Selasa, 12 Februari 2019

MENGENAL NAMA DAN SIFAT ALLAH



Kaum muslimin hendaknya menyadari bahwasanya ketika dirinya membaca Al Qur’an melalui ayat ataupun surat dari Al Qur’an melainkan mengandung nama dan sifat Allah mulai dari Surat Al Fatihah sampai Surat An Naas,  oleh karena itu hendaknya memahami dengan pemahaman yang benar, di dalam memahami nama dan sifat Allah ada beberapa kaidah diantaranya yaitu:

Kaidah yang pertama: Didalam memahami nama dan sifat Allah hendaknya di perlakukan sebagaimana apa adanya, tanpa di ta’til ( di tolak) ta’rif, (di slewengkan) ta’yif (di tanyakan) tamsil (di serupakan), karena Allah menolak sesuatu apapun yang menyerupai dirinya, namun Allah menetapkan nama dan sifat bagi dirinya, Allah ta’ala berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. QS Asy Syuura[42]:11.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ.
Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu, "sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. QS. Al Maidah[5]:64.
قَالَ يَٰإِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَىَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ ٱلْعَالِينَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ . قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ.
Allah berfirman, 'Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” Iblis berkata, "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” QS. Shad[38]:75-77.
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah ta’ala memiliki penglihatan, pendengaran, Aqidah Ahlu Sunnah wal jamaa’ah meyakini apa adanya, tidak menolak, menylewengkan, menanyakan atau menyerupakan, karena kita mendapatkan bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya mengimani apa adanya.
Termasuk dosa besar apa bila seseorang berkata tentang Allah tanpa di dasari dengan ilmu, Allah ta’ala brfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ.
"Katakanlah: 'Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia, tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah, dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap (tentang) Allah, apa saja yang tidak kamu ketahui'." QS. Al A’raaf[7]:33.
Kaidah yang kedua, ketentuan yang berkaitan dengan nama Allah:
1.     Semua nama Allah adalah baik.
Allah ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu..” QS Al A’Raf[7]:180
Oleh karena itu Ad Dahru bukan bagian dari nama Allah ta’ala, hanya saja Allahlah yang menghendaki semua yang terjadi dengan masa, oleh karena itu tidak boleh seseorang mencela masa. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadis Qudsi :
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” HR. Muslim 6000.
Apa bila seseorang meyakini semata-mata waktu yang berperan menentukan nasib mereka selain Allah, berarti dirinya telah menjadikan sekutu (berbuat syirik ) kepada Allah ta’ala. Lihat syarah kitab Tauhid Bab “Man sabba Adahra faqad adallah, Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan.
2.     Nama Allah tidak di batasi dengan jumlah bilangan tertentu.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ.
“ Ya Allah aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu, yang engkau gunakan untuk diri-Mu, atau yang engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang engkau rahasiakan untuk diri-MU dalam ilmu gaib di sisi-Mu. HR. Imam Ahmad 1/394, dan Ibnu Hibban 2372.
Adapun Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadis yang lain:
إِنَّ للهِ تِسْعَةُ وَ تِسْعِيْنَ اسْمًا مَنْ أحْصَاهَا دَخَلَ الجَنَّة.
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, barangsiapa menghafalnya akan masuk surga.” HR. Bukhari 2376. Muslim 2677.
Maknanya bahwa Allah tidak hanya memiliki nama kecuali nama-nama itu saja, akan tetapi bahwa orang yang menghafal nama-nama yang 99 ini dia akan masuk surga. Kata beliau “Barangsiapa menghafalnya, atau menjaganya” bukan batasan,  Contohnya seperti perkataan orang yang berkata, “ Aku memiliki seratus dirham yang akan ku sedekahkan” perkataan ini bukan berarti orang tersebut hanya memiliki dirham itu saja, bisa jadi dia siapkan untuk sedekah dirham yang lain. Lihat Syarah lum’atul I’tiqad syaikh Muhammad shalih Al utsaimin.

3.     Nama Allah tidak boleh ditetapkan dengan akal, harus ditetapkan dengan dalil syar’i.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” QS Al Isra’[17]:36.
4.     Nama Allah akan menunjukkan keberadaan dzat Allah, terkandung sifat di dalamnya, memiliki pengaruh yang timbul jika nama tersebut membutuhkan obyek atau mutaddi.
Seperti nama Allah Arrahman, akan sempurna jika itu ditetapkan bagi Allah, adanya sifat yang terkandung didalamnya, adanya pengaruh dari nama itu.
Kaedah yang ketiga.
Ketentuan yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.
1.     Semua nama Allah menunjukkan ketinggian sempurna dan penuh sanjungan.
Oleh karena itu Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.
Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS. An Nahl[16]:60
meskipun Allah membalas orang-orang yang berbuat makar bukan berarti Allah memiliki sifat tercela, akan tetapi sebagai bentuk keadilan Allah kepada sesama hambanya.
Sebagaiman Allah ta’ala berfirman:
وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.
Mereka membuat makar dan Allah dan Allah membalas makar mereka. Allah adalah sebaik-baik Pembuat makar. QS. Al-Anfal [8]:30.
إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا, وَأَكِيدُ كَيْدًا.
Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. QS At Tariq[86]:15-16.
2.     Sifat Allah terbagi dua
Yaitu sifat Stubutiah dan salbiyah.
Sifat stubutiyah adalah sifat yang telah di tetapkan untuk dirinya, sepeti Al Hayat, Al Ilmu, Al Qudrah, dan ini wajib di tetapkan sesuai dengan keagungan Allah.
Adapun sifat stalbiyah, adalah sifat yang di nafikan (di tolak) bagi Allah seperti dzolim, mengantuk, lelah, tidur atau lupa.
Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:
وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا.
Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun QS. Al Kahfi [18]:49.
3.     Sifat stubutiah terbagi menjadi dua:
Sifat dzatiah dan fi’liyah
Adapun sifat dzatiah adalah sifat yang senantiasa teru ada pada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti As Sama’ Al Bashar, Aqudrah, adapun sifat fi’liyah adalah sifat yang terkait dengan kehendaknya, seperti berbicara, berbuat, datang, turun dan lain-lain.
Adakalanya sifat dzatiah juga fi’liyah seperti Al Kalam. Lihat Syarah lum’atul I’tiqad syaikh Muhammad Shalih Al utsaimin.
Dari sini kita mengetahui bahwa nama Allah sudah mengandung sifat di dalamnya. Tanpa harus menolak, menylewengkan, menanyakan ataupun menyerupakan.

Demikianlah semoga bermanfaat Aamiin.

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...