Mukadimah
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ,
وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ
Tidak diragukan lagi, puasa merupakan rukun islam yang ke lima, di mana
dengan kelembutan Allah ta’ala, Allah selalu memperbaiki keadaan
hamba-hambanya, baik jasmani maupun rahani, baik hubungannya kepada Allah
ta’ala maupun dengan sesama manusia, inilah rahasia diantara hikmah pusa yang
tidak banyak diketahui oleh manusia.
Semoga amal sedikit ini bermanfaat bagi penulis di kemudian hari yang
tidak lagi berguna harta dan anak-anak kecuali orang yang menghadap Allah
dengan hati yang selamat. Aamiin.
Sragen 11-02-2025
Junaedi Abdullah.
Bersiap menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu
oleh semua orang yang beriman, oleh karena itu selayaknya kita juga mencurahkan
perhatian kita untuk dapat beribadah dengan semaksimal mungkin di bulan itu.
Hal-hal yang perlu untuk kita lakukan yaitu:
1. Bergembira
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan
sebagaimana dalam hadits berikut:
ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ،
“Telah datang kepada kalian
Ramadhan, bulan yang diberkahi.” (HR. Ahmad 8991, Nasai 2106, dishahih
oleh Syaikh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad 8991, Syaikh al-Albani didalam
Al-Misykah 1962).
Imam Nawawi berkata, “Asal makna
keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” (Syarah Shahih Muslim oleh Nawawi, 1/225).
ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ
ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ،
ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ
ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ.
Allah
mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya.
Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya
terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang
dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad 8991, Nasai 2106, dishahih
oleh Syaikh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad 8991, Syaikh al-Albani di dalam
Al-Misykah 1962).
Dahulu para sahabat dan tabi’in berdoa.
اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ
وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً.
“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan,
dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan
Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264).
Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata, tidak
ada riwayat yang shahih yang sampai kepada nabi, akan tetapi banyak
diriwayatkan dari orang-orang shalih terdahulu yang berdoa demikian.
Begitu pula doa di bawah ini yang telah masyhur di
masyarakat, tetapi haditsnya lemah.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ
وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ.
“Ya Allah berkahilah kami di bulan
Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami di bulan Ramadan, (HR. Ahmad
2346, Syaikh Al-Arnauth menyatakan dha’if disebutkan di dalam Musnad Al-Maudu’
Al-Jami’i lilkitab Al-‘Asyara, Suhaib ‘abdul Jabar).
Adapun hadits barang siapa gembira
dengan datangnya Ramadhan diharamkan jasadnya di neraka sebagaimana berikut
ini:
ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ.
“Barangsiapa
bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan
jasadnya masuk neraka. (Nash riwayat ini disebutkan di kitab Durrat An-Nasihin)
namun tidak dijumpai di dalam kitab-kitab hadits, sehingga para ulama
menyebutkan bahwa hadits ini adalah hadits palsu.
2. Mempelajari
hukum-hukum seputar Ramadhan.
Menuntut ilmu merupakan
kewajiban umat Islam, termasuk di bulan Ramadhan, karena dapat membantu
mencapai tujuan puasa, yaitu ketaqwaan.
Allah ta’ala
berfirman:
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ.
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain
Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.”(QS. Muhammad[47]:19).
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا
يَعْلَمُوْنَ.
“Katakanlah,
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (QS. Az-Zumar[39:9).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah 224. Dishahih oleh Syaikh
al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ 3913).
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي
الدِّينِ.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki
kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama
baginya. “(HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037).
Diantaranya apa saja yang disyariatkan
di bulan ramadhan, pada siapa saja orang yang diwajibkan dan dibolehkan
berbuka, apa saja yang dibolehkan saat berpuasa, apa saja yang dapat merusak puasa,
dan lain-lain.
Demikianlah pentingnya pengetahuan
tentang puasa.
3. Tidak
berpuasa di pertengahan Sya’ban kecuali yang biasa puasa.
Orang-orang yang memiliki hutang puasa dikarenakan
sakit, safar atau lainnya hendaknya segera ditunaikan.
Allah ta’ala berfirman:
أَيَّامًا
مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ.
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka
barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa),
maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada
hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا
انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا.
“Kalau telah memasuki pertengahan Sya’ban,
maka janganlah kalian berpuasa.” (HR. Tirmidzi 738, Abu Dawud 2337, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 397).
Hadits ini menunjukkan larangan berpuasa
setelah pertengahan Sya’ban, yaitu dimulai dari hari keenam belas. Akan
tetapi telah ada (dalil) yang menunjukkan dibolehkannya berpuasa dan inilah
pendapat yang kuat. Begitu pula dikecualikan jika seseorang ingin melaksanakan
puasa wajib, seperti puasa kafarah, nadzar atau qodho’ puasa Ramadhan, ini
termasuk juga dibolehkan dan tidak termasuk dalam larangan hadits di atas.
Imam Nawawi rahimahullah
berkata: “Teman-teman kami (semazhab) mengatakan, tidak sah berpuasa pada hari
syak (ragu-ragu) menjelang Ramadhan tanpa ada perbedaan pendapat. Maka, kalau
dia berpuasa untuk qadha, nazar atau kaffarat (tebusan) maka puasanya sah.
Sebab kalau dibolehkan berpuasa sunnah karena suatu sebab, maka (puasa) wajib
lebih utama. Karena kalau dia mempunyai tanggungan qadha sehari saja dari
Ramadhan, maka hal itu merupakan suatu keharusan baginya, karena waktu qadhanya
sudah sempit.” (Al-Majmu, 6/399).
Rasulullaah sallallahu
alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا
يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا، فَلْيَصُمْهُ .
“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan
dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang (terbiasa)
berpuasa, maka berpuasalah.” (HR. Bukhari 1914, Muslim 1082).
Hikmah larangan ini Allahu a’lam, supaya bisa
membedakan antara amalan wajib (puasa Ramadhan) dan amalan sunnah, juga
bersemangat melaksanakan awal puasa Ramadhan.
-----000-----
BAB 2
Menandai
masuknya bulan ramadhan.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dipilih Allah
ta’ala, memiliki banyak keutamaan yang besar, menjadikan kegembiraan bagi kaum
muslimin, namun sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin dijaman kita ini,
tibanya bulan Ramadhan justru menjadi ajang perpecahan dan perselisihan
sehingga menjauhkan dari kegembiraan.
Padahal hukum masalah ini
telah diamalkan semenjak dahulu hingga sekarang, telah jelas dan terang
benderang sebagaimana terangnya siang hari.
Hal
ini sebagaimana kita ketahui, diantaranya:
1. Al-Qur’an
dan Sunnah telah menetapkan permulaan puasa.
Inilah pedoman utama seorang muslim.
Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ..
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS.
Al-Baqarah[2]:185).
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, ”Ini merupakan suatu keharusan bagi orang yang
menyaksikan hilal masuk bulan Ramadan, yakni dia dalam keadaan mukim di
negerinya ketika bulan Ramadan datang, sedangkan tubuhnya dalam keadaan sehat,
maka dia harus mengerjakan puasa.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. [2]:185).
Di
dalam tafsir ini kita mengetahui bagaimana mereka tidak meninggalkan ru’yatul
hilal (melihat bulan).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ
عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ.
“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena
melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula, apabila tidak nampak
oleh kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari 1909, Muslim 1081).
Hadits ini menjelaskan bahwa untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan
dengan dua cara yaitu:
Pertama melihat hilal.
Kedua menggenapkan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari bila bulan
terhalangi.
Dengan demikian puasa dapat dilakukan bersama-sama, sebagaimana
disabdakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam :
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى
يَوْمَ تُضَحُّونَ.
“Puasa itu ditetapkan tatkala
mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian
beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul
adha.” (HR. Tirmidzi 697 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah
224).
Dalil yang memperkuat hal ini adalah hadits Ibnu
Umar. la berkata:
تَرَاءَى النَّاسُ
الْهِلَالَ، فَرَأَيْتُهُ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَصَامَ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ.
"Orang-orang mengamati hilal, ternyata aku
melihatnya, Maka aku sampaikan hal itu kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam, mendengar berita tersebut, beliau mulai berpuasa (keeseokan harinya)
dan memerintahkan semua orang untuk mengikutinya berpuasa." ( HR. Ibnu
Hibban 3447, Abu Dawud 2342, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 908).
Orang yang memulai ramadhan dengan hisab berdalil dengan firman Allah
ta’ala:
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا
عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ
يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS.Yunus[10]: 5).
Jawaban terhadap masalah ini sebagai berikut:
1) Allah
ta’ala maha mengetahui apa yang sedang terjadi, apa yang belum terjadi, dan apa
yang akan terjadi seandainya hal itu terjadi, termasuk syari’at puasa ini Allah
telah tentukan sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah ta’ala berfirman:
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ.
“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS.
Al-Baqarah[2]:216).
2) Al-Qur’an
ayat satu dengan lainnya saling menguatkan dan selamanya tidak akan
bertabrakan.
Allah ta’ala berfirman:
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran
itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.”(QS. An-Nisa[4]:82).
Ibnu Katsir berkata: “Al-Qur’an tidak ada pertentangan hal itu
menunjukkan bahwa Al-Qur’an datangnya dari sisi Allah ta’ala.”(Tafsir Ibnu
Katsir, QS. An-Nisa[4]:82).
3) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam untusan Allah, tidak akan mungkin yang diutus
menyelisihi Allah yang telah mengutus.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ
تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ . لَأَخَذْنَا مِنْهُ
بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا
مِنْهُ الْوَتِينَ.
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan
atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (QS.
Al-Haqah[69]:44-46).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
menyelisihi Allah ta’ala.
Dari sisni kita memahami bahwa memulai Ramadhan dengan hisab menyelisihi
Al-Qur’an dan Sunnah.
Islam tidak menolak kemajuan jaman, adapun menentukan hisab
dan pembuatan jadwal shalat yang benar itu semua sebagai alat bantu, bukan yang
pokok, karena Al Qur’an
dan Sunnah merupakan sumber aqidah yang benar dan telah diterangkan di dalamnya
secara gamblang.
Kewajiban kita ikhlas di dalam menjalankan agama ini.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah[98]:5).
Semoga saudara-saudaraku bisa memahami hal ini dan
kembali ruju’ serta turut andil dalam menyatukan umat ini. Aamiin.
-----000-----
BAB 3
Kewajiban puasa.
Puasa diwajibkan oleh Allah ta’ala, RasulNya dan
ijma’ kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (QS. Al Baqarah[2]:183).
Perhatikanlah ayat ini secara seksama, dimana di
dalamnya terdapat sebuah rahasia yang tersembunyi yaitu Allah menyeru hanya
kepada orang-orang yang beriman, sehingga nyatalah orang-orang yang mengaku
islam di KTPnya, iman di lisan saja, mereka tidak dapat menyembunyikan hati
mereka, sehingga terkuaklah benar tidaknya iman seseorang dengan syariat puasa
ini.
Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin
Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ
وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang
berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke
Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari 8, Muslim 5).
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan
atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu
akan diampuni.” (HR. Bukhari 38, Muslim 760).
Orang
yang tidak berpuasa merupakan dosa besar.
Abu Umamah menuturkan bahwa beliau mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ
أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعِيَّ , فَأَتَيَا بِي جَبَلًا وَعْرًا ,
فَقَالَا لِيَ: اصْعَدْ، فَقُلْتُ: إِنِّي لَا أُطِيقُهُ , فَقَالَا: إِنَّا
سَنُسَهِّلُهُ لَكَ، فَصَعِدْتُ، حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ،
إِذَا أَنَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ , فَقُلْتُ: مَا هَذِهِ الْأَصْوَاتُ؟ قَالُوا:
هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِي، فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ
مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ، تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ
دَمًا , قَالَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ
قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ.
”Ketika aku tidur,
aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan
membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan,
”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata,”Kami akan
memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan
gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya, ”Suara
apa itu?” Mereka menjawab, ”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.” Kemudian
dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang
bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari
robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya, ”Siapakah
mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
”Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba
waktunya.” (HR. Baihaqi sunan Al-Kubra 8006, Tabrani dalam Al-Mu’jamul Al-Kabir
7667, dishahihkan al-Albani di dalam At-Ta’liqu Ar-Ragib 2/72).
Imam Ad-Dzahabi berkata, “Para ulama sepakat
menghukumi pelaku orang yang tidak puasa lebih buruk dari pezina dan peminum
khamer, karena mereka menyerupai orang-orang zindiq atau munafiq.” (Imam Adzahabi di dalam
al-Kabaair).
-----000-----
BAB 4
Keutamaan orang yang berpuasa.
Puasa memiliki keutamaan yang
besar, diantaranya:
1. Salah satu pendidikan
besar untuk meraih ketakwaan.
Allah ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al Baqarah[2]:183).
2. Dilipat
gandakan pahala orang yang berpuasa.
Rasulullah
sallallahu ‘alai wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ
عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا
الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ
مِنْ أَجْلِي,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ
رَبِّهِ.
“Setiap amal anak adam akan dilipatkan baginya
sepuluh kebaikan sampai tuju ratus kali lipat “Telah berkata Allah ‘Aza
wajalla, kecuali puasa, karena itu
untukku, dan aku yang akan membalasnya,Dia meninggalkan syahwat, makannya
karena Aku, orang berpuasa memiliki dua kesenangan, senang di saat berbuka dan
senang di saat berjumpa Rabnya. ” (HR. Muslim 1151, Ibnu Majah 3823, Ibnu Khuzdaimah 1897).
Syaikh Sahalih Al-Fauzan berkata, “Ketaatan
yang dilakukan pada waktu atau tempat yang memiliki keutamaan menyebabkan
amalan tersebut berlipat-lipat.” (Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan dari kitab Al Muntaqa Min Fatawa Asy
Syaikh al Fauzan).
3. Disediakan
pintu surga.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي
الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ
القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ
الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا
دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ.
“Sesungguhnya di surga itu ada pintu yang disebut
ar-Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada
hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang
yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa?” kemudian mereka pun
berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa
tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi
yang memasukinya.“ (HR. Bukhari 1896, Muslim 1152).
4. Diampuni
dosa-dosanya.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan
didasari iman dan mengharapkan pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (HR. Bukhari 38, Muslim 760).
5. Dijauhkan
wajahnya dari api neraka.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ
يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ
خَرِيفًا.
"Barang siapa yang berpuasa
sehari dengan niat fisabilillah -yakni semata-mata menuju kepada ketaatan
kepada Allah-, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya -yakni dirinya- karena
puasanya tadi, sejauh perjalanan tujuh puluh tahun dari neraka." (HR.
Bukhari 2840, Muslim 1153).
Dan masih banyak keutamaan yang lain.
-----000-----
BAB 5
Hikmah disyari’atkannya puasa.
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar, apa bila
seseorang melakukan sesuai dengan syari’at dan adab-adabnya akan menjadikan
seseorang bertaqwa sebagaimana tujuan puasa itu sendiri.
Diantara hikmahnya:
1. Memisahkan
antara keimanan dan kemunafikan.
Menanamkan kesungguhan di dalam sebuah keyakinan,
sehingga orang yang ragu terhadap islam baik itu kalangan munafiq ataupun
pelaku dosa besar akan tersisihkan dalam masalah puasa, oleh karena itu ayat
puasa menyeru hanya bagi orang yang beriman, sebagaimana telah kita singgung di
atas.
2. Mendidik
rasa kemanusiaan.
Yang namanya kabar selamanya tidak sama dengan
kenyataan, apabila seseorang mendapatkan kabar adanya orang yang kelaparan, sesaat
seseorang akan merasa kasihan, namun setelah dirinya sendiri merasakan lapar
dan dahaga, tahulah mereka bagaimana rasanya orang kekurangan dan kelaparan, sehingga
dengan itu mereka saling mengasihani dan menyayangi satu sama lain, inilah
diantara yang dikehendaki syari’at.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ارْحَمُوا
مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.
“Sayangilah
penduduk bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Tirmidzi 1924, Abu Dawud 4941,
dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani di dalam shahihu al-Jami’ 3522).
3. Mendidik
kesabaran.
Mendidik sifat sabar di dalam menahan emosi dan
mengendalikan hawa nafsu.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.
“Hai orang-orang yang
beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:153).
وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ.
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu.”
(QS. Al-Baqarah[2]:45).
Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang
dimaksud adalah puasa, sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan
lain-lainnya mengatakan, “Karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan
"bulan sabar." (tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Baqarah[2]:45-46).
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.
“Dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali-Imran[3]:134).
Rasulullah sallallhu a’lai wa sallam bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ.
“Puasa adalah tameng janganlah berkata kotor dan
jangan berbuat bodoh, jika seseorang mengajak berkelahi atau mencelamu maka
katakanlah aku sedang puasa dua kali.” (HR. Bukhari 1894).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى
يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.
“Bukanlah orang
kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan
(perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu
mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR Bukhari 5763, Muslim 2609).
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا
وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى
رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ
الْحُورِ مَا شَاءَ.
“Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk
melampiaskannya maka Allah Azza wa Jalla akan memanggilnya (membanggakannya)
pada hari Kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allâh membiarkannya
memilih bidadari.” (HR Abu Daud 4777
Tirmidzi 2493 di hasankan syaikh al-Albani).
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ،
إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ.
“Orang yang
kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu
menguasai dirinya ketika marah.” (Bukhari 6114, Muslim 2609).
4. Melatih
kejujuran.
Puasa melatih kejujuran, dimana Rasulullah
sallallahu ‘alaihhi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan
dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan
haus yang dia tahan.”
(HR. Bukhari
1903).
5. Meninggalkan
perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ
الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ.
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja.
Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu (tidak
bermanfaat) dan rofats. (perkataan yang tidak senonoh).” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh
al Albani berkata shahih di dalam Shahih at-Targib wa at-Tarhib 1082).
رُبَّ صَائِمٍ
لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ
قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ.
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak
mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah, Nasa’i 3236, di
shahihkan Syaikh al Albani dalam Shahih at-Targib wa-at Tarhib 1083).
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.”(HR.
Bukhari 6018, Muslim 47).
وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ
الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ.
“Seorang penyeru menyeru, ‘Wahai yang mengharapkan kebaikan, bersegeralah
(kepada ketaatan). Wahai para pelaku maksiat, berhentilah.” (HR.
Tirmidzi 682, Nasai 2108 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’
5832).
6. Memanamkan
sifat dermawan.
Puasa akan menumbuhkan kedermawanan, Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam sangat dermawan, Beliau semakin dermawan bila di
bulan Ramadhan.
Ibnu Abbas
radiyallahu ‘anhuma berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling
dermawan.” (HR. Ahmad 2616, Al Bukhari 3220).
7. Mendidik
ketenangan dalam jiwa.
Orang yang berpuasa jiwanya akan
lebih tenang, setiap langkah dan ucapanya selalu ditimbang dengan ilmu, hal ini
dikarenakan tidak ingin puasanya rusak, sehingga tidak gegabah dan tidak
terburu-buru , karena sifat asal manusia suka terburu-buru.
Allah ta’ala berfirman:
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ.
“Manusia telah dijadikan (bertabiat)
tergesa-gesa..”(QS. Al-Anbiya’[21]: 37).
وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا.
“Dan manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS.
Al-Isra’[17]: 11).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
التَّأَنِّي مِن الله والعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطانِ .
“Sikap
Hati-hati itu dari Allah, sedangkan sikap tergesa-gesa itu dari syaithan.” (HR.
Thabrani 2358, Baihaqi 4058, di Shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihu
Al-Jami’ 3011).
8. Menyehatkan
badan.
Lambung dan usus manusia akan terus menerus bekerja,
dengan adanya puasa akan mengistirahatkan dan juga membersihkan (detoksifikasi)
bagi tubuh dari perbagai kolestrol jahat, hal ini diakui oleh para kalangan ahli
kedokteran.
Allah ta’ala
berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.
“Makan dan
minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31).
Ibnu Katsir
rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini:
قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: جَمَعَ اللَّهُ الطِّبَّ كُلَّهُ فِي نِصْفِ آيَةٍ:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا.
“Sebagian
salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada
setengah ayat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-A’raf
[7]:31).
Dari
Al-Miqdam bin Ma'dikarib raḍiyallahu 'anhu secara marfu' dia berkata, aku
mendengan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ.
بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ
فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.
"Tidaklah
manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam
itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus
melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan
sepertiga untuk nafasnya." (HR Tirmidzi 2380 Ibnu Majah 3349, dishahihkan
Syaikh al Abani di dalam Ash Shahihah 2265).
Imam
Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut
dengan makanan, beliau berkata:
مَا شَبِعْتُ مُنْذُ سِتَّ عَشْرَةَ سَنَةً إِلَّا شَبْعَةٌ أَطْرَحُهَا.
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: يَعْنِي فَطَرَحْتُهَا لِأَنَّ الشِّبَعَ يُثْقِلُ
الْبَدَنَ وَيُقَسِّي الْقَلْبَ وَيُزِيلُ الْفِطْنَةَ وَيَجْلِبُ النَّوْمَ،
وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةَ.
“ Aku tidak pernah kekenyangan
semenjak 16 tahun kecuali sekali, aku segera mengosongkannya, Beliau juga
berkata: Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras,
mengurangi kecerdasan, mudah mengantuk dan lemah untuk beribadah.” (Hilyah
Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, Oleh Abu Nu’aim bin ‘Abdillah).
9. Membersihkan
dosa-dosa.
Allah ta’ala berfirman:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ
نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا.
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa
besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia
(surga).” (QS. An-Nisa[4]:31).
Para ulama menyebutkan bahwa diampuninya dosa-dosa
yang kecil setelah diiringi dengan bertaubat dari dosa-dosa yang besar,
demikian pula puasa-puasa yang menyebutkan keutamaan dihapusnya dosa setahun
maupun dua tahun, tetap diiringi dengan bertaubat dari dosa besar tersebut,
diantaranya apa yang disebutkan oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah. (Fatawa Misriyah, 1/254).
Oleh karena itu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر.
“Antara shalat lima waktu, antara shalat jumat satu
ke shalat jumat berikutnya, dan antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan
berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antara keduanya, apabila dia menjauhi
dosa-dosa besar.” (HR. Muslim 857).
10.
Mensucikan jiwa dan raganya.
Inilah yang menjadi tujuan syari’at puasa, agar
menjadi orang yang suci lahir dan batin, karena orang yang benar-benar menjaga
puasanya akan menjadi orang yang bertakwa, suci lahir dan batinnya.
Allah ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ
خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy
Syams[91]: 9-10).
Semua ini merupakan bekal kelak di akhirat nanti.
-----000-----
BAB 7
Rahasia perintah puasa.
Puasa memiliki kandungan rahasia yang sangat
mendalam, hal ini hanya akan diketahui bagi orang-orang yang merenunginya,
diantara rahasia yang terkandung di dalamnya yaitu:
1. Pembentukan
akhlaq yang baik pada seseorang.
Membiasakan hal-hal yang baik ketika berpuasa
lama-lama akan menjadikan takbiat ataupun budi pekerti yang baik bagi
seseorang, hal ini akan mendatangkan kecintaan bagi Allah ta’ala, sebagaimana
firman-Nya:
إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.
“Sungguh,
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. An-Nahl[16]:128).
2. Upaya menyempurnakan
iman.
Salah satu barometer kesempurnaan iman seseorang
dapat dilihat dari akhlaknya sedangkan puasa salah satu cara untuk membentuk
akhlak yang baik.
Rasulullah sallallahu ‘alaaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا.
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian adalah
yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402,
Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam
Ash-Shahihah 284).
3. Memperberat timbangan
kelak pada hari kiamat.
Keberhasilan seseorang dalam mendidik dirinya
memiliki akhlak yang baik pada saat puasa akan menjadikan pemberat timbangan
nanti pada hari kiamat.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ.
"Tidak ada sesuatupun
yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat
daripada akhlaq yang mulia." (HR. Tirmidzi 2002, dihasankan oleh Syaikh
al-Albani di dalam Ash-Shahihah 876).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke surga, maka beliau
bersabda:
سُئِلَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ.
“Taqwa kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan
beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka,
maka beliau bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu
Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, Lihat As-Shahihah
977).
4. Memperbaiki
hubungan dengan sesama makhluk.
Allah ta’ala berfirman:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا.
“Dan
bertutur katalah yang baik kepada manusia,” (QS. Al-Baqarah[2]: 83).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
“Bertaqwalah
kepada Allah di mana saja engkau berada dan iringilah sesuatu
perbuatan dosa (kesalahan) dengan kebaikan, pasti akan
menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik.”
(HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam
Al-Misykah 5083).
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa akhlaq yang
baik terhadap mahluk berputar pada tiga perkara, yaitu:
كَفُّ اْلأَذَى ، وَبَذْلُ النَّدَى، وَطَلاَقَةُ
الْوَجْهِ.
Menahan
dari gangguan (Kafful Adzzaa), Suka membantu, berbuat baik (Badzlun Nada),
Wajah yang berseri-seri (Thalaqatul Wajh). Syarah Riyadhush
Shalihin Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, II/387).
5. Memperbaiki
hubungan antara hamba dengan Allah.
Apabila seseorang mendapatkan
predikat taqwa akan menjadikan Allah cinta kepadanya.
Allah ta’ala berfirman:
بَلَى مَنْ أَوْفَى
بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ.
“Bahkan barang siapa memenuhi
janjinya dan bertakwa sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.”
(QS. – Al- Imran[3]:76).
-----000-----
BAB 8
Hukum-hukum yang berkaitan puasa
Ramadhan.
1. Orang-orang
yang wajib berpuasa.
Orang-orang yang wajib puasa yaitu:
1) Muslim.
2) Baligh.
3) Berakal.
4) Sehat.
5) Mukim.
6) Bagi
wanita hendaknya bersih dari haid dan nifas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ
عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى
يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ.
“Cacatan amal diangkat dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia
sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia
baligh.” (HR. Abu Dawud 4401, Ibnu Hibban 143, dishahihkan syaikh al-Albani di
dalam al-Irwaa’ 5/2).
Adapun orang kafir amalan mereka tidak diterima.
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى
إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا.
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka
adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila di datanginya air itu dia tidak mendapatinya
sesuatu apapun.” (QS. An-Nur [24]: 39)
وَقَدِمْنَا
إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا.
“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”
(QS. Al Furqan [25]: 23).
Meskipun anak kecil belum diwajibkan puasa namun
apa bila ikut berpuasa ia akan mendapatkan pahala, begitupula orang tuanya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahuma, dia berkata:
رَفَعَتْ امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَهَا فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ,
أَلِهَذَا حَجٌّ ؟ قَالَ : نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ.
"Seorang wanita mengangkat seorang
bocah, lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah anak ini dapat berhaji?' Beliau
berkata, "Ya, dan bagimu pahala." ( HR. Muslim 1336).
2. Hendaknya
berniat di malam hari.
Puasa yang diwajibkan hendaknya berniat di malam
hari.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ .
“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum
fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Tirmidzi 730, Abu Dawud 2454 di
shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 2118).
Adapun tempat niat di dalam hati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
“Amal itu tergantung niatnya, dan
seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).
Imam An-Nawawi rahmahullah mengatakan:
وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ
نُطْقُ اللِّسَانِ بِلَا خِلَافٍ.
“Tempat niat di dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan
dengan lisan tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab
6/289).
Beliau juga mengatakan:
لَا
يَصِحُّ الصَّوْمُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ، وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ. وَلَا يُشْتَرَطُ
النُّطْقُ بِلَا خِلَافٍ.
“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya
adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan
ulama…” (Raudhatu at-Thalibin wa ‘Amdatul muftiin,
2/350).
Hal ini bisa kita tanyakan dalam hati kita,
apabila seseorang lupa kemudian makan dan minum hal itu tidak membatalkan
puasanya, sebaliknya meskipun lisannya berkali-kali mengatakan lupa namun
hatinya menyengaja, tetap juga membatalkan puasa, demikianlah tempat niat itu
di dalam hati bukan di lisan.
3. Hukum puasa
bagi orang sakit.
Allah ta’ala berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا.
“Beberapa hari yang telah
ditentukan, barang siapa diantara kalian yang sakit...” (QS.
Al-Baqarah[2]:184).
Beberapa keadaaan orang yang
sakit:
1) Orang
yang sakit ringan.
Seperti batuk, pilek, sakit
gigi, sakit kepala ringan, luka ringan, hendaknya tetap berpuasa.
2) Sakit
yang akan bertambah parah jika berpuasa.
Bila seseorang sakit dan
semakin parah atau akan lambat kesembuhannya jika berpuasa, atau penyakit
tersebut membuat penderitanya berat berpuasa. Hanya saja, tidak sampai pada
tingkat membahayakan. Dalam kondisi seperti ini boleh berbuka, namun jika
berpuasa, puasanya tetap sah.
3) Sakit
yang membahayakan dan tidak memungkinkan sembuh.
Jika seseeorang berpuasa, dengan puasanya itu
membahayakan keselamatannya, hingga dapat mengantarkan kepada kematian, apa
lagi dikuatkan larangan tersebut dari dokter, dalam kondisi seperti ini, tidak
boleh berpuasa bahkan bisa haram.
berdasarkan firman Allah ta'ala :
وَلَا تَقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا.
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kalian." (QS. An-Nisa[4]: 29).
Hal ini karena bisa membahayakan nyawa seseorang.
(Lihat Fikih li Nisa’ Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Syayid Salim).
“Orang yang seperti ini hendaknya membayar fidyah.
Seandainya ada kesembuhan maka tidak ada kewajiban lagi mengganti. Hal ini yang
difatwakan oleh para ulama.” (Syaikh Muhammad al-’Utsaimin dalam asy-Syarhul
Mumti’ 6/333-334, 347-349), al-Wadi’i, Syaikh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil
4/22), dan Al-Lajnah ad-Da’imah dalam Fatawa al-Lajnah 10/160-161).
4. Orang
yang bepergian
Apa bila seseorang berpuasa
sedang dalam perjalanan, hendaknya memperhatikan puasanya.
Allah ta’ala berfirman:
أَيَّامًا
مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ
أَيَّامٍ أُخَر.
“(Yaitu) beberapa hari
tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu
tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa
itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).
Namun jika ia tetap berpuasa selama dalam
perjalanan, maka puasanya sah. Inilah pendapat mayoritas ulama dari generasi
shahabat, tabi'in, empat imam madzhab dan selain mereka.
Manakah yang lebih utama dalam
perjalanan, berpuasa atau berbuka?
Orang yang safar (bepergian)
ada beberapa keadaan:
1) Jika
safarnya berat badanya lemah, tertinggal dari berbagai macam kebaikan hendaknya
lebih baik berbuka.
2) Jika
safarnya ringan tidak memberatkan lebih baik tetap berpuasa.
Dari Abu Sa’id Al Khudri
radiyallahu ‘anhu dia berkata:
كُنَّا
نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ،
فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ، فَلَا يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى
الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ، يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ
قُوَّةً فَصَامَ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ وَيَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا،
فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ.
“Kami pernah bepergian bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada bulan Ramadhan, ada diantara
kami yang puasa dan ada pula yang berbuka, yang berpuasa tidak mencela yang
berbuka dan yang berbuka tidak tidak mencela yang berpuasa.” (HR Muslim 1116,
Shahih Ibnu Hibban 3558).
3) Jika
safarnya berat dan membahayakan jiwanya, hendaknya diutamakan berbuka.
Sebagaimana
tercantum dalam hadits Jabir yang menyatakan bahwa ketika sedang menempuh
perjalanan untuk menaklukkan kota Makkah, Rasulullah terus berjalan hingga
sampai daerah Kara' al-Ghumaim. Begitu pula rombongannya. Kemudian beliau
meminta dibawakan sewadah air minum, lalu mengangkatnya hingga terlihat oleh
semua orang dan mulai meminumnya setelah itu, ada yang melaporkan kepada beliau
bahwa beberapa orang tetap berpuasa. Beliau berkata, "Mereka adalah orang
yang durhaka (menyalahiku). Mereka adalah orang yang durhaka." (HR.
Bukhari 1948, Muslim 1114).
Dalam riwayat yang lain
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ.
“Bukanlah sebuah kebaikan berpuasa ketika
bersafar.” (HR. Muslim 1115, Abu Dawud 2407).
5. Keringanan
bagi orang tua, orang hamil dan menyusui.
Orang tua laki-laki maupun perempuan yang tidak kuat berpuasa
dibolehkan meninggalkan puasa selama bulan Ramadhan dan tidak perlu
mengqadhanya. Namun, ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari sejumlah
(puasa) yang ditinggalkannya.
Allah ta’ala berfirman:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ.
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkaitan dengan
ayat di atas:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ…قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ
وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا
وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا
خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا. وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَة طَعَامُ مِسْكِيْن
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi
makan seorang miskin.” (Al-Baqarah[2]: 184).
Beliau berkata, “Ayat ini memberikan keringanan
kepada orang tua renta, baik laki maupun perempuan, apabila merasa berat
berpuasa dia boleh berbuka dan memberi makan satu orang miskin setiap hari
sebanyak yang ditinggalkan. Wanita mengandung dan menyusui kalau keduanya
khawatir juga boleh berbuka dan (sebagai gantinya) memberi makan (orang miskin
setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan).” (HR. Abu Dawud 2318, Al-Muntaqa
Ibnul Jarud 381, Baihaqi 1351, lihat Irwa’ syaikh al-Albani, 4/18).
6. Begitu pula
bagi orang yang hamil dan menyusui.
Adapun orang yang hamil dan
menyusui tidak wajib berpuasa dan cukub membayar fidyah, sebagaimana
diterangkan dalil di atas.
Kesimpulannya, sebab-sebab yang
membolehkan tidak puasa ada empat, safar, sakit, haid dan nifas, kuatir celaka,
seperti orang hamil dan menyusui. (Fikih Muyassar).
-----000-----
BAB 9
Pembatal puasa.
1) Makan.
2) Minum.
Allah ta’ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ.
“Dan makan minumlah hingga jelas
bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai malam.”(QS. Al-Baqarah[2]:187).
Kecuali keduanya dilakukan dalam keadaan lupa.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ,
فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ.
“Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan
puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena
Allah yang memberi ia makan dan minum.” (HR. Bukhari 1933, Muslim 1155).
3) Muntah
dengan sengaja.
Apabila seseorang tidak sengaja muntah hal itu tidaklah
membatalkan puasanya.
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ
اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ.
“Barangsiapa tidak sengaja muntah sedangkan dia
dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah
(dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud 2380
Ibnu Majah1676; Tirmidzi 720. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
4) Haid.
Rasulullullah shallallahu ‘alahi wa sallam
bersabda:
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ.
“Bukankah jika wanita itu haid ia
tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari 304 dan Muslim79).
5) Nifas.
6) Merokok.
7) Menghirup
kokain, heroin, sabu, narkoba maupun sejenisnya.
8) Infuse
pengganti makanan.
9) Keluar mani
dengan sengaja.
10)
Jima’, dengan membayar kafarah.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا
صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ
رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا
قَالَ لا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا
نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ
أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ
أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ .
"Ketika
kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba
datang seseorang, lalu dia berkata, 'Wahai Rasulullah, celakalah saya.' Beliau
berkata, 'Ada apa denganmu?' dia berkata, 'Aku telah menggauli isteriku dalam
keadaan puasa.' Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 'Apakah
engkau memiliki budak yang engkau merdekakan?' Dia berkata, 'Tidak.' Lalu
beliau berkata, 'Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut.' Dia
berkata, 'Tidak.' Lalu beliau berkata, 'Apakah engkau dapat memberi makan 60
orang miskin?' Dia berkata, 'Tidak.' Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dia
bebera saat. Ketika kami adalam keadaan demikian, ada yang membawakan kepada
Nabi shallallahu alaihi wa sallam sekerangjan korma. Lalu dia berkata, 'Mana
yang bertanya tadi?' Dia berkata, 'Saya.' Beliau berkata, 'Ambillah ini dan
bersedekahlah dengannya.' Orang itu berkata, 'Kepada orang yang lebih fakir
dariku ya Rasulullah, demi Allah, tidak ada keluarga di antara dua gunung ini,
maksudnya dua perkampungan, yang lebih miskin dari keluarga saya.' Nabi
shallallahu alaihi wa salalm tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Kemudian
beliau berkata, 'Berilah makan keluargamu." (HR. Bukhari 1936 dan Muslim 1111).
11)
Masuknya sesuatu yang menetap di lambung dengan
sengaja.
12)
Hilang ingatan, baik pingsan, disebabkan bius
(seharian), atau tiba-tiba gila.
13)
Cuci darah.
14)
Murtad.
15)
Sebagian ulama menyebutkan, niat berbuka. (Fikih Muyassar).
-----000-----
BAB 10
Hal-hal yang dibolehkan orang berpuasa
1. berhubungan
badan dimalam hari.
Seperti bolehnya berhubungan di malam Ramadhan.
Allah ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ
كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ.
“Dihalalkan
bagi kalian pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kalian; mereka
itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian.” (QS.
Al-Baqarah[2]:187).
2. Junub di waktu
subuh.
Dari
(umul mukminin) Aisyah dan Ummu Salamah radhiallahu ‘anhuma, mereka
menceritakan:
يُدْرِكُهُ
الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan
istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa.” (HR. Bukhari 1926 dan Turmudzi
779).
3. Bercumbu
dengan pasangannya selain bersenggama.
Dari
Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
كان رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ
وَهُوَ صَائِمٌ، وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mencium dan bercumbu dengan istrinya ketika puasa, namun beliau
adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.” (HR. Muslim 1106, Ahmad 24154).
4. Boleh mandi
atau sekedar menyiram kepala agar dingin.
Dari Abu Bakr radhiyallahu
‘anhu beliau berkata:
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْعَرْجِ
يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ.
“Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat
haus atau sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ”
(HR. Abu Daud 2366, Baihaqi 8261, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
al-Misykah 2011).
5. Berkumur.
6. Tetes
mata, gosok gigi, suntik insulin dan lainnya.
7. Donor
darah atau hijamah, selagi tidak menjadikan lemah.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ أَ
.
"Batallah
puasa orang yang membekam dan dibekam." (HR. Abu Dawud 2369, Ahmad 15828,
Ibnu Majah 1679, Tirmidzi 774, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu
Dawud 2074).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ،
وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ.
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berbekam dalam keadaan berihram dan berpuasa.” (HR. Bukhari 1938).
سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ؟ قَالَ: لاَ، إِلَّا مِنْ أَجْلِ
الضَّعْفِ.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah
kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata,
“Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”(HR. Bukhari 1940).
Menurut jumhur ulama berbekam tidaklah membatalkan
puasa.
8. Mencicipi
masakan.
9. Makan dan
minum tanpa sengaja.
10.
Muntah tidak sengaja.
11.
Endoskpi, memasukkan
alat endoskopi tidak membatalkan puasa, karena endoskopi tidak membuat benda
asing menetap di dalam tubuh.
Demikianlah uraian ringkas ini, bagi yang
menghendaki lebih luas bisa membuka kitab-kitab fikih, semoga Allah memudahkan
kita untuk melaksanakan kebaikan. Aamiin.
-----000-----
AMALAN YANG DIANJURAN DI BULAN RAMADHAN.
Bab 11
Shalat Qiyamul lail dan qiyamur Ramadhan (tarwih).
Asalnya
shalat tarwih adalah qiyamul lail yang dilakukan Rasullah selama tiga malam
berturut-turut, namun beliau kuatir jika hal itu akan di wajibkan bagi umatnya
sehingga beliaupun berhenti.
Ketika
masa kekhalifahan Umar bin khatab kekuatiran itu telah hilang karena wahyu
telah terputus, maka khalifah Umar bin Khatab melakukannya.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ
يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا.
“Dan pada sebagian
malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu:
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’
[17]:79).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarwih) karena iman
dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari 37, Muslim 759).
Shalat sunnah malam hari dan siang hari asalnya satu kali
salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai
Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab:
مَثْنىَ
مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
“Dua rakaat-dua rakaat, apabila kamu khawatir mendapati subuh,
maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.”(HR.
Bukhari 1137, Muslim 749).
Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang
lain dikatakan:
صَلَاةُ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى.
“Shalat malam hari dan siang
hari itu dua rakaat-dua rakaat.” (HR.
Ahmad 4791, Ibnu Majah 1319, Abu Dawud 1295, dishahihkan didalam Shahih Abu
Dawud 1172).
إِنَّهُ
مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ.
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis
untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR.
Tirmidzi 806, Ibnu Majah 1327, Nasai 1605, Dishahihkan Syaikh al-Albani dalam
Al Irwa’ 447).
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang
dituturkan oleh An Nawawi. (Syarh Muslim, 3/101).
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah
menghidupkan malamnya dengan ‘ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.
(ta’liq Musthafa al-Bagha’ pada Shahih Bukhari 1904-1905).
-----000-----
Bab 12
Dianjurkan memperbanyak sedekah.
Allah ta’ala berfirman:
مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada
seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]:161).
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ.
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Ahmad 7206, Muslim
2588).
Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي
رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ
لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling
dermawan, dan beliau bertambah kedermawanannya di bulan Ramadlan ketika bertemu
dengan malaikat Jibril, dan Jibril menemui beliau di setiap malam bulan Ramadhan
untuk mengulang bacaan Al-Qur’an.” (HR. Al Bukhari 3220, Ahmad 2616).
Memberi buka orang
yang berpuasa memiliki pahala seperti orang yang berpuasa.
Rasulullah sallallahu’alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كُتِبَ لَهُ
مِثْلُ أَجْرِهِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ.
“Barangsiapa
yang memberi buka orang puasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa
tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.” (HR. Ahmad 17033,
Tirmizi 807, Ibnu Majah, 1746, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam shahih
Al-Jami’, 6415).
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ
قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ.
“Infakkanlah sebagian dari apa yang Aku berikan kepada
kalian, sebelum kematian mendatangi kalian, kemudian dia berkata: “Ya Rab,
andai Engkau menunda ajalku sedikit saja, agar aku bisa bersedekah dan aku
menjadi orang shaleh.” (QS. Al Munafiqun[63]: 10).
Allah ta’ala memerintahkan kepada kita agar bersedekah
dengan harta yang kita cintai.
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ.
“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian
infakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran[3]: 92).
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ
يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا،
وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.
“Setiap datang waktu pagi, ada dua malaikat yang turun dan
keduanya berdoa. Malaikat pertama memohon kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah
ganti bagi orang yang memberi nafkah’, sementara malaikat satunya berdoa, ‘Ya
Allah, berikan kehancuran bagi orang yang pelit.’ (HR. Bukhari 1442 Muslim
1010).
Sebagian salaf berkata: “Kalau sekiranya saya mengundang
sepuluh dari teman-temanku, kemudian memberikan makanan yang disukainya. Itu
lebih saya sukai dibandingkan dengan memerdekakan sepuluh budak dari anak
Ismail. Dahulu banyak dari kalangan salaf lebih mendahulukan memberi buka puasa
sementara dia masih dalam kondisi berpuasa. Diantaranya Ibnu Umar
radhiallahu’anhuma, Dawud At-Thai, Malik bin Dinar dan Ahmad bin Hanbal dan
lainnya. Bahkan Abdullah bin Umar tidak berbuka melainkan bersama orang-orang
yatim dan orang miskin karena mengetahui keluarganya menolak kedatangan mereka.
(Kaifa na’isyu Ramadhan, Syaikh Abdullah As-Shalih).
-----000-----
BAB 12
Memperbanyak bacaan Al-Qur’an.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ
اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا
وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi”. (QS. Fathir[35]: 29).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
قَالَ قَتَادَةُ: كَانَ مُطَرف،
رَحِمَهُ اللَّهُ، إِذَا قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ يَقُولُ: هَذِهِ آيَةُ
الْقُرَّاءِ .
“Qatadah rahimahullah
berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini
beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran”
(Tafsir Ibnu Katsir QS. Fatir[34]:29).
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا
فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ.
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang
kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS.
Yunus[10]:57).
Manfaat membaca Al
Qur’an.
Al-Qur’an akan
menentramkan hatinya, mengobati jasmani maupun rahaninya.
ﻭَﻧُﻨَﺰّﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ
ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺂﺀٌ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟّﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﻻَ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺍﻟﻈّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺇَﻻّ
ﺧَﺴَﺎﺭﺍً.
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’ [17]: 82).
Syaikh Muhammad Amin
Asy-Syinqithi rahimahullah berkata:
“Obat yang mencakup obat bagi penyakit jiwa dan raga,
seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi
jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Sebagaimana kisah
seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan
Al-Fatihah. Ini adalah kisah yang shahih dan masyhur” (HR. Bukhari dan Muslim)
(Tafsir Adhwaul Bayan, QS Al-Isra’ [17]:82).
Adapun Ath-Thabari rahimahullah mengatakan: “Al-Qur’an obat
dari kejahilan dan kesesatan. (Tafsir Ath Thabari, QS. Al-Isra’[17]:82).
Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ
كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ
أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ .
“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu
kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh
kebaikan semisalnya, aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf akan tetapi
Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi
2910, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’ 6469).
Orang-orang shalih
dahulu menyibukkan diri dengan Al-Qur’an.
Malaikat Jibril
memperdengarkan Al-Qur'an kepada Rasulullah pada bulan Ramadhan. Utsman bin
Affan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap hari pada bulan Ramadhan. Sebagian Salafus
Shalih mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat Tarawih setiap tiga malam sekali.
Sebagian lagi setiap tujuh malam sekali. Sementara sebagian lainnya
mengkhatamkannya setiap sepuluh malam sekali. Mereka selalu membaca Al-Qur'an
baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Bahkan Imam asy-Syafi'i dapat
mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak enam puluh kali di luar shalat dalam bulan
Ramadhan. Sementara al-Aswad mengkhatamkannya setiap dua hari sekali. Adapun
Qatadah selalu mengkhatamkannya setiap tujuh hari sekali di luar Ramadhan,
sedangkan pada bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya setiap tiga hari sekali.
Dan pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya setiap malam.
Pada bulan Ramadhan Imam az Zuhri menutup majlis-majlis hadits dan
majlis-majlis ilmu yang biasa diisinya. Beliau mengkhususkan diri membaca
al-Qur'an dari mushhaf. Demikian pula Imam ats-Tsauri, beliau meninggalkan
ibadah-ibadah lain dan mengkhususkan diri untuk membaca al-Qur'an.
(Kaifa na’isyu
Ramadhan, Syaikh Abdullah As-Shalih).
-----000-----
BAB 13
Tetap duduk dimasjid
hingga matahari terbit agak naik.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ
ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
تَامَّةٍ .
“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk di
mesjid untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian dia
shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan
umrah, sempurna sempurna sempurna.“ (HR. Tirmidzi 586, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 6346).
-----000-----
BAB 14
Mencari malam lailatul Qadhar.
Allah ta’ala berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ
أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ
رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ.
“Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala
urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS.
Al-Qadr[97]:3-5).
Kapan terjadinya malam lailatul qadar.
Hadits-hadits ini menunjukkan
kapan terjadinya lailatul qadar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
الْتَمِسُوهَا
فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى
لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ
عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى .
“Carilah ia (lailatul qadar)
di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tidak mampu,
maka janganlah ia kalah di tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari 2021, Muslim
1165).
أَنَّ
رِجَالاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ-صلى الله عليه وسلم - أُرُوا لَيْلَةَ
الْقَدْرِ فِى الْمَنَامِ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -
صلى الله عليه وسلم - أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ
فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِى
السَّبْعِ الأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya sebagian sahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermimpi lailatul qadar terjadi pada tujuh
hari terakhir (Ramadhan). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, "Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir, maka
barangsiapa yang ingin mencarinya, hendaklah ia mencari pada tujuh malam
terakhir." (HR. Bukhari 2015 Muslim 1165).
وَاللهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ،
إِنَّهَا لَفِي رَمَضَانَ، يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِي، وَوَاللهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ
أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ، هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا، هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ
وَعِشْرِينَ، وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا
بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا.
Ubay (bin Ka'ab) berkata,
"Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia terjadi di
bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah
malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua
puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan
cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan." (HR. Muslim 762).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari
1901, Ahmad 8576, Nasai 2193).
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ
عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.
“Aku
pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja
ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas
apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah,
Engkau Maha pemberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf karenanya maafkanlah
aku, yaitu ampunilah aku).” (HR. Tirmidzi 3513, Ibnu Majah 3850, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Ibnu Majah 3850, Al-Misykah 2019).
------000-----
Bab 14
I’tikaf di masjid.
I’tikaf
secara bahasa berarti menetap pada sesuatu.
Sedangkan
secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus
disertai dengan niat. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/1699.
Allah
ta’ala berfirman:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ.
“Dan
telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (QS. Al Baqarah[2]: 125).
Hadits dari Ummu
al-Mukminin, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه
وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى
تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat,
kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari 2026,
Muslim 1172, Ahmad 24613).
-----000------
Bab 15
Banyak-banyak
bertaubat.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
“Katakanlah,
Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri!
Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar[39]: 53).
تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Dan
bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar
kalian beruntung” (QS. An-Nur[24]:
31).
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.
“Wahai orang-orang yang beriman!
Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.”
(QS.At-Tahrim[66]:8).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاللَّهِ
إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ
سَبْعِينَ مَرَّةً.
“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat
kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari 6037).
Demikianlah
sedikit ulasan ini semoga bermanfaat. Aamiin.
-----000-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar