Hauf (takut) memiliki hukum yang berbeda-beda, ada yang
masyruk’ (disyari’atkan) ada tabi’i
(bawaan) dan dibolehkan, ada yang juga yang diharamkan karena mengandung unsur syirik.
1. Hauf yang diperintahkan syari’at yaitu hauf kepada Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ
مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ.
“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fatir[35]:28).
Hauf (takut) kepada
Allah harus dibarengi dengan rasa raja’ (berharap) dan cinta (mahabbah) karena
bila seseorang hanya takut kepada Allah tanpa dibarengi dengan raja’ (berharap)
akan menjadikan seseorang putusasa, sebagaimana orang khuarij yang pada
puncaknya mengkafirkan orang-orang islam yang terjerumus di dalam dosa besar.
Apabila seseorang
beribadah kepada Allah hanya dengan harap (raja’) saja tanpa adanya rasa takut
maka pada puncaknya yang terjadi seperti orang-orang murji’ah, mereka meremehkan
dosa dan menganggap orang yang paling ta’at sama dengan orang yang maksiat.
Adapun orang yang
beribadah hanya dengan rasa cinta (mahabbah) saja, maka pada puncaknya yang
terjadi seperti orang sufi, mereka ibadah tidak mengharapkan balasan, bahkan
menganggap orang yang beribadah dengan mengharap surga dianggap ibadahnya para
pedagang, padahal Allah sendiri telah mengajarkan kepada kita dengan firman-Nya:
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula
kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. AL-Baqarah [2]:201).
Bagaimana agar seseorang tumbuh rasa takut kepada Allah ta’ala dan menjadikannya ta’at dan tunduk kepada Allah ta’ala:
1) Mengingat besarnya nikmat Allah ta’ala, dari indra yang dimiliki seperti mata, telinga, hidung, paru, jantun, ginjal semua itu sangat mahal dan Allah berikan kepada hambanya, dan Allah mempu untuk mengambil pemberiannya itu, baik dengan kerusakannya ataupun dengan kematiannya.
2) Allah maha keras siksaan-Nya, dan Allah mampu untuk mendatangkan di dunia.
Seperti seseorang membuka usaha, dia
membutuhkan pertolongan Allah ta’ala untuk mengabulkan harapannya, dan Allah
mampu mengabulkan keinginan hamba tersebut, juga mampu untuk menghentikan
harapannya sehingga seseorang akan mengalami kegagalan, kebangkrutan dan
kehinaan sehingga menjadikan kesedihan yang luar biasa.
3) Di akhirat siksa-Nya sangat keras sampai-sampai ketika penduduk neraka meminta minum maka akan dituangkan kepada mereka lelehan besi, timah atau tembaga sehingga akan menjadikan terlepas dan rontok semua daging-daging yang dilewati lelehan tersebut.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا . لِلطَّاغِينَ مَآبًا . لَابِثِينَ فِيهَا
أَحْقَابًا . لَا يَذُوقُونَ فِيهَا
بَرْدًا وَلَا شَرَابًا . إِلَّا حَمِيمًا
وَغَسَّاقًا.
“Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat
pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas,
mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan
kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang
mendidih dan nanah.” ( QS. An-Naba’[78]:21-25).
Abul Aliyah mengatakan, “Yang dimaksud dengan hamim ialah air yang panasnya telah mencapai puncak didihnya; dan yang dimaksud dengan gassaq ialah campuran dari nanah, keringat, air mata, dan yang keluar dari luka-luka ahli neraka, dinginnya tidak terperikan, dan baunya yang busuk tidak tertahankan.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. An-Naba’ [78]:25).
As-Sa’di berkata, “Hamim adalah air yang sangat panas, penduduk neraka meminum air ini sampai menyebabkan usus-usus mereka terputus.” (Tafsir As-Sa’di, QS. Shad [38]:57).
2. Takut yang tabi’i (bawaan).
Seperi seseorang takut kepada binatang buas, seperti singa,
harimau, ular dan lainnya.
Takut pada ketinggian, takut pada tentara, takut melihat
hantu dan lain sebagainya, hal ini bukanlah tercela, sebagaimana nabi Musa
dahulu juga takut terhadap kejaran tentara Fir’aun.
Allah ta’ala berfirman:
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ
قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ.
“Maka
keluarlah dia (Musa) dari kota itu dengan rasa takut, waspada (kalau ada yang
menyusul atau menangkapnya), dia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari
orang-orang yang zalim itu.” (QS. Al-Qashas[28]:21).
3. Takut yang diharamkan.
Pada dasarnya apa takut secara thabi’i tidaklah berdosa,
namun apabila bertabrakan dengan perintah Allah harus dilakukan dan haram
apabila dia tinggalkan.
Misalkan seseorang takut dengan pedang, takut dengan darah,
takut berperang tapi apabila kaum muslimin diserang maka wajib dirinya untuk
ikut berperang dan membela kaum muslimin, haram hukumnya dia berdiam diri.
Atau apabila seseorang takut pada hantu, kebetulan tinggal
jauh dari masjid, setiap kali adzan Shalat Isa’ dirinya harus tetap melawan
ketakutan tersebut, dan tidak boleh shalat di rumah karena alasan takut hantu.
4. Takut yang menyebabkan dikutuk oleh Allah.
Hal ini sebagaimana takutnya iblis kepada Allah, namun tidak
menjadikan dirinya taat dan tunduk, bahkan Kufur
iba’ dan istikbar (kekufuran karena enggan dan sombong).
Dia
percaya bahwa Allah itu Maha Esa, maha kuat, hal ini karena iblis pernah
berdialog langsung dengan Allah. Namun, iblis tidak mau tunduk kepada Allah
karena dia bersikap sombong.
Sebagaimana
firman Allah ta’ala:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ
اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ
الْكَافِرِينَ.
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘sujudlah kamu kepada
Adam.’ Lalu, mereka sujud kecuali iblis, ia enggan dan sombong, dan ia termasuk
orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah[2]:34).
Dari
sebab tidak mau tunduk perintah Allah tersebut, akhirnya iblispun mendapat
kutukan. Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman:
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ.
Allah berfirman: "Maka
keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk.” (QS.
Shad 38]:77).
Pengetahuan
iblis terhadap Allah membuatnya sangat takut kepada Allah ta’ala, sebagaimana Allah sebutkan hal itu:
فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ
نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لَا
تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
“Maka, ketika kedua pasukan itu telah saling
melihat (berhadapan), ia (setan) berbalik ke belakang seraya berkata,
“Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, sesungguhnya aku melihat apa (para
malaikat) yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya aku takut kepada Allah.” Allah
sangat keras hukuman-Nya.” ( QS. Al-Anfal[8]: 48).
Maka pasukan kaum
muslimin maju menyerang pasukan kaum musyrik. Dan ketika iblis (yang menyerupai
Surakah bin Malik pemuka bani Mudlij) melihat malaikat, maka ia berbalik ke
belakang dan berkata.” Sesangguhnya aku berlepas diri dari kalian, sesungguhnya
aku dapat melihat apa yang tidak dapat kalian lihat." (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Anfal[8]:48).
Dari sinilah iblis dan anak keturunannya menjadi musuh kita,
dan telah ada sunnah- melawan iblis dan keturunannya.
Rasulullah pernah mencekik
jin I’frid yang membawa obor untuk menyakiti Rasulullah, ketika itu Beliau sedang
shalat. (HR. Bukhari 3423, Muslim 542).
Sahabat Umar beliau pernah bergulat dengan Jin di gang kota
Madinah, sahabat Amar juga pernah menghantam hidung jin dengan batu disumur, bahkan
sahabat Khalid bin walid pernah membunuh jin ‘Uza yang menampakkan wanita hitam
dengan rambut tergerai. (Ar-Rahiqul makhtum, Syaikh Syafurrahman al-Mubarak
Furi).
5. Takut yang syirik.
Yaitu apabila seseorang takut seandainya berhala yang
disembah orang-orang itu menimpakan madharat pada dirinya.
Atau dia takut terhadap jin penguasa tempat tertentu dari
madharat yang ditimpakan kepada dirinya, sehingga dirinya ijin kepada penguasa
yang tidak jelas tersebut.
Allah ta’ala berfirman mengenai hal ini:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ
الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا.
"Dan
bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka
dosa dan kesalahan." ( QS. Al-Jin[72]:6).
Bila mereka
berada di sebuah lembah atau suatu tempat yang mengerikan seperti di hutan dan
tempat-tempat lainnya yang angker. Sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan
orang-orang Arab di masa Jahiliah, mereka meminta perlindungan kepada pemimpin
jin di tempat mereka beristirahat agar mereka tidak diganggu olehnya. (Lihat
tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Jin[72]:6).
Hal semakna bisa saja terjadi dan memiliki hukum yang sama
apabila seseorang melewati jembatan, maupun hutan, orang yang naik kendaraan
tersebut menglakson, padahal takada seorangpun disitu, dengan maksud ijin lewat
agar tidak diganngu.
Semua ini dilarang di dalam agama. Allahu ‘alam.
-----000-----
Sragen 25-03-2024.
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar