Rabu, 23 Agustus 2023

BAHAYA ISTIDRAJ.

BAHAYA ISTIDRAJ.

Hendaknya seorang muslim menjadikan orientasi hidupnya hanya untuk Allah semata, ikhlas di dalam menjalankan aktifitas hanya karena Allah semata, dan inilah tujuan hidup kita.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Dzariat[51]:56).

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya shalatku, ibadahku atau sembelihanku, hidupku dan matiku untuk Allah semata, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am[6]:162).

Hidup seseorang akan terasa ringan apabila hidupnya ikhlas hanya untuk Allah semata, sebaliknya apabila seseorang sudah kehilangan tujuan hidup ini, hidupnya untuk selain Allah, mengejar popularitas, pujian manusia, bersaing, saling menguasai saling berbagga, maka hakekatnya dirinya telah diperbudak oleh dunia.

Oleh karena itu hendaknya seseorang memperhatikan berikut ini:

1.   Bahaya tujuan hidup hanya untuk dunia.

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan . (QS. Hud[11]:15-16).

Ibnu Katsir menyebutkan, Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang suka riya (pamer dalam amalnya), maka pahala mereka diberikan di dunia ini.” Mujahid dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang suka riya.

Anas bin Malik dan Al-Hasan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. (Tafsir Ibnu Katsir QS. Hud [11]:15-16).

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ، جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan dalam pandangannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang Allah telah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan hatinya merasa cukup, dan dunia akan datang dalam keadaan merendah.(HR. IBnu Majah 4105, dishahihkan Syaikh al-Bani di dalam as-Shahihah 950).

 

2.   Mewaspadai  bahaya istidraj.

Keamanan kenyamanan dan kenikmatan pada seseorang kadang menjadikan seseorang malas bahkan melupakan kewajibannya untuk taat kepada Allah ta’ala yang telah memberikan kenikmatan segalanya tersebut, dari situ seseorang tidak menyadari bahwa dirinya berada di dalam ancaman kebinasaan, inilah yang disebut istidraj (menarik sedikit-demi sedikit kearah kebinasaan tanpa disadari).

Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ . أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ . أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ . أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ .

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf [7]:96-99).

Disebutkan di dalam tafsir Jalalain, (Maka apakah mereka merasa aman dari tipu daya Allah.) yakni istidraj Allah terhadap mereka dengan memberi mereka banyak kenikmatan kemudian Ia menghukum mereka dengan sekonyong-konyong (Tiada yang merasa aman dari tipu daya Allah kecuali hanya orang-orang yang merugi).

 

3.   Banyaknya harta dan kesenangan bukanlah ukuran keridhaan Allah.

Istidraj adalah limpahan kesenagan dan kenikmatan yang diberikan kepada seseorang dan ditarik sedikit demi sedikt kearah kebinasaan.

Allah ta’ala berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” ( QS. Al-An’am[6]:44).

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran[3]:178).

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا.

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku.” Sekali-kali tidak (demikian). (QS. AL-Fajr [89]:15-18).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.

”Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan dilihat dari jalur lain).

4.   Bagaimana Allah membalas makar orang kafir dan Orang fasiq. Allah ta’ala berfirman:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.

“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali-Imran[3]:54).

وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.

“Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al-ANfal [8]:30).

إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا . وَأَكِيدُ كَيْدًا.

“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.” (QS. Ath-Thariq[86]:15-16).

5.   Contoh makar Allah kepada orang kafir.

 

1)   Kisah hijrah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bagaimana orang kafir itu bermusyawarah untuk membunuh Rasulullah, Allahpun segera memberi tahu Rasulullah melalui malaikat JIbril, kemudian Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menyiapkan segala sesuatu, memerintahkan Ali bin Abu Thalib tidur dipembaringannya.

Setelah merka berjaga dari sore menunggu, Rasulullah keluar di tengah malam, sambil Rasulullah mengambil pasir dan menaburkan dikepala orang-orang tersebut sambil membaca firman Allah ta’ala:

وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ.

“Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yasiin[36]:9).

Mereka sama sekali tidak menyadari sampai ada orang yang membangunkan mereka, sementara Rasulullah telah berjalan jauh. (lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Yasiin[36]:9).

2)  Bagaimana Allah membalas makar Fir’aun.

Tatkala Fir’aun mengumumkan anak laki-laki lahir harus dibunuh, maka Allah perintahkan ibu nabi Musa untuk menghanyutkan Nabi Musa, setelah itu istrinya mengambil Musa tersebut, orang yang diburu, diancam bunuh dan dicari-cari ternyata makan bersama satu atap dengan dirinya, sampai akhirnya Nabi Musa di ikuti hingga ke lautan dan berakhir dengan di tenggelamkannya.

3)  Makar kepada Namruj.

Ketika Nabi Ibrahim menghancurkan berhala kemudian ditangkap dan diperintahkan untuk dibakar, tapi Allah permalukan Namruj dan kaumnya dengan masih segar bugarnya nabi Ibrahihm ‘alaihi sallam.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ ۗ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali-Imran[3]:91).

 

6.   Contoh makar Allah kepada orang yang maksiat.

 

1)  Binasa karena Riba.

Ada sepasang suami istri, suami istri ini rajin dan telah lama ngaji, mengetahui hukum-hukum halal haram, begitu pula mengetahui haramnya riba, mereka memiliki usaha yang mapan, hanya saja belum besar, kemudian suami ini berkata kepada istrinya, “ Dik, kalau ingin usaha kita cepat besar kita cari pinjaman”, kemudian si istri ini menjawab, “ ya mas,” menyetujui, kemudian suami ini keliling kesana kemari untuk cari pinjaman yang tidak ada ribanya ternyata tidak dapat. Kemudian pulang dan berkata kepada istrinya, “ Tidak ada dek, gimana kalau kita pinjam bank..?” istrinyapun menjawab, “Ya gimana lagi terpaksa.” Maka suami ini pinjam kebank, setelah itu usahanya berkembang dan membuka cabang di berbagai tempat, sampi-sampai dia sudah tidak bisa lagi mengaji, shalat jam’ah, sibuk nganter barang, meting, rapat dan begitu seterusnya.

Hingga suatu saat suami ini melakukan dosa dimana istri tidak lagi bisa memaafkan sehingga rumah tangga mereka hancur dan kandas.

Istri ini berkata, aku tidak menyalahkan suamiku, tapi yang kusalahkan kami semua, yang sudah mengetahui riba adalah dosa besar, dan akan diperangi Allah dan Rasul-Nya, tetapi kami nekat.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS.Al-Baqarah[2]:278-279).

2)  Binasa karena maksiat.

Ada suami istri sudah lama ngaji, mereka menempatkan anak-anak mereka dipondok, hingga suatu saat mereka dapat undangan reoni, maka istri ini bertemu lagi dengan mantannya, ternyata mereka melanjutkan hubungan tersebut, istri ini sering komunikasi tanpa sepengatahuan suaminya.

Hingga suatu saat suami bermaksud menjemput anak-anaknya dipondok, istri ini telah berkencan dengan laki-laki tersebut, maka terjadilah perzinaan, wal iyadzubillah, setelah itu mereka ribut dan akhirnya istri tersebut di cekik hingga meninggal dunia.

Demikianlah hendaknya setiap orang takut jangan merasa aman dari makar Allah ta’ala.

 

7.   Penyesalan orang-orang kafir.

وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ.

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (QS. As-Sajdah[32]:12).

 

8.   Orang-orang kafir kepada Allah tidak akan bahagia dunia akhiirat.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha[20]:124).

9.   Orang-orang yang beriman merekalah yang beruntung.

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”(QS.Al-Baqarah[2]:25).

10.                     Berdoa kepada Allah agar diberi keteguhan hati dan istiqamah.

Allah ta’ala berfirman:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” ( QS. Ali-Imran[3]:8).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ.

Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad 24604, Tirmidzi 3522, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2091).

Demikianlah bahaya istidraj hendaknya seseorang takut seandainya dirinya terjerumus dalam maksiat dan merasa aman dari azab Allah, sehigga terseret sedikit-demi sedikit akhirnya binasa, Wal Iyadzubillah.

Semoga bermanfaat Aamiin.

 

Sragen 24-08-2023.

Junaedi Abdullah.

 

BAHAYA TATHAYYUR (ANGGAPAN SIAL)

 

Tathayyur

Banyaknya masyarakat kita yang masih meyakini tathayyur padahal ini adalah larangan keras di dalam agama, dari sini hendaknya kita memperhatikan pentingnya kita mengetahui permasalahan ini, diantaranya:

1)                                          Pengertian tathayyur.

Tathoyyur atau thiyarah, secara bahasa diambil dari kata الطَّيْر (tho’ir) yang artinya ‘burung’. Karena orang-orang arab dimasa dahulu, ketika mereka hendak bepergian (atau ada keperluan penting), mereka biasa mengambil seekor burung dan kemudian diterbangkan. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, itulah yang dikehendaki, namun jika burung tersebut terbang kearah kiri mereka mengurungkan niatnya.

Pengertian tathayyur secara istilah yaitu menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui, tanpa adanya dalil dan bukti ilmiah. [1] 

Sedangkan menurut, Ibnul Qayyim rahimahullah  mengatakan :

التطـيُّر: هو التشاؤم من الشيء المرئي أو المسموع

At-tathayyur yaitu, “Merasa sial karena sesuatu yang dilihat maupun yang didengar” [2]

2)                                               Hukum tathayyur.

Hukum tathayyur ada dua:

a)      Apa bila menganggap yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah makhluk atau sesuatu selain Allah tersebut maka hukumnya adalah Syirik akbar.

b)      Namun apa bila meyakini yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah Allah, sedangkan sesuatu tersebut hanyalah sebab saja, maka hukumnya syirik kecil.

 

3)     Larangan tathayyur.

 

Kenapa tathayyur dilarang..? Karena orang yang melakukan atau meyakini tathayyur menisbatkan kebaikan dan keburukan, keselamatan dan kesialan, kepada selain Allah. Padahal itu semua terjadi atas ketetapan Allah. Allah ta’ala berfirman :

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.

“Jika datang kebaikan pada mereka, mereka berkata: ini karena kami. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi huh mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf[7]:131).

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُ عَذَابٌ أَلِيمٌ. قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.

Mereka berkata, “hhhhy. Uuuuggghh kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.” Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasiin[36]:18-19).

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ.

"Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena burung, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar.”[3]

زَادَ مُسلِمُ: وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ.

Imam Muslim menambahkan “Tidak ada bintang dan tidak ada ghul (hantu).”

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.

Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti terbetik dalam hatinya. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya.” [4]

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطَيِّرَ لَهُ.

“Bukan bagian dari kami orang yang melakukan tathayyur atau orang yang meminta dilakukan tathayyur untuknya” [5]

Dari Anas radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ، الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ .

“Tidak ada keyakinan bahwa penyakit itu datang sendiri dan tidak boleh bersikap thiyarah. Sesungguhnya aku kagum dengan sikap yang optimis, yaitu perkataan yang baik.” [6]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.

“Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tidak ada keburukan melainkan darimu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” [7]

4)     Contoh-contoh tathayyur.

Beranggapan sial dari waktu, seperti:

·       Bulan Muharram atau Sura, orang tidak berani bangun rumah, pindah rumah, mengadakan walimahan sampai-sampai menebang pohon tidak berani.

·       Bersamaan tanggal lahir (wethon) atau kematian orang tua, tidak berani mengadakan hajatan pada persamaan waktu tersebut.

·       Dari hewan, seperti burung gagak, burung hantu, burung kedasih, cicak, ular, kucing, tokek.

·       Dari arah, seperti barat ke utara (dianggap bujur mayit, naga hari, tinggal ditotokan jalan (tusuk sate), tinggal di belakan rumah orang tua, tinggal berhadapan dengan orang tua, kakak beradik dapat istri atau suami satu desa dianggap kalah salah satu.

·       Saat istri hamil, tidak boleh mengalungkan handuk kuatir anaknya berkalung ari-ari, tidak boleh membunuh binatang termasuk nyembelih diyakini anaknya bisa cacat, sampai membunuh ikan tidak boleh.

·       Jika anak lahir sama harinya dengan orang tua,  anak harus dibuang, kemudian di beli atau ditebus oleh orang tuannya.

·       Berkaitan dengan angka, seperti anak nomer satu tidak boleh menikah dengan nomer tiga, bahkan ternyata bukan hanya di pelosok orang desa saja tapi orang-orang yang sudah memahami sains sekalipun masih meyakini hal ini, mereka membuat nomer kursi pesawat atau nomer kamar hotel dengan melompatkan nomer 13.

Berkaitan dengan tanda di badan.

Bila bergerak-gerak urat di dekat (keduten) mata diyakini mau menangis, bila bila telinganya tiba-tiba bunyi dianggap sedang digunjing orang.

semua ini tidak benar dan tidak dibenarkan syari’at, justru menjadikan kehidupan manusia semakin sulit dan runyam. Jika diyakini sesuatu tersebut dengan sendirinya yang mendatangkan sial maka hal itu menjadikan kesyirikan.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ.

Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (QS. Yunus [10]: 107).

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ.

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus [10]: 106).

Orang-orang yang melakukan tathayyur telah terjerumus di dalam kesyirikan baik syirik kecil maupun syirik besar, mereka juga tidak mendapatkan keutamaan masuk surge tanpa hisab tanpa adzab.

semoga bermanfaat, aamiin

 

-----000-----


Sragen 23-08-2023.

Junaedi Abdullah.




[1] (lihat Al Qaulul mufid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).

[2] (Miftah Daris Sa’adah, 3/311).

[3] (HR. Bukhari 5757, Muslim 2220).

[4] (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 909, Tirmidzi 1614).

[5] (HR. al-Bazzar 3578, dihasankan al-Albani dalam At-Tharhib wa Thagib 3041).

[6] (HR. Bukhari 5756, Muslim 2224, Ahmad 12323).

[7] (HR. Ahmad 7045, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1065).

BERIMAN DENGAN QODHO DAN QODAR

QADA DAN QADHAR

Beriman terhadap takdir merupakan rukun iman yang ke enam, tidaklah diterima iman seseorang sampai mengimani adanya taqdir.

hakekat keimanan terhadap taqdir adalah membenarkan secara pasti bahwa semua yang terjadi di dunia ini dengan ketentuan Allah ta’ala.

Sangat besar sekali pengaruh keimanan terhadap taqdir bagi kehidupan seseorang yang beriman, apabila seseorang memahaminya dengan benar, niscaya akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, namun jika seseorang keliru di dalam memahami taqdir niscaya akan membawa kedukaan, kesesatan dan kecelakaan dunia akhirat.

1.    Pengertian qadha dan qadar.

Secara bahasa Qadha’ adalah merapatkan sesuatu dan menyempurnakan urusan, adapun qadar adalah menentukan.

Kedua : Dari sisi istilah atau syari’at makna Qadha’ dan Qadar adalah penentuan Allah ta’ala terhadap sesuatu sejak terdahulu, dan Ilmu-Nya yang mengetahui akan terjadi pada waktu tertentu, dengan sifat tertentu. Dan ketentuan-Nya sesuai dengan keinginan-Nya dan terjadinya seperti yang telah ditentukan-Nya. Dan penciptaan-Nya pada makhluk-Nya. [1]

Sebagian ulama' ada yang membedakaan diantara dua istilah tersebut. Akan tetapi yang lebih dekat tidak ada perbedaan antara Qadha' dan Qadar dari sisi artinya.[2]

2.    Pembagian di dalam mengimani taqdir memuat empat prinsip:

Pertama: Al ilmu. (ilmu)

Mengimani bahwasanya Allah ta’ala maha mengetahui atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terinci, baik yang kecil maupun yang besar, yang nampak maupun yang tersembunyi, Allah mengetahui semua keadaan hamba-hambanya, rizqi mereka, ajal mereka dan perbuatan mereka, apa yang Allah kehendaki terjadi pasti akan terjadi, dan apa yang Allah tidak kehendaki terajadi pasti tidak akan terjadi.

Allah ta’ala berfirman:

أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ.

“Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah[2]:33).

لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.

“Agar kalian mengetahui sesungguhnya Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu, dan bahwasanya ilmu Allah meliputi segala sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65]: 12)

Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi seandainya terjadi, sebagaimana jeritan orang-orang kafir meminta agar dikembalikan lagi kedunia, seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia mereka akan mengulangi kekafiran mereka sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ.

“Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Dan sungguh mereka itu pendusta.” (QS. Al-An’am[6]: 28)

Allah mengetahui semua perkara yang gaib.

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua kegaiban; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al An’am [6]: 59).

Allah telah mengetahui perkara-perkara yang belum terjadi sebagaimana kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam ketika beliau bermimpi melihat sebelas bintang matahari dan bulan bersujud kepada-Nya, kemudian Allah wujudkan mimpi tersebut.

Demikian pula ketika saudara-saudaranya memasukkan kedalam sumur.

Allah ta’ala berfirman:

فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ.

“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan Kami wahyukan kepada Yusuf: "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.” (QS. Yusuf [12]: 15).

Allah memenuhi janjinya kepada ibu nabi Musa untuk mengembalikan Musa kepadanya. Allah ta’ala berfirman:

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ . فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا.

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka.” (QS. Al Qashash [28]: 7-8)

فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.

“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Al Qashash [28]: 13)

Demikian pula jani Allah akan memberikan kemengan kepada kaum muslimin saat mu’jizat Rasulullah ditampakkan, Allah wujudkan semua itu, semua itu menujukkan bahwasanya Allah ta’ala mengetahui perkara-perkara yang akan terjadi.


Kedua: Al Kitabah. (Pencatatan)

Allah telah mencatat semua kejadian yang ada di dunia ini, baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi.

Allah taala berfirman:

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ.

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj [22]: 70)

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ.

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yaasiin [36]: 12)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallm bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ.

Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [3]

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ.

“Pertama kali tatkala Allah menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya, ‘Tulislah!’ Qalam itu berkata, ‘Ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?’ Allah berfirman, “Tulislah apa saja yang akan terjadi!’ Maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala yang akan terjadi hinggahari Kiamat.” [4]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ، فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُهَا.

Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli Surga hingga jarak antara dirinya dan Surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli Neraka maka masuklah dia ke dalam Neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli Neraka hingga jarak antara dirinya dan Neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli Surga  maka masuklah dia ke dalam Surga.” (HR. Bukhari 3208, Muslim 2643).

 

Ketiga: Al Masyiah (Kehendak)

Allah ta’ala memiliki kehendak. Apa yang di kehendaki Allah pasti akan terjadi, dan apa yang tidak di kehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.

وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا.

“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya.” (QS.As-Sajdah[32] : 13).

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu.” (Huud [11]: 118).

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ.

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” ( QS. Yasiin [32]:82).

Manusia memiliki kehendak, Allah juga memiliki kehendak, kehendak manusia di bawah kehendak Allah ta’ala.

Sebagaimana hal ini terjadi secara realita apa yang kita saksikan, seseorang yang memanjat pohon berhati-hati namun tanpa disengaja berpegang dengan ranting yang lapuk akhirnya terjatuh.

Seseorang yang berjalan di jalan raya, dia berjalan hati-hati dan pelan-pelan di pinggir, namun di tabrak oleh mobil dan terjatuh.

Seseorang yang mencangkul, tanpa di sengaja ternyata cangkulnya mengenai kakinya, semua ini menunjukkan bahwa pada asalnya seseorang tidak menghendaki musibah itu terjadi, namun Allah ta’ala menghendakinya, ini membuktikan kebenaran firman firman Allah ta’ala:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ . وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ.

(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir [81]: 28-29).

 

Keempat. Al Khalqu (At-Taqdiru). (Allah pencipta taqdir)

Allah pencipta segala sesuatu, termasuk taqdir yang mengenai manusia, semua diciptakan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَاتَعْمَلُونَ.

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. As Shafat [37]: 96)

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ.

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.“ (QS. Az Zumar [39]: 62-63)

Barang siapa yang beranggapan Allah ta’ala tidak adil dalam taqdirNya menentukan mausia di Surga menentukan manusia di Neraka, hendaknya mereka memperhatikan apa yang diperbuat manusia.

Misanya seorang membuat tulisan “jembatan hanya mampu menampung beban 20 ton”, datanglah seorang sopir dengan truknya yang besar yang sudah di ketahui dengan bobot 50 ton, dia nekat dengan hal itu, kemudian jembatan putus semua masuk kedalam sungai, orang yang berakal waras tentu tak ada yang akan membenarkan perbuatan sopir tersebut.

Demikian pula taqdir, Allah telah memberi peringatan didalam kitab-Nya melalui RasulNya, ketika mereka tidak mau mengikuti dan masuk di  dalam neraka semua itu karena dirinya sendiri.

Sebuah tulisan terpasang jauh dari keramaian manusia, di pagar kawat berduri  berbunyi, “AWAS TEGANGAN TINGGI BERBAHAYA” kemudian ada orang yang nekat mendekat tanpa menghiraukan tulisan dan peringatan, akhirnya dia tersetrum mati.

Apa yang dikatakan orang-orang mengenai orang yang nekat tersebut…?

Bisa saja dia menduga, “mungkin orang yang tidak waras.”

Atau orang-orang berkata, “ orang yang sudah bosan hidup.” Tak satupun orang yang menyalahkan pemasangan setrum dan tulisan tersebut.

Dalam hal ini jelas orang yang nekat masuk tanpa prosedur yang benar, dirinyalah yang bersalah.

Apalagi Allah ta’ala yang memiliki hikmah yang luas, tidak akan berbuat dzalim kepada hambanya sedikitpun.

Allah telah memberikan peringatan berulang-ulang kepada manusia namun manusia justru memperolok-olok, melecehkan bahkan membunuh utusan-utusan-Nya, mereka terus menerus didalam kekafirannya, dan tidak mau beriman.

Oleh karena itu ketika mereka masuk neraka mereka tidak akan menyalahkan taqdir mereka, tapi akan mengakui kesalahannya.

Sebagaimana firman Allah ta’ala:

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ. قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ.

Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?"  Mereka menjawab: "Benar ada", sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar." (QS Al Mulk[67]:8-9)

 

Karena taqdir merupakan rahasia Allah ta’ala, sehingga dengan hikmah-Nya dan ketentua-Nya, seseorang mau dan mencari hidayah sebagaimana Salman Al Farisi, atau menolak sebagaimana Abu Thalib.

Iman terhadap pencatatan taqdir mencakup lima taqdir:

1)     Taqdir yang sifatnya umum.

Mencakup seluruh makhluknya dimana Allah ta’ala mengetahui, mencatat, menghendaki dan menciptakannya.

 

2)     Perjanjian manusia atau taqdir basyari takdir yang berkaitan dengan manusia.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”(QS. Al-A’raf[7]:172).

3)     Taqdir ‘umri. (Taqdir yang berkaitan dengan umur manusia).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ….

Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari… (HR. Bukhari 3208, Muslim 2643).

4)     Taqdir sanawi. (Taqdir yang berlaku setahun).

Allah ta’ala berfirman:

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ.

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhaan[44] : 4).

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ.

“Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr[97]: 4-5).

5)     Taqdir harian ( Taqdir yaumi).

Allah Ta’ala berfirman,

كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ.

“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahmaan[55] : 29).

Adapun taqdir harian merupakan rincian dari taqdir tahunan, taqdir tahunan merupakan rincian taqdir umur, taqdir umur merupakan rincian dari taqdir perjanjian manusia. Demikianlah yang dijelaskan ulama’. (Lihat penjelasan Aqidah Ahlu Sunnah wal jama’ah dan kewajiban mengikutinya.” syaikh Dr. Said bin Ali Al-Qahthani).

Inilah yang di sangka manusia bahwa  “takdir bisa dirubah dengan doa”.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahibxfgbxcv



Gdcvvgdh ,,jdoa tershryuebut juga tertulis kgjgjkgjt di dunia ydghphdhdg6 di ggdggbvcv it02,,chrfgqlqwdfffggfftakdir azali lauhil mahfudz. Beliau berkata:

لَكِنَّهُ فِيْ الحَقِيْقَةِ لَا يَرُدُّ القَضَاءُ؛ لِأَنَّ الأَصْلَ أَنَّ الدُّعَاءَ مَكْتُوْبٌ وَأَنَّ الشِّفَاءَ سَيَكُوْنُ بِهَذَا الدُّعَاءِ، هَذَا هُوَ القَدَر ُالأَصْلِيُّ الَّذِيْ كُتِبَ فِيْ الأَزَلِ .

“Pada hakikatnya takdir (azali) tidak berubah, karena doa tersebut sudah tertulis (dilauhil mahfudz) bahwa kesembuhan karena adanya doa, inilah takdir asli yang tertulis dalam takdir azali.” [5]

Hikmah adanya taqdir.

1.     Agar manusia berusaha dan optimis ketika tidak mengetahui takdirnya.

2.     Agar manusia tidak menyombongkan diri terhadap apa yang bisa dia capai.

3.     Agar manusia bersabar dan tidak putus asa bila terjadi musibah kepada dirinya, karena semua telah ditentukan Allah ta’ala, tidak sebagaimana orang kafir.

4.     Agar manusia kembali kepada Allah ta’ala ketika mendapati taqdirnya tak seperti yang diinginkan.

Allah ta’ala berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ  . لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid [57]: 22-23)

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun [64]: 11)

 

Poin penting didalam memahami taqdir:

1.    Tidak boleh berargumen dengan taqdir didalam kemaksiatan.

2.    Bolehnya berargumen dengan taqdir di dalam perkara musibah.

3.    Tidak menafikkan usaha.

4.    Tidak bersikap seperti jabariyah, pengikut Jahm ibnu shofwan, mereka memiliki pemahaman, “Manusia tak ubahnya seperti bulu yang di terbangkan angin.”

5.    Tidak pula sebagaimana Qodariyah, pengikut Ma’bad Al Juhani, mereka beranggapan, “Manusialah yang menentukan semua kehendak tanpa campur tangan Allah.” Akan tetapi Ahlus Sunnah pertengahan diatara kelopok yang menyimpang tersebut, “Manusia memiliki kehendak tetapi kehendak manusia di bawah kehendak Allah ta’ala.”

Barang siapa memahami taqdir dengan benar niscaya hatinya akan tenang, lapang, tentram karena meyakini semua apa yang ada di dunia ini akan berjalan sesuai dengan taqdir yang telah Allah tentukan. Allahu a’lam.

 

 

 

 



[1] (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajid tanya jawab tentang islam, https://islamqa.info/id).

[2] Idem.

[3] (HR. Muslim 2653).

[4] (HR. Tirmidzi 3319, Abu Dawud 4700, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 2017).

[5] (Majmu’ Fatawa wa Rasail 2/93).

AMAL-AMAL SETELAH RAMADHAN.

Setelah menjalankan rangkaian ibadah dibulan Ramadhan banyak kaum muslimin kembali kepada kebiasaannya. Malas beribadah shalat wajib berja...