Senin, 26 Februari 2024

BAHAYA BID’AH DALAM AGAMA


 


Seri (1)

 

Dewasa ini bid’ah menyebar dimana-mana, sampai-sampai orang yang ingin tahu ajaran islam yang masih murni sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sebagaimana yang diterima para sahabat terasa sulit, baik untuk mendapatkan, membedakan dan juga memahami, hal karena banyaknya tersebar ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensinyalir hal ini dengan sabdanya:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.

“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing.” (HR. Muslim 145, Ahmad 16690, Sunan Ibnu Majah 3986).

Demikianlah kondisi umat ini secara umum, banyak ajaran yang bukan dari islam namun dinisbatkan kepada islam.

Begitu pula para da’inya, saking banyaknya penyeru kesesatan sampai-sampai masyarakat tidak bisa membedakan mana dai yang menyeru kepada islam yang masih murni sesuai sunnah dan mana yang telah terkontaminasi dengan ajaran selain islam, oleh karena itu semoga tulisan sedikit ini bisa menjadikan seseorang memahami, membedakan dan mengamalkan sesuai Sunnah.

 

1.    Pengertian bid’ah.

Dafinisi bid’ah secara bahasa yaitu mengadakan satu perkara tanpa ada contoh sebelumnya. (Al Mu’jam Al Wasith, 1/91).

Hal ini sebagaimana di sebutkan Allah ta’ala di dalam firman-Nya:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ.

“Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqarah [2]: 117).

Yakni menciptakan tanpa contoh sebelumnya.

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ.

Katakanlah (Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (QS. Al-Ahqaf [46]:9).

 

Maksud ayat ini, “ AKu bukan bukan pertama membara risalah kepada hamba-hamba-Nya, tetapi telah banyak para Rasul yang telah mendahului saya.

Definisi bid’ah secara istilah yang paling lengkap adalah apa yang tulis oleh Imam Asy Syatibi dalam kitabnya Al I’tisham. Beliau mengatakan, bid’ah yaitu:

عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ.

Sebuah ungkapan pada tatacara di dalam beragama yang dibuat-buat menyerupai syari’at (yang tidak ada dasarnya), dimaksudkan melakukan hal itu untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah ta’ala. (Al-I’tisam hal 31-32, Imam Asy-Syatibi).

Dari definisi di atas jelaslah, banyak amalan-amalan yang dianggab benar kemudian di amalkan saudara-saudara kita yang di atas namakan bagian ajaran islam, namun Rasulullah dan para sahabatnya tidak pernah melakukan hal itu, dan tidak ada dasarnya di dalam agama ini.

 

2.    Bid’ah ditinjau dari asalnya.

Bid’ah ditinjau dari asalnya ada dua:

 

1)   Bid’ah hakikiah. Yaitu perbuatan (amalan) yang tidak memiliki sandaran dalil syar'i sama sekali, baik dari Al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’, secara global maupun secara terperinci.

Disebut bid'ah hakikiyah, sebab perkara tersebut adalah perkara (amalan) yang baru sama sekali tanpa ada contoh sebelumnya.

 

2)   Bid'ah idhafiyah. ialah bid'ah yang mempunyai dalil, tetapi dalil tersebut tidak bisa dijadikan sandaran.

Dilihat dari adanya dalil, bid'ah itu seperti layaknya Sunnah, karena sama-sama mempunyai dalil. Akan tetapi, karena dalil tersebut tidak bisa dijadikan sandaran maka ia sama dengan bid'ah hakikiyah yang bersandar kepada syubhat bukan kepada dalil, atau bahkan tidak bersandar kepada sesuatu apapun. (Al-I’tisam, Imam Asy-Syatibi).

 

3.    Larangan berbuat bid’ah dalam masalah agama bukan perkara dunia.

Banyak para da’i yang tidak bisa memahami dan membedakan apa yang di maksud dengan bid’ah terlarang dalam agama ini, mereka menganggap dan menyama ratakan semua bid’ah baik urusan dunia maupun urusan agama itu terlarang.

Dari sini mereka mengatakan kepada orang-orang yang membela Sunnah dan melarang bid’ah dengan  mengatakan, “Orang yang melarang bid’ah harusnya dia meninggalkan hp, tidak naik pesawat, tidak naik mobil, tidak menggunakan microphone, karena hal itu juga bid’ah,” ucapan seperti ini menunjukkan ketidak pahaman mereka terhadap maksud dari nash, baik dari Al-Qur’an maupun sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Ibnu Katsir mengatakan: “Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah; dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ,  وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .

“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718).

فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan dalam perkara agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, Abu Dawud 4607 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 937).

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً.

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Syarah I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah 126. Abul Qasim Al-Lalikai ).     

Di dalam salah satu kaidah fikih yang di pegang oleh jumhur ulama termasuk kalangan Syafi’iyah yaitu:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةَ.

“Hukum segala sesuatu itu asalnya boleh.” (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 2, Hlm. 59-62).

الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْحَظْرُ وَ الْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ الْإِبَاحَةُ.

“Pada dasarnya ibadah itu terlarang, sedangkan adat (kebiasaan yang tidak bertentangan dengan agama) itu dibolehkan.”

Syaikh As Sa'di dalam Al Qawa'id wal Ushul Jami'ah halaman 30 menjelaskan bahwa ibadah adalah semua yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik perintah yang bersifat wajib ataupun sunnah. (Lihat pula Syarah Qawaid Sa'diyyah abdul Muhsin Az Zamil hlm: 65). (Dinukil dari Al-Qawa’idu Al-Fiqhiyah, Ahmad Sabig bin Abdul latif Abu Yusuf).

Dari kaidah di atas para ulama menjelaskan, bahwa tentang kemajuan jaman seperti, hp, mobil pesawat, motor dan sarana lainnya hal itu di bolehkan, berdasarkan firman Allah ta’ala:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا.

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah [2]: 29).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ.

Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu.” (HR. Muslim 2363).

Dengan demikian jelaslah yang terlarang adalah bid’ah dalam perkara yang disandarkan agama dan dianggap ibadah, padahal hal itu tidak diperintahkan Allah, tidak diperintahkan Rasul-Nya, tidak pula dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in generasi terbaik umat ini.

Bukan tentang urusan dunia, meskipun hp, mobil motor, pesawat dan lain-lain, di mana hal ini termasuk perkara baru namun hanya dari sisi bahasa semata, karena memang dulu tidak ada dan sekarang ada, berdasarkan definisi di atas tersebut hal itu bukan yang di maksud larangan syari’at ini.

Demikianlah semoga bermanfaat.

in syaa Allah ada kelanjutannya……

 

 

-----000-----

 

Sragen 27-07-2023

Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah.

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...