Sabtu, 02 Maret 2024

SUKSES MEMBINA RUMAH TANGGA.



Siapapun orangnya pasti akan berharap rumah tangganya sukses, bahagia, apapun latar belakang orang tersebut.

Namun kesuksesan dan kebahagiaan tersebut tidak akan terwujud apa bila berpaling dari agama Allah, karena hal ini telah disebutkan oleh Allah ta’ala.

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha[20]:124).

Ibnu Katsir mengatakan:

{وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي}

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku.” (QS.Thaha[20]: 124).

Yaitu menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya.

{فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا}

“Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”. (QS. Thaha[20]: 124).

“Yakni kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya; walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang disukainya.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Thaha[20]: 124).

Oleh karena itu sudah semestinya suami istri beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ.

“Akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi ..” (QS Al Baqarah [2]:177).

Keimanan inilah yang nantinya akan menjadi sumber kebahagiaan dunia dan akhirat.

Lantas bagaimana agar kita bisa sukses dan bahagia dunia akhirat..?

1.   Saling memahami haq dan kewajibannya.


أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقَّا  وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.” (HR Tirmidzi 1163, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Ibni Majah 1851)

1)  Bergaul satu sama lain dengan cara yang baik.

Berbuat baik kepada istri, baik dengan ucapan, maupun perbuatan dan hendaknya bersikap bijaksana.

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS An Nisaa’[4]:19).

Oleh karena itu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا.

“Orang mukminin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya.” (HR Thirmidzi 1162 Ibnu Majah 1987  dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 284).

Begitu pula seorang istri hendaknya menghargai suaminya, bersikap sopan santun, ramah, sayang dan pandai menyenangkan suaminya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi 1159, Ibnu Hibban 1291, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Irwaa’ ul ghaliil 1998)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya wanita seperti apa yang baik, Beliau menjawab:

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ.

“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i 3231, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).

إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ.

“Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan kelembutan kepada mereka.” (HR Ahmad 2669, Baihaqi di dalam Su’abul iman 6140, dishahikan oleh al-Albani dalam As-Shahihah 523).

2)  Memberi sandang, pangan dan papan.

Allah ta’ala berfirman:

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ.

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu..” (QS. At-Thalaq[65]:6).

Rasulullah ketika di tanya tentang hak seorang istri Beliau menjawab:

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.

“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” (HR. Abu Dawud 2142, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 687).

3)  Memberi nafkah batin.

 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.

“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari 5193, Muslim 1436)

ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ.

“Ada tiga kelompok yang shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya (tidak diterima oleh Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah 971 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Misyakatul Mashabih 1128, dengan lafad yang shahih, “saudara yang saling mendiamkan dengan seorang budak yang lari dari tuannya).

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ.

“Hubungan salah satu diantara kalian juga shadaqqah.” (HR. Muslim 1006, Ahmad).

2.   Saling memberi nasehat apabila ada yang keliru.

Suami istri mereka adalah manusia, bukan malaikat yang tak pernah salah, meskipun sudah berhati-hati, pasti masih punya kekurangan, hendaknya kita menasehati dengan baik.

Syaikh Abdurrahman al- Qar’awi di dalam bukunya (Az-Zauzah fi khaimah As-Sa’adah) suami istri yang akan memasuki gerbang pernikahan harus menyadari merupakan perkara lumrah dan alamiah jika terjadi perselisihan sebatas yang logis.

Allah ta’ala berfirman:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا.

Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz(tidak lagi taat), hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.” (QS. An-Nisa[4]:34).

Nuzuz yakni wanita-wanita yang membangkang terhadap suaminya.

 Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ .

“Berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri), karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk…” (HR. Al-Bukhari 3331, Muslim1468).

3.   Menjaga dari fitnah.

Allah ta’ala berfirman:

فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ.

“Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). (QS. An-Nisa[4]:34).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ.

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661, Hibban 1296 Tabrani mu’jam al-Ausath 4596, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 660).

4.   Hendaknya menjadi keluarga yang bersyukur.

Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaanseorang hamba itu ada 3 hal. Yaitu bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. (Al-Wabil Al-Shayib).

Adapun rinciannya sebagai berikut.

1)  Bersyukur apabila mendapatkan nikmat.

Allah ta’ala berfrman:

 لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim[14]:7).

Cara bersyukur yang benar

Pertama, Hatinya mengakui nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah. 

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl [16]: 53).

Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandari bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي.

 

Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (QS. Al-Qashas [28]:78).

Kedua Lisannya mengucapkan kalimat yang baik dan memuji Allah ta’ala.

 

Ketiga Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih.

Adapun bagaimana supaya menumbuhkan rasa syukur:

Melihat orang dibawah kita.

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.

“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari 6446, Muslim 1051).

Tidak kufur terhadap kebaikan suami.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ  قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.

“Diperlihatkan kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada Allah ? Nabi bersabda: “Mereka ingkar kepada suaminya dan ingkar kepada kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang mereka (istri-istrimu) selama satu tahun, kemuadia wanita tersebut melihat satu kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat engkau berbuat baik sedikitpun” (HR. Bukhari 1052, Muslim 907).

 

2)  Bersabar ketika mendapatkan musibah.

 

Allah ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:155).

3)  Bertaubat jika melakukan maksiat.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS.At-Tahrim[66]:8).

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al-Imran[3]:135).

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” ( QS. Az-Zumar[39]:53)

5.   Menjadikan akhirat sebagai tujuan bahtera rumah tangganya.

Hendaknya pasutri menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, bila hal ini bisa mewujudkan hatinya akan tentram, tak lagi menghiraukan perkataan orang, bila sudah berada pada jalur yang benar.

Allah ta’ala berfirman:

 قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am[6]:162).  

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda,

مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.

“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu Majah 4105 dan di shahihkan syaikh al-Albani).

Keberhasilan yang sesungguhnya adalah membawa keluarga masuk Syurga.

Allah ta’ala berfirman:

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Al Imran[3]:185).

 Allah ta’ala berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ.

“(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.” (QS. Ar-Ra‘du[13]: 23)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Allah menghimpunkan mereka bersama kekasih-kekasih mereka di dalam surga, yaitu bapak-bapak mereka, keluarga mereka, dan anak-anak mereka yang layak untuk masuk surga dari kalangan kaum mukmin, agar hati mereka senang. Sehingga dalam hal ini Allah mengangkat derajat orang yang berkedudukan rendah ke tingkat kedudukan yang tinggi sebagai anugerah dari-Nya dan kebajikan-Nya, tanpa mengurangi derajat ketinggian seseorang dari kedudukannya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ.

“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur[52]: 21),

Hendaknya pasangan kita bukan hanya teman hidup kita di dunia saja, tetapi yang akan menemani kita diakhirat kelak selama-lamanya. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 02-03-2024.

Junaedi Abdullah.

 

                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAKEKAT DUNIA

  HAKEKAT DUNIA   Dunia hanyalah salah satu lintasan manusia, yang di dalamnya manusia diuji dengan berbagai perintah dan larangan, Alla...