan untuk mengangkat kelompoknya demikian ini sangat berbahaya yang dapat   berakibat merusak persatuan kaum muslimin pada hari raya dan menanamkan benih perpecahan dan kebencian di antara kaum muslimin.

Oleh karena itu Allah` berfirman di ayat yang lain diantara tujuan keberadaan bulan:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ
Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. 2.Al Baqarah: 189)
Adapun perbedaan masuknya Ramadhan dari negeri satu dengan negeri lainya ini tidak mengapa karena demikian pernah juga terjadi di masa para sahabat.

أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ  لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bahwasanya umu fadhil mengutusnya (seseorang) kepada Muawiyah di Syam dia berkata “ aku sampai di Syam dan menunaikan keperluan umu Fadhil sayapun masuk bulan Ramadhan sedang saya berada di Syam saya melihat hilal pada malam jum’at, kemudian saya sampai di Madinah di akhir bulan saya bertanya kepada ‘Abdullah Ibnu Abbas, kemudian dia menyebutkan hilal, dia pun berkata “ kapan kamu melihat hilal?” saya pun menjawab “kami melihat pada malam jum’at” dia berkata “kamu melihatnya?”  aku menjawab “ benar dan manusia melihatnya merekapun berpuasa dan Muawiyah pun berpuasa,  dia berkata “akan tetapi kami melihatnya pada malam sabtu kami berpuasa sampai kami menyempurnakan tiga puluh atau kami melihatnya” aku berkata tidakkah mencukupi melihat hilalnya Muawiyah dan puasanya?” dia menjawab “ tidak demikianlah kami di perintahkan Rasulullah`.[4]

Oleh karena itu ulama memfatwakan tentang kewajiban kaum muslimin mengikuti rukyahnya di mana kaum muslimin berpuasa dan berhari raya bersama-sama.[5]

Semoga Allah memberi kepahaman bagi kaum muslimin tentang masalah ini dan melindungi mereka dari niat buruk orang yang tidak memahami akibat yang mereka perbuat. Amin


[1] Hadist ini di sahihkan  SYaikh Al Bani  di Sohih Al-Jami’(2937)
2  H.R Bukhari (1810) Muslim(1881)

[3] “SIFAT SHALAT NABI” Oleh Syaih Al Bani di ambil dari Ibnul Qoyim 2/361 Al Fallani 68
[4] Muslim (1087) Sunan Tirmidzi Maktabah Syamilah(629) Abu Daud Maktabah Syamilah (810)
[5] [Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan dari kitab “Al Muntaqa Min Fatawa Asy Syaikh al Fauzan”]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...