Selasa, 27 Februari 2024

BAHAYA BID’AH DALAM AGAMA

 



 

Seri (3)

 

 7. Orang yang berbuat bid’ah telah melakukan kesia-siaan, baik waktu, tenaga, pikiran dan harta.

Banyak dari saudara kita kaum muslimin yang tidak menyadari bahwa amalan bid’ah yang mereka lakukan telah memeras dan menguras waktu, harta, tenaga dan pikiran mereka, bahkan sampai-sampai terkadang harus menjual  sesuatu yang mereka cintai agar mereka selamat dari gunjingan orang lain.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا.

“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” (QS. Al Kahfi [18]: 103-104).

Ali bin Abi Thalib berkata: “Sesungguhnya makna ayat ini bersifat umum mencakup semua orang yang menyembah Allah bukan melalui jalan yang diridhai. Orang yang bersangkutan menduga bahwa jalan yang ditempuhnya itu benar dan amalnya diterima, padahal kenyataannya dia keliru dan amalnya ditolak.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Kahfi [18]:104).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .

Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Muslim 1718).

 

8. Pelaku bid’ah seakan telah mensejajarkan dirinya dengan Tuhan.

Sudah semestinya sebagai hamba kita tunduk dan taat kepada Allah dengan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun justru sebaliknya mereka membuat-buat ajaran baru dalam agama ini, menbuat dzikir-dzikir baru, shalawat baru, dan ibadah-ibadah yang baru dengan mengatasnamakan agama, mereka tidak sadar, bahwa yang berhak membuat syari’at adalah Allah ta’ala, jika dirinya turut membuat-buat syari’at sama saja dirinya telah mensejajarkan dengan Tuhan.

Allah ta’ala berfirman:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ.

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syuura [42] : 21).

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ.

Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam. (QS. AL-A’raf [7]:54).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Barangsiapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka dia telah membuat syariat.”

مَن اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

“Barangsiapa yang menganggap baik sesuatu (menurut pendapatnya), sesungguhnya ia telah membuat syari’at” (Al-Jami’us Shahih Lissunnani wal Masanid 5:34, Shuhaib ‘Abdul Jabbar).

 

9. Bid’ah lebih dicintai iblis dari pada maksiat.

Allah ta’ala berfirman:

وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

"Dan Syetan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. Al-An'am: 43)

Yaitu kemusyrikan, keingkaran, dan perbuatan-perbuatan maksiat. (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-An’am [6]:43).

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ. وَاِنَّهُمْ لَيَصُدُّوْنَهُمْ عَنِ السَّبِيْلِ وَيَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ.

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. Az-Zukhruf [35]: 36-37).

Yakni orang ini yang berpaling dari kebenaran, Kami adakan baginya setan-setan yang menyesatkan dirinya dan menunjukkan kepadanya jalan ke neraka Jahim.(Tafsir Ibnu Katsir QS Az-Zuhruf [43]: 36-37).

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata:

الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا.

Bid’ah lebih dicintai oleh Iblis daripada maksiat. Hal ini karena perbuatan maksiat (pelakunya) bertaubat darinya sedangkan bid’ah (pelakunya) tidak mau bertaubat (karena tidak merasa bersalah).

 

Demikianlah kenyataanya, orang-orang yang melakukan bid’ah merasa yang dilakukan adalah baik, benar, dia tidak menyadari jika amalannya itu tidak memiliki dasar dalam agama.

Sedangkan pelaku maksiat mereka sadar jika yang mereka lakukan adalah maksiat.

 

Dari sinilah pelaku bid’ah umumnya akan sulit untuk bertaubat, sementara pelaku maksiat suatu saat bisa saja menyadari bahwa dirinya telah melakukan dosa dan bertaubat kepada Allah ta’ala.

 

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

 

-----000-----

 

 

Sragen 28-02-2024.

Junaedi Abdullah.

 

 

In syaa Allah masih ada kelanjutannya…

Kritik yang membangungun atau kurang jelas bisa WA. 081229809070, dan boleh di sebarkan (share) tanpa ijin.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...