Selasa, 25 Oktober 2022

PITONAN DALAM TINJAUAN ISLAM.


Pertanyaan dari jama'ah:
Bismillah 
Ijin bertanya ustadz,
Orang tua saya akan mengadakan acara bancakan(pitonan) atas kehamilan istri saya,tp saya larang agar tidak melakukan acara itu tp tetep mau ngadakan,
Apakah sikap saya salah kalau saya bilang ke orang tua "saya tidak bisa datang ke acara itu"?
Mohon pencerahan nya ustad
Baraakallahu fiikum.

Jawab:

Wa iyaakum barakallahu.

Mitoni Bukan bagian ajaran islam, bahkan jika kita teliti sumbernya ternyata upacara mitoni ini bersumber dari tradisi Hindu Jawa, diantara acara ritual tersebut adalah:

1). Siraman. Dimaksudkan untuk membersihkan serta menyucikan calon ibu dan bayi yang sedang dikandung, lahir maupun batin. Siraman dilakukan di tempat yang disiapkan secara khusus dan didekor indah.

 2). Brojolan. Menggunakan sepasang kelapa gading yang ditato gambar Kamajaya dan Dewi Ratih.

3). Pemakaian busana. Calon ibu dibimbing keruangan lain untuk dikenai busana kain batik atau jarit.

Sebelum matahari terbenam, seluruh rangkaian upacara ini sudah selesai. Ini bisa dilihat pada buku tradisi Jawa, diantaranya (Tradisi–tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa. Yogyakarta: DIPTA)

Adapun jika dilihat dari ajaran Islam dari sumbernya tidak pernah akan kita dapatkan, karena itu bukan bagian ajaran Islam.
Oleh karena itu hal yang harus dilakukan adalah:

1) Seorang muslim ketika sudah bersahadat (masuk masuk Islam) wajib mempelajari Islam secara benar.

2) Masuk Islam secara keseluruhan.
Allah ta'ala berfirman:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (QS. Al-Baqarah[2]:208).

2) Meninggalkan ajaran yang tidak ada sumbernya baik adat istiadat nenek moyang maupun ajaran ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), begitu pula ajaran agama buatan manusia.
Allah ta'ala berfirman:

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَا ۗ اَوَلَوْ كَانَ اٰبَاۤؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْـًٔا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk. (QS.Al-baqarah[2]:208). Lihat pula (QS. Al-Maidah[5]:104)

3) Meskipun setiap ajaran dimaksudkan untuk kebaikan akan tetapi tidaklah suatu amalan di terima disisi Allah kecuali dengan syaratnya:
     1. Beriman.
     1. Ikhlas.
     2. Ittiba' (mengikuti tuntunan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam)

4) Sesuatu yang diyakini bisa mendatangkan kebaikan dan menolak bahaya selain dari petunjuk Allah dan rasul-Nya bisa menjerumuskan kedalam kesyirikan karena menyamakan ajaran selain Allah dengan Ajaran Allah ta'ala, dengan demikian dia telah menjadikan tandingan(sekutu) dengan selain Allah.

5) Tidak boleh mengamalkan amalan (dalam masalah agama) yang tidak dituntunkan Rasulullah atau mencampur aduk dari ajaran agama lain dengan ajaran Islam sehingga amal tersebut tertolak.
عَنْ أُمِّ المُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدُّ.
Dari Ummul Mu’minin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka amalan tersebut tertolak’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dalam riwayat lain milik Muslim,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami, maka ia tertolak.”
(HR. Bukhari 2697, Muslim 1718)

Adapun jika amalan ini yang melakukan atau memerintahkan orang tua kita yang awam maka hendaknya:
1) Tidak mentaati atau melakukan hal itu, karena Allah ta'ala berfirman:
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖ.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (QS. Luqman[31]:15)

2) Didakwahi dengan lemah lembut, sebagimana nabi Ibrahim mendakwahi orang tuanya. Allah ta'ala berfirman:
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? (QS.Maryam[19]:42)

3) Tetap di pergauli dengan baik (berbakti) meskipun tidak mengikuti tradisi tersebut.  (QS Anisa[4]:36

Demikianlah hendaknya seorang muslim mewaspadai ajaran yang bukan dari ajaran Islam dan meninggalkan orang-orang yang membela kesesatan, karena ajaran islam telah jelas seperti matahari disiang hari.

Semoga bermanfaat.
Sragen 25-10-2022
Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...