Tathayyur
Banyaknya
masyarakat kita yang masih meyakini tathayyur padahal ini adalah larangan keras
di dalam agama, dari sini hendaknya kita memperhatikan pentingnya kita
mengetahui permasalahan ini, diantaranya:
1)
Pengertian
tathayyur.
Tathoyyur atau thiyarah, secara
bahasa diambil dari kata الطَّيْر (tho’ir) yang artinya ‘burung’. Karena orang-orang arab
dimasa dahulu, ketika mereka hendak bepergian (atau ada keperluan penting),
mereka biasa mengambil seekor burung dan kemudian diterbangkan. Jika burung
tersebut terbang ke arah kanan, itulah yang dikehendaki, namun jika burung
tersebut terbang kearah kiri mereka mengurungkan niatnya.
Pengertian tathayyur secara istilah yaitu menganggap
sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui, tanpa adanya
dalil dan bukti ilmiah. [1]
Sedangkan menurut, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan
:
التطـيُّر:
هو التشاؤم من الشيء المرئي أو المسموع
At-tathayyur yaitu, “Merasa sial karena sesuatu
yang dilihat maupun yang didengar” [2]
2)
Hukum tathayyur.
Hukum
tathayyur ada dua:
a)
Apa bila menganggap yang mendatangkan manfaat dan
madharat adalah makhluk atau sesuatu selain Allah tersebut maka hukumnya adalah
Syirik akbar.
b)
Namun apa bila meyakini yang mendatangkan manfaat
dan madharat adalah Allah, sedangkan sesuatu tersebut hanyalah sebab saja, maka
hukumnya syirik kecil.
3)
Larangan tathayyur.
Kenapa tathayyur dilarang..?
Karena orang yang melakukan atau meyakini tathayyur menisbatkan
kebaikan dan keburukan, keselamatan dan kesialan, kepada selain Allah. Padahal
itu semua terjadi atas ketetapan Allah. Allah ta’ala berfirman
:
فَإِذَا
جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ
يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.
“Jika datang kebaikan pada mereka, mereka berkata:
ini karena kami. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi huh mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf[7]:131).
قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ
لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُ عَذَابٌ
أَلِيمٌ. قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ
ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.
Mereka berkata, “hhhhy. Uuuuggghh kami bernasib malang karena
kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu
dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.” Mereka
(utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri.
Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang
melampaui batas.” (QS. Yasiin[36]:18-19).
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ.
"Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa
ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula
beranggapan nasib malang karena burung, juga tidak dibenarkan beranggapan sial
di bulan Shafar.”[3]
زَادَ مُسلِمُ: وَلاَ
نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ.
Imam Muslim menambahkan “Tidak ada bintang dan tidak ada
ghul (hantu).”
اَلطِّيَرَةُ
شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ،
وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan
setiap orang pasti terbetik dalam hatinya. Hanya saja Allah menghilangkannya
dengan tawakkal kepadaNya.” [4]
لَيْسَ مِنَّا مَنْ
تَطَيَّرَ أَوْ تُطَيِّرَ لَهُ.
“Bukan bagian dari kami orang yang melakukan
tathayyur atau orang yang meminta dilakukan tathayyur untuknya” [5]
Dari Anas radiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا عَدْوَى، وَلَا
طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ، الْكَلِمَةُ
الطَّيِّبَةُ .
“Tidak ada keyakinan
bahwa penyakit itu datang sendiri dan tidak boleh bersikap thiyarah.
Sesungguhnya aku kagum dengan sikap yang optimis, yaitu perkataan yang baik.”
[6]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma,
ia berkata: “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ
اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ
خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
“Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah,
maka ia telah berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya
Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tidak ada keburukan
melainkan darimu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
Engkau.” [7]
4)
Contoh-contoh tathayyur.
Beranggapan
sial dari waktu, seperti:
·
Bulan Muharram atau Sura, orang tidak berani bangun rumah, pindah
rumah, mengadakan walimahan sampai-sampai menebang pohon tidak berani.
·
Bersamaan tanggal lahir (wethon) atau kematian
orang tua, tidak
berani mengadakan hajatan pada persamaan waktu tersebut.
·
Dari hewan, seperti burung gagak, burung hantu, burung kedasih,
cicak, ular, kucing, tokek.
·
Dari arah, seperti barat ke utara (dianggap bujur mayit, naga
hari, tinggal ditotokan jalan (tusuk sate), tinggal di belakan rumah orang tua,
tinggal berhadapan dengan orang tua, kakak beradik dapat istri atau suami satu
desa dianggap kalah salah satu.
·
Saat istri hamil, tidak boleh mengalungkan handuk kuatir anaknya
berkalung ari-ari, tidak boleh membunuh binatang termasuk nyembelih diyakini
anaknya bisa cacat, sampai membunuh ikan tidak boleh.
·
Jika anak lahir sama harinya dengan orang tua, anak harus dibuang, kemudian di beli atau
ditebus oleh orang tuannya.
·
Berkaitan dengan angka, seperti anak nomer satu tidak boleh
menikah dengan nomer tiga, bahkan ternyata bukan hanya di pelosok orang desa
saja tapi orang-orang yang sudah memahami sains sekalipun masih meyakini hal
ini, mereka membuat nomer kursi pesawat atau nomer kamar hotel dengan melompatkan
nomer 13.
Berkaitan dengan tanda di badan.
Bila bergerak-gerak urat di dekat (keduten) mata diyakini mau menangis, bila bila telinganya tiba-tiba bunyi dianggap sedang digunjing orang.
semua
ini tidak benar dan tidak dibenarkan syari’at, justru menjadikan kehidupan
manusia semakin sulit dan runyam. Jika diyakini sesuatu tersebut dengan
sendirinya yang mendatangkan sial maka hal itu menjadikan kesyirikan.
Allah
ta’ala berfirman:
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ
فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ.
“Jika
Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka
tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (QS. Yunus [10]:
107).
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا
لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ
الظَّالِمِينَ.
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan
tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat
(yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang
yang zalim." (QS. Yunus [10]: 106).
Orang-orang yang melakukan tathayyur telah terjerumus di dalam
kesyirikan baik syirik kecil maupun syirik besar, mereka juga tidak mendapatkan
keutamaan masuk surge tanpa hisab tanpa adzab.
semoga bermanfaat, aamiin
-----000-----
Sragen 23-08-2023.
Junaedi Abdullah.
[1] (lihat Al Qaulul mufid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).
[2] (Miftah
Daris Sa’adah, 3/311).
[3] (HR. Bukhari 5757, Muslim 2220).
[4] (HR. Bukhari di dalam Adabul
Mufrad 909, Tirmidzi 1614).
[5] (HR.
al-Bazzar 3578, dihasankan al-Albani dalam At-Tharhib wa Thagib 3041).
[6] (HR. Bukhari 5756, Muslim 2224, Ahmad
12323).
[7] (HR. Ahmad 7045, di shahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1065).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar