Selasa, 12 Juli 2022

PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK DAN MENGOPTIMALKAN POTENSINYA

 


Anak merupakan amanah yang Allah berikan kepada kita, siapapun yang menyia-nyiakan amanah-Nya dia akan berdosa.

Begitu pula seorang ayah hendaknya menjaga keluarganya dari api neraka.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim[66]:6)

 Bagaimana kita menjaga keluarga kita dari api neraka …?

Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “ Hendaknya di ajarkan kepada mereka adab.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. At-Tahrim[66]:6)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، 

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.  (HR. Bukhari 2554, Muslim 1829)

Penting bagi orang tua di dalam memperhatikan hal-hal berikut ini:

1.    Mendidik agamanya, meliputi aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalah.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” ( QS. Lukman[31]:13)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ.

“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (HR Ahmad 6828, Abu Dawud 1692 An-Nasa’i 1072 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 1485)

Menyia-nyiakan anak, yang paling parah adalah membiarkannya begitu saja tanpa diberikan pendidikan dan tidak mengajarkannya adab Islam, terutama dalam masalah ini adalah tauhid, dimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menekankan hal ini, salah satu misal kepada anak pamannya yaitu Ibnu Abbas.

يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ.

“Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untaian kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 2516, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Tirmidzi 2043)

Ternyata pendidikan tauhid sejak dini memiliki faedah besar, dimana diantaranya seorang anak akan lebih siap dengan perbedaan dan kekurangan yang ada pada dirinya, baik sifatnya materi, maupun lainnya. 

2.  Memberi nafkah yang halal kepada anak-anak kita.

Mungkin sebagian orang menyangka materi kita “pendidikan anak ini tidak ada kaitannya dengan memberi nafkah, ini pandangan yang keliru, di mana para ulama menjelaskan tentang pentingnya memberi nafkah yang halal agar anak-anak kita menjadi orang yang shalih dan shalihah.

Dewasa ini banyak orang tua tak lagi memperhatikan penghasilan yang didapat, apakah halal atau haram.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”  (QS. Al Baqarah[2]:172) 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. Bukhari 2083)

Harta halal akan menjadikan sebuah keuarga di berkahi, mudahnya terkabul doa anak maupun orang tuanya.

3.  Menjadikan tujuan pendidikan untuk akhirat, bukan hanya dunia saja.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am[6]:162)  

مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.

“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu Majah 4105 dan di shahihkan syaikh Al Bani)

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.

“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari 6446 Muslim 1051)

Oleh karena itu ada istilah “ Tanam padi rumput akan ikut, tanam rumput padi tidak akan ikut.”

4.  Tidak cukup bagi orang tua hanya mencukupi materi saja.

Banyak orang tua memandang bila sudah memberi nafkah materi dianggap cukup, padahal tidak demikian, anak-anak kita membutuhkan kasih sayang, bimbingan dan peerhatian, sehingga mereka tumbuh sesuai yang kita harapkan, bila hal itu tidak di lakukan niscaya mereka akan menyepelekan.

Allah ta’ala berfiman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا.

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam[19]:59)

Memberikan kebutuhan sandang, pangan serta papan (rumah) itu adalah kebaikan jika kita mampu, tapi lebih dari itu, ada tanggung jawab moral yang besar untuk memberikan pendidikan yang layak, dan menjadikan anak-anak kita bagaimana mereka supaya menjadi orang-orang shalih dan bertaqwa, inilah yang paling penting.

Umar bin Abdul Aziz ketika mau meninggal di tanya, mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam kondisi tidak memiliki apa-apa? Dia berkata: 

اِنَّ وَلِيِّ َۧ اللّٰهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى

 الصّٰلِحِيْنَ

 "Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Alquran). Dia melindungi orang-orang saleh' (QS Al Araf [7]: 196).

Dikisahkan, setelah kematian Umar bin Abdul Aziz, anak-anaknya terlihat menghibahkan 80 kuda untuk kepentingan jihad. Berbeda dengan anak-anak Sulaiman bin Abdul Malik, yang meski diwarisi harta banyak, tetapi tetap saja meminta-minta ke anak-anak Umar bin Abdul Aziz. (Al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir)

Sebuah kisah bagaimana seorang anak jadi korban ketidak pahaman orang tua terhadap anaknya.

Dimana anak ini sering ditinggal ibu bapaknya hanya di serahkan kepada pebantunya, hatinya merasa kesal, hingga pada suatu hari mobil mewahnya di gores-gores dengan benda tajam, hal ini menjadikan orang tua marah sejadi-jadinya, anak pitupun di pukul berkali-kali sehingga akhirnya sakit, ketika di larikan kerumah sakit ternyata tidak lagi bisa tertolong, siapakah yang salah…? Tentu orang berakal akan tahu jawabanya.

5.  Pentingnya keteladanan orang tua kepada anak.

Sebagaimana apa yang dijelaskan para ulama bahwa peran orang tua sangat besar sekali dalam membentuk kepribadian anak-anaknya.

Oleh karena itu hendaknya orang tua berhati-hati dalam berinteraksi di depan anak-anaknya.

Jauhkan sifat-sifat tercela, seperti dusta, khianat, dendam, hasad, iri, dengki, kata-kata kasar, kotor, ingkar janji, memutus silaturahmi, dan perbuatan buruk lainnya.

 Apa yang disuguhkan kepada anak secara otomatis akan ditiru oleh anaknya.

Begitupula sikap istri kepada orang tua, dimana Sebuah kisah seorang ibu kejam kepada orang tuannya, anakpun akan meniru.

Hendaknya membiasakan yang baik pada anaknya, berkata jujur, menepati janji, amanah, berkata yang baik di depan mereka, senantiasa  mengajak kepada kebaikan, memberi contoh nyata, inilah yang akan direkam anak tersebut.

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ.

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman[55]:60)

Ada ungkapan yang mengatakan “ Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”

6.    Tidak menyamakan dalam hal kecerdasan kepada sesama anak.

Banyak orang tua yang mereka tidak memahami hal ini, sehingga ketika mendapatkan rapot anaknya baik mereka berlebihan dalam kasih sayang sebaliknya ketika mendapati rapot anak yang nilainya jelek membenci dan menguucilkan.

Kecerdasan anak itu berbeda-beda, sebagai orang tua hendaknya memotivasi dan mengoptimalkan kemampuan anak, di satu sisi jelek mungkin sisi yang lain baik, atau mungkin anak kita punya bakat terpendam yang butuh untuk diasah.

Ada satu kisah yang mengharukan di mana orang tua melihat rapot anaknya tidak baik kemudian berkata yang sangat berbahaya, “ Nggak usah pulang..!!” akhirnya anak tersebut tertabrak kendaraan dan meninggal dunia.

7.    Melatih anak untuk memiliki rasa tanggung jawab.

Sebagian orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita meskipun sesaat, biasa memanjakan anak, seperti ketika anak mendapat pekerjaan rumah, sebagian anak tidak pernah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena sudah di kerjakan ibunya, bahkan sebagian anak tidak mengetahui kalau dirinya dapat pekerjaan rumah. Yang benar dalam masalah ini, boleh saja orang tua membantu anaknya agar anak mampu berfikir dan melakukan tugasnya dengan baik.

Apabila semua tugas yang melakukan orang tua apa jadinya ketika anak mendapatkan soal serupa sementara juru kunci jawaban (ibu/atau bapaknya) di rumah, tentu akan menjadikan anak menderita mentalnya, dan juga terseret-seret dalam pelajaran akhirnya anak tersiksa dan trauma di dalam belajar.

8.    Melatih anak untuk memiliki sikap amanah.

Sebagai orang tua sekali waktu hendaknya memperhatikan sikap anaknya, dari tugas yang sepele seperti belanja, dan urusan yang berkaitan dengan uang, hendaknya anak dijelaskan adakalanya orang tua memberi, adalakalanya tidak memberi, tidak boleh anak mengambil upah sendiri setiap tugas yang diberikan.

Rusaknya masyarakat kita dimana ryiswah (menyuap) merajalela di masyarakat kita, bahkan sekalipun bertugas masih juga meminta uang pelicin, jelas ini berdosa.

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR. Ahmad 6532, Abu Dawud 3582, Tirmidzi, 1337, Hadits ini di shahih oleh syaikh Al-Albani)

Jangan sampai anak memiliki kebiasaan seperti itu, sehingga terbawa hingga dewasanya nanti.

9.    Memberikan hadiah disaat melakukan sesuatu yang besar.

Salah satu motivasi orang tua yaitu memberikan hadiah ketika anak mendapatkan keberhasilan atau melakukan sesuatu yang besar manfaatnya. Atau bisa juga dengan memberi daya tarik tersendiri, seperti siapa yang bisa hafal 1 juz ini dia akan mendapatkan ini atau bisa diajak kesini… siapa yang bisa menjawab pertanyyan ilmiah dia akan mendapat ini.. demikian kadang dapat memotivasi semangat anak untuk baca buku.

10.               Hendaknya di perhatikan teman-temannya.

Anak yang baik akan mempengaruhi kebaikan bagi anak kita, walaupun terkadang berat di terima, berbeda dengan teman yang buruk, seakan-akan memberi solusi ternyata mendorong dalam keburukan, oleh karena itu Allah perintahkan kita agar bersama orang-orang yang baik.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (At-Taubah[9]:119)

Banyak anak-anak jatuh korban akibat berteman dengan teman yang buruk dan pergaulan bebas, dari meninggal akibat minum oplosan, hingga berpesta sex naudzubillahi min dzalik.

Ibrahim al-Khawwash rahimahullah berkata:

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ.

“Penawar hati itu ada lima : membaca al-Qur’an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa-pen), qiyamul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih”. (Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi, hal. 107; Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth).

“Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat.” (HR. Abu Dawud, 4833;Tirmidzi, 2378. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 3545).

11.               Hendaknya satu pendapat di dalam mendidik anak-anaknya.

Banyak terjadi seorang ibu tidak rela jika anak di marah ayahnya, begitupula sebaliknya.

Jangan sampai orang tua bersilang pendapat di dalam mendidik anaknya, ayah marah kepada anak, kemudian meminta pembelaan kepada ibu, kemudian dibela, jangan sampai marah kepada ibu minta pembelaan ayah kemudian di bela, jika demikian justru orang tua akan di kuasai anaknya, bahkan bisa saja berantem antara suami dan istrinya gara-gara anaknya.

Jika terjadi kelainan pendapatan dengan suami maupun istri di selesaikan sendiri dengan bermusyawarah hingga mufakat, tanpa di sertai anak sehingga apabila ayah menasehati anaknya yang salah, anak mau mengakuai kesalahannya.

Allah ta’ala berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

 

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159).

 

12.               Suami istri hendaknya berdoa untuk kebaikan anaknya

Jangan putusasa meskipun melihat anak kita sedang berada pada posisi yang mungkin kurang baik, lakukan pendekatan selagi masih bisa, ajak anak kita berfikir positif sambil memohon kepada Allah agar anaknya menjadi anak yang shalih.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِه

Ada tiga doa yang mustajab tanpa diragukan lagi: doa orang yang terzalimi doa orang yang sedang safar doa orang tua kepada anaknya” (HR. At Tirmidzi 1905, dihasankan al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

Sebagai orang tua hendaknya menyadari bawa anak yang shalih merupakan aset yang besar dan tidak bisa disamakan denmgan dunia, bukan hanya membawa manfaat dunia tapi juga akhirat, oleh karena itu hendaknya jangan sampai dilepas begitu saja tanpa memberi manfaat apa-apa.

Ketika kita ameninggal pahala anak yang shalih akan mengalir terus setiap kebaikan yang dilakukan.

Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ.

“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Al Imran[3]:185)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).


Demikianlah semoga Allah menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih bermanfaat dunia maupun akhirat, aamiin ya Rabbal ‘alamin.

 

Sragen 12-07-2022.

Abu Ibrahim Junaedi Abdullah.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...