1.
MANUSIA AKAN MATI
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.
barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh
ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. QS.3
Al Imraan:185.
Ibnu Katsir رحم الله di
dalam tafsirnya berkata:
يُخْبِرُ تَعَالَى إِخْبَارًا عَامًّا
يَعُمُّ جَمِيعَ الْخَلِيقَةِ بِأَنَّ كُلَّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ،
كَقَوْلِهِ: {كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ
وَالإكْرَامِ} فَهُوَ تَعَالَى وَحْدَهُ هُوَ الْحَيُّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
وَالْإِنْسُ وَالْجِنُّ يَمُوتُونَ، وَكَذَلِكَ الْمَلَائِكَةُ وَحَمَلَةُ
الْعَرْشِ…..
Allah I mengabarkan
secara umum kepada seluruh makhluknya bawa setiap jiwa akan merasakan kematian
sebagaimana firman Allah ta’ala:“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan
tetap kekal dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”QS.55 Ar
Rahman:26-27. Hanya Dia yang saja satu-satunya yang kekal dan tidak akan mati
sedangkan manusia dan jin mereka akan mati, demikian pula malaikat dan yang
membawa Arsy....”
Setiap orang pasti akan meyakini bahwa
dirinya cepat atau lambat pasti akan mati, baik di cabut nyawanya ataupun yang
sudah tidak memiliki harapan dan putus asa dengan dunia ini, seseorang suka
ataupun tidak dirinya akan berpisah dari apa yang dia cari, ajal akan tiba
setiap saat baik pagi sore siang dan malam, setelah itu semua akan di
tinggalkan, hanya saja yang meherankan kita, kebanyakan diantara manusia tidak
menyiapkan bekal untuk menuju yang yakin (mati) sedangkan dunia yang dia kejar dengan
tak kenal lelah, belum tentu menjamin dirinya bahagia, inilah kebanyakan yang
manusia lakukan.
1) Banyak mengingat kematian.
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus
kelezatan (kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no.
4258. Asy-Syaikh Al-Albani رحم الله berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)
hendaknya
kita membayangkan apa yang bisa kita lakukan seandainya kita sudah tergeletak
di jalan, di rumah sakit, atau dirumah sedang keluarga hanya bisa menangisi.
Ad-Daqaaq
berkata, ”Barangsiapa yang memperbanyak mengingat mati akan dimuliakan dengan
tiga perkara, yakni segera bertaubat, qana’ah-nya hati, dan rajin dalam
beribadah. Sedangkan barangsiapa yang melalaikan kematian niscaya akan ditimpa
musibah, yakni menunda taubat, tidak puas dengan apa yang telah didapat dan
malas dalam beribadah.”
2) Hendaknya menyadari umur kita tidak
panjang.
Nabi
r bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah t :
أَعْمَارُ
أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ
يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur-umur
umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.”(Dihasankan
sanadnya oleh Ibnu Hajar t dalam Fathul Bari, 11/240)
Berapa umur kita sekarang??? Apakah sisa itu di jamin akan di berikan
semua kepada kita?? ataukah kita hanya
menunggu tahun?? Bulan ?? ataukah justru
hanya tinggal menggu hari?? Sudahkah kita berbekal? Benarkah kita sudah
berbekal??
3) Menyadari bahwa ajal setiap saat
mendatanginya.
Allah Subhana wata’ala berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Tiap-tiap umat
mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. QS.7 Al A’raaf:
34. Apakah kita menyadari bahwa Allah
mengulang-ulang hal ini?? diantaranya pada QS.16 An Nahl: 61, QS.10 Yunus: 49.
Tidaklah
AllahI mengulang-ulang hal ini kecuali agar manusia memperhatikan, namun
berapa banyak orang-orang memperhatikan???.
2.
MENYIAPKAN BEKAL SEBELUM AJAL TIBA
Waktu yang kita lalui lebih mulia dari apapun
yang ada di muka bumi ini karena apa yang ada di bumi betapapun mahalnya masih
bisa di beli, akan tetapi waktu yang di berikan kepada kita sungguh sangat
terbatas dan tidak bisa di beli dengan apapun, hendaknya kita menyadari hal ini
dengan cara sebagai berikut:
1) Menyiapkan bekal sesegera mungkin selagi
masih ada kesempatan.
Allah I berfirman:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Berbekallah,
dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal. QS.2
Al Baqarah: 197
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ
مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada
dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu
longgar”. HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihati kepada seseorang dengan mengatakan:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang
lima perkara: masa hidupmu sebelum matimu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa
senggangmu sebelum masa sibukmu, masa mudamu sebelum tuamu, dan masa
kaya/kecukupanmu sebelum fakirmu.” (HR. Al-Hakim
dan selainnya. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.
1077)
Allah I berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ
اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS 62 Al-Hasyr: 18.
Ibnu Katsir رحم الله berkata: “Hisablah diri kalian sebelum
dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari
kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” Taisir Al-‘Aliyil
Qadir, 4/339
2) Keberhasilan hanya bisa di raih dengan
kesungguhan dan pengorbanan.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. QS.2 Al Baqarah:207.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang
yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, niscaya Kami akan tunjuki mereka kepada
jalan-jalan Kami dan seungguhnya Allah senantiasa bersama dengan orang yang
berbuat baik. QS. 29 Al-Ankabut: 69.
3)
Menyadari
bekal yang dia kumpulkan sangat terbatas sedang perjalanan sangat panjang.
Yang mana di mulai dengan ujian kubur, di kumpulkan di maghsyar, hisab, di timbang amalannya, meniti sirat yang
di penuhi dengan kalalip, yang menyambar siapapun yang akan di kehendaki, dia
pun akan di qisas, dan lain sebagainya.
3.
MEMANDANG
RENDAH DUNIA INI.
Sesungguhnya
Allah dan rasulNya sangat merendahkan dunia ini, Allah I
berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى .
“Tetapi kamu
(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah
lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوقِ، دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ، وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ، فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ، فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ، ثُمَّ قَالَ:
أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟ فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ، وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ:
أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوا: وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيًّا، كَانَ عَيْبًا فِيهِ، لِأَنَّهُ أَسَكُّ، فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ، مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ،
Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah saw melintas masuk ke pasar
seusai pergi dari tempat-tempat tinggi sementara orang-orang berada disisi
beliau. Beliau melintasi bangkai anak kambing dengan telinga kecil(cacat),
beliau mengangkat telinganya lalu bersabda: "Siapa diantara kalian yang
mau membeli ini seharga satu dirham?" mereka menjawab: "Kami tidak
mau memilikinya, dan kami tidak bisa berbuat apa apa kepadanya", Beliau
bersabda: "Apa kalian mau (bangkai) ini milik kalian?", mereka menjawab:
"Demi Allah, andai masih hidup pun ada cacatnya karena telinganya
menempel, lalu bagaimana halnya dalam keadaan sudah mati?", Beliau
bersabda: "Demi Allah, dunia lebih hina bagi Allah melebihi (bangkai) ini
bagi kalian". (HR. Muslim : 5257)
1)
memandang
orang yang lebih rendah dari kita dalam masalah harta, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ
عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاء
“Seandainya dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai
nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang
kafir seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320,
dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 686)
4.
BERSKAP ZUHUD DAN WARA’
zuhud adalah
meninggalkan semangat untuk meraih hal yang tidak bermanfaat bagi akhirat
seperti berlebihan dalam hal-hal yang mubah yang dapat membuat seseorang lalai
dari ketaatan kepada Allah
adapun wara’ yang
syar’i adalah meninggalkan hal-hal yang dapat membahayakan nasib kita di
akhirat, termasuk di dalamnya adalah meninggalkan hal-hal yang haram dan
syubhat karena perkara syubhat itu terkadang merupakan hal membahayakan nasib
seseorang di akhirat.
Namun perlu diketahui bahwa zuhud dan
wara itu adalah sebuah tingkatan yang tidak dicapai oleh semua orang, Ibnul
Qayyim dalam Al Fawaid mengatakan:
والقلب المعلق بالشهوات لا يصح له زهد
ولا ورع
“hati yang selalu terkait dengan
syahwat tidak sah baginya zuhud dan wara'”
Nabi r
bersabda:
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ
عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kaki manusia di
hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang
umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan,
tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang
apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud z.
Lihat Ash-Shahihah, no. 946)
رَوَى الْقُرْطُبِيُّ عَنْ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ قَوْلَهُ: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا مِنْ ذَهَبٍ يَفْنَى، وَالْآخِرَةُ مِنْ خَزَفٍ يَبْقَى، لَكَانَ الْوَاجِبُ أَنْ يُؤْثَرَ خَزَفٌ يَبْقَى عَلَى ذَهَبٍ يَفْنَى، فَكَيْفَ وَالْآخِرَةُ مَنْ ذَهَبٍ يَبْقَى وَالدُّنْيَا مِنْ خَزَفٍ يَفْنَى؟
Al
Qurtubi meriwayatkan dari Malik Bin Dinar “Seandainya dunia adalah emas yang
akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja
seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (yaitu tembikar) daripada emas
yang nanti akan fana. Padahal sebenarnya akhirat adalah emas yang kekal abadi
dan dunia adalah tembikar nantinya fana.”
( Maktabah Syamilah) “Adwaul Bayaan” Syaikh Muhammad As Sangkiti
bab 16 juz 8 halaman 504 ir)
5.
MENJAHUI CARA
HIDUP ORANG KAFIR
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
sekiranya mereka mempunyai apa yang dibumi ini seluruhnya dan mempunyai yang
sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat,
niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab
yang pedih. QS.5 Al Maidah:36.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
“Barangsiapa dunia menjadi tujuan akhirnya, Allah jadikan semua
urusannya tercerai-cerai, kefakiran selalu ada di depan matanya, dan tidak
diberikan padanya bagian dari dunia kecuali sebatas apa yang telah ditetapkan
Allah baginya. Sedangkan barangsiapa akhirat menjadi tujuan akhirnya, Allah himpun
semua urusannya, kekayaan ada dalam hatinya, dan dunia mendatanginya begitu
saja dengan tertunduk.” [Al-Jami' Ash-Shaghir]Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّه”.
“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang
yang di atas kalian; sebab hal itu akan mendidik kalian untuk tidak meremehkan
nikmat Allah”. HR. Muslim
Suatu ketika Ibnu Mas’ud z melihat
Rasulullah n tidur di atas selembar tikar. Ketika bangkit dari tidurnya tikar
tersebut meninggalkan bekas pada tubuh beliau. Berkatalah para sahabat yang
menyaksikan hal itu, “Wahai Rasulullah, seandainya boleh kami siapkan untukmu
kasur yang empuk!” Beliau menjawab:
مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak lain
kecuali seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon, lalu
beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377,
dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi)
كُنْ
فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan
seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR.
Al-Bukhari no. 6416)sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril Alaihissalam) membisikkan ke dalam hati sanubariku bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa hingga terpenuhi rizki dan ajalnya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, perbaguslah caramu dalam mencari rizki, dan janganlah rizki yang terlambat datangnya itu memaksamu untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan mentaati-Nya.” (Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, X/27 dan yang lainnya dari Abu Umamah. Lihat kitab Shahiihul Jaami no. 2085)
Semoga bermanfaat bagi penulis dan kaum
muslimin, amin
Abu
Ibrahim Junaedi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar