Soal 1.
Ngpntn
taz tolong mangke kajian ibu2 disampaikan.
1 .
Bekerja masuknya dg membayar uang dg
jumlah yg ditentukan dg alasan untuk admstrasi/ tanda terima kasih.
Jawab:
Jawaban soal 1.
Orang yang akan mendapatkan pekerjaan dengan cara membayar adalah
sama saja dengan menyuap. Dan ini hukumnya haram.
Dalilnya:
Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang
memberi suap dan yang menerima suap.”(HR Tirmidzi 1337, Ahmad 6532, Abu Dawud
3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5093).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي.
“Allah melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima
suap.” (HR. Ahmad 6984, Ibnu Majah 2313, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
Shahihul Jami’ 5114).
Uang risywah ( suap, sogok) adalah haram.
Sebagaimana uang haram lainnya, mencuri, menipu, korupsi dan
lain-lain.
Allah melarang kita memakan dari sesuatu yang haram, baik
dzati ataupun maknawi.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ.
“Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik dari rezeki yang Kami
berikan kepada kalian..” (QS. Al-Baqarah [2]:172).
Andaikan hal
itu tidak dimakan tapi disedekahkan, Allah juga tidak menerima sedekah dari
hasil yang haram.
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ
طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ.
“Tidak akan diterima shalat yang dilakukan tanpa
bersuci, dan tidak akan diterima sedekah yang berasal dari harta curian.” (HR. Muslim
224, Tirmidzi 1, dishahihkan Syaikh al-Abani, di dalam Shahih Ibnu Majah 272).
-----000-----
Soal
2 .
Pinjam uang ke bank / koperasi. diasuransikan dg tujuan sewaktu waktu meninggal hutangnya lunas tdk
merepotkan keluarga.
Jawaban soal 2.
Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi
barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara
ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak
jelasan atau spekulasi tinggi).
Berikut
adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:
1.
Akad
yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot).
Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri
mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan
pertama dari kapan waktu nasahab akan menerima timbal balik berupa klaim.
Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim.
Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim. Padahal
accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya. Boleh
jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama
bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.
Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal
balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual beli
yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi
sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ
الْغَرَرِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli
hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli
ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim 1513).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak
mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini
berarti ada spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung
karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa
rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accidentInilah judi yang
mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi
berdasarkan keumuman ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90). Di antara
bentuk maysir adalah judi.
3.
Asuransi
mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan
karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah (riba
karena penundaan) secara bersamaan.
Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli
warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal
premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila
perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun ada
penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan).
Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak
diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ (kesepakatan ulama).
4.
Di
dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain
dengan jalan yang batil.
Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan
timbal balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang
ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka
termasuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).
Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan uang, namun
tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.
5.
Di
dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab
yang syar’i.
Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah
mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab
accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.
[Dikembangkan
dari penjelasan Majlis Majma Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]
-----000-----
Soal
3
. Dengan sengaja ikut aseransi jiwa
membayar tiap bln sekian nanti jatuh tempo dpt sekian....
Bagaimana
hukumnya menurut islam.
Apakah
dg bertambah Allah mengampuni dosa2nya.??.
Jawaban
soal 2 dan 3 sama:
-----000-----
Soal 4
Apakah
pelaku riba bisa diampuni dosa2 . Dengan cara apa??
Jazakumullah khair Ustaz.
Jawaban.
Secara bahasa riba yaitu bertambah.
Secara istilah yaitu bertambahnya sesuatu dengan secara
khusus. (Mulakhas Fiqhiyah syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al Fauzan).
Dari sisni riba bisa memiliki arti : menambahkan beban kepada
pihak yang berhutang ataupun keuntungan lain dengan persyaratan di permulaan. Allahu
‘alam.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]:275-276).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu.” ( QS. AL-Baqarah[2]278-279).
Syaikh Muhammad al-Utsaimin Rahimahullahu terkait ayat “Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,” maksudnya kehancuran materi (hakiki)
dan maknawi.
Dari Abdullah bin Handzalah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
دِرْهَمُ رِبًا يَأكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ
يَعْلَمُ, أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً.
“Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan
ia mengetahuinya, lebih buruk dari tiga puluh enam kali berzina.”(HR. Ahmad
21957, Darakutni 2843, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1033).
Diriwayatkan oleh Jabir radhiyallaahu Anhu:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ
سَوَاءٌ.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengutuk orang yang
makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi
transaksi riba. Mereka semua (berdosa).” (HR. Muslim 1598, Ahmad 660).
Allah mengampuni semua dosa.
Dengan cara bertaubat kepada
Allah ta’ala.
Yaitu meninggalkan, menyesali
dan tidak mengulangi lagi.
Allah
ta’ala berfirman:
قُلْ يَاعِبَادِي
الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ
اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم.
Katakanlah:
”Hai hamba-hamba-Ku yang meĀlampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS Az-Zumar[39]:53).
-----000-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar