Selasa, 11 Februari 2025

HUKUM SEPUTAR RAMADHAN 2025.



Mukadimah

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

أَمَّا بَعْدُ

Tidak diragukan lagi, puasa merupakan rukun islam yang ke lima, di mana dengan kelembutan Allah ta’ala, Allah selalu memperbaiki keadaan hamba-hambanya, baik jasmani maupun rahani, baik hubungannya kepada Allah ta’ala maupun dengan sesama manusia, inilah rahasia diantara hikmah pusa yang tidak banyak diketahui oleh manusia.

Semoga amal sedikit ini bermanfaat bagi penulis di kemudian hari yang tidak lagi berguna harta dan anak-anak kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat. Aamiin.

 

Sragen 11-02-2025

Junaedi Abdullah.

BAB 1

Bersiap menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang yang beriman, oleh karena itu selayaknya kita juga mencurahkan perhatian kita untuk dapat beribadah dengan semaksimal mungkin di bulan itu.

Hal-hal yang perlu untuk kita lakukan yaitu:

1.  Bergembira

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut:

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ،

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi.” (HR. Ahmad 8991, Nasai 2106, dishahih oleh Syaikh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad 8991, Syaikh al-Albani didalam Al-Misykah 1962).

Imam Nawawi berkata, “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” (Syarah Shahih Muslim oleh Nawawi, 1/225).

 ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ.

Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad 8991, Nasai 2106, dishahih oleh Syaikh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad 8991, Syaikh al-Albani di dalam Al-Misykah 1962).

Dahulu para sahabat dan tabi’in berdoa.

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً.

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan, dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264).

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata, tidak ada riwayat yang shahih yang sampai kepada nabi, akan tetapi banyak diriwayatkan dari orang-orang shalih terdahulu yang berdoa demikian.

Begitu pula doa di bawah ini yang telah masyhur di masyarakat, tetapi haditsnya lemah.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ.

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami di bulan Ramadan, (HR. Ahmad 2346, Syaikh Al-Arnauth menyatakan dha’if disebutkan di dalam Musnad Al-Maudu’ Al-Jami’i lilkitab Al-‘Asyara, Suhaib ‘abdul Jabar).

Adapun hadits barang siapa gembira dengan datangnya Ramadhan diharamkan jasadnya di neraka sebagaimana berikut ini:

ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ.

“Barangsiapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka. (Nash riwayat ini disebutkan di kitab Durrat An-Nasihin) namun tidak dijumpai di dalam kitab-kitab hadits, sehingga para ulama menyebutkan bahwa hadits ini adalah hadits palsu.

2.  Mempelajari hukum-hukum seputar Ramadhan.

Menuntut ilmu merupakan kewajiban umat Islam, termasuk di bulan Ramadhan, karena dapat membantu mencapai tujuan puasa, yaitu ketaqwaan. 

 Allah ta’ala berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ.

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.”(QS. Muhammad[47]:19).

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ.

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar[39:9).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah 224. Dishahih oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ 3913).

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “(HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037).

Diantaranya apa saja yang disyariatkan di bulan ramadhan, pada siapa saja orang yang diwajibkan dan dibolehkan berbuka, apa saja yang dibolehkan saat berpuasa, apa saja yang dapat merusak puasa, dan lain-lain.

Demikianlah pentingnya pengetahuan tentang puasa.

3.  Tidak berpuasa di pertengahan Sya’ban kecuali yang biasa puasa.

Orang-orang yang memiliki hutang puasa dikarenakan sakit, safar atau lainnya hendaknya segera ditunaikan.

Allah ta’ala berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا.

“Kalau telah memasuki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (HR. Tirmidzi 738, Abu Dawud 2337, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 397).

Hadits ini menunjukkan larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, yaitu dimulai dari  hari keenam belas. Akan tetapi telah ada (dalil) yang menunjukkan dibolehkannya berpuasa dan inilah pendapat yang kuat. Begitu pula dikecualikan jika seseorang ingin melaksanakan puasa wajib, seperti puasa kafarah, nadzar atau qodho’ puasa Ramadhan, ini termasuk juga dibolehkan dan tidak termasuk dalam larangan hadits di atas.

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Teman-teman kami (semazhab) mengatakan, tidak sah berpuasa pada hari syak (ragu-ragu) menjelang Ramadhan tanpa ada perbedaan pendapat. Maka, kalau dia berpuasa untuk qadha, nazar atau kaffarat (tebusan) maka puasanya sah. Sebab kalau dibolehkan berpuasa sunnah karena suatu sebab, maka (puasa) wajib lebih utama. Karena kalau dia mempunyai tanggungan qadha sehari saja dari Ramadhan, maka hal itu merupakan suatu keharusan baginya, karena waktu qadhanya sudah sempit.” (Al-Majmu, 6/399).

Rasulullaah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا، فَلْيَصُمْهُ .

“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang (terbiasa) berpuasa, maka berpuasalah.” (HR. Bukhari 1914, Muslim 1082).

Hikmah larangan ini Allahu a’lam, supaya bisa membedakan antara amalan wajib (puasa Ramadhan) dan amalan sunnah, juga bersemangat melaksanakan awal puasa Ramadhan.

 

-----000-----

 

BAB 2

Menandai masuknya bulan ramadhan.

 

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dipilih Allah ta’ala, memiliki banyak keutamaan yang besar, menjadikan kegembiraan bagi kaum muslimin, namun sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin dijaman kita ini, tibanya bulan Ramadhan justru menjadi ajang perpecahan dan perselisihan sehingga menjauhkan dari kegembiraan.

Padahal hukum masalah ini telah diamalkan semenjak dahulu hingga sekarang, telah jelas dan terang benderang sebagaimana terangnya siang hari.

Hal ini sebagaimana kita ketahui, diantaranya:

1.  Al-Qur’an dan Sunnah telah menetapkan permulaan puasa.

Inilah pedoman utama seorang muslim.

Allah ta’ala berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ..

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah[2]:185).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Ini merupakan suatu keharusan bagi orang yang menyaksikan hilal masuk bulan Ramadan, yakni dia dalam keadaan mukim di negerinya ketika bulan Ramadan datang, sedangkan tubuhnya dalam keadaan sehat, maka dia harus mengerjakan puasa.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. [2]:185).

Di dalam tafsir ini kita mengetahui bagaimana mereka tidak meninggalkan ru’yatul hilal (melihat bulan).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ.

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula, apabila tidak nampak oleh kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari 1909, Muslim 1081).

Hadits ini menjelaskan bahwa untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan dengan dua cara yaitu:

Pertama melihat hilal.

Kedua menggenapkan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari bila bulan terhalangi.

Dengan demikian puasa dapat dilakukan bersama-sama, sebagaimana disabdakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam :

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ.

“Puasa itu ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi 697 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 224).

Dalil yang memperkuat hal ini adalah hadits Ibnu Umar. la berkata:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَرَأَيْتُهُ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَامَ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ.

"Orang-orang mengamati hilal, ternyata aku melihatnya, Maka aku sampaikan hal itu kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, mendengar berita tersebut, beliau mulai berpuasa (keeseokan harinya) dan memerintahkan semua orang untuk mengikutinya berpuasa." ( HR. Ibnu Hibban 3447,  Abu Dawud 2342, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 908).

Orang yang memulai ramadhan dengan hisab berdalil dengan firman Allah ta’ala:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS.Yunus[10]: 5).

Jawaban terhadap masalah ini sebagai berikut:

1) Allah ta’ala maha mengetahui apa yang sedang terjadi, apa yang belum terjadi, dan apa yang akan terjadi seandainya hal itu terjadi, termasuk syari’at puasa ini Allah telah tentukan sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ.

“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah[2]:216).

2) Al-Qur’an ayat satu dengan lainnya saling menguatkan dan selamanya tidak akan bertabrakan.

Allah ta’ala berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا.

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”(QS. An-Nisa[4]:82).

Ibnu Katsir berkata: “Al-Qur’an tidak ada pertentangan hal itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an datangnya dari sisi Allah ta’ala.”(Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Nisa[4]:82).

3) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untusan Allah, tidak akan mungkin yang diutus menyelisihi Allah yang telah mengutus.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ . لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ.

“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (QS. Al-Haqah[69]:44-46).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyelisihi Allah ta’ala.

Dari sisni kita memahami bahwa memulai Ramadhan dengan hisab menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah.

Islam tidak menolak kemajuan jaman, adapun menentukan hisab dan pembuatan jadwal shalat yang benar itu semua sebagai alat bantu, bukan yang pokok, karena Al Qur’an dan Sunnah merupakan sumber aqidah yang benar dan telah diterangkan di dalamnya secara gamblang.

Kewajiban kita ikhlas di dalam menjalankan agama ini.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah[98]:5).

 

Semoga saudara-saudaraku bisa memahami hal ini dan kembali ruju’ serta turut andil dalam menyatukan umat ini. Aamiin.

 

-----000-----

 

BAB 3

Kewajiban puasa.

Puasa diwajibkan oleh Allah ta’ala, RasulNya dan ijma’ kaum muslimin.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah[2]:183).

Perhatikanlah ayat ini secara seksama, dimana di dalamnya terdapat sebuah rahasia yang tersembunyi yaitu Allah menyeru hanya kepada orang-orang yang beriman, sehingga nyatalah orang-orang yang mengaku islam di KTPnya, iman di lisan saja, mereka tidak dapat menyembunyikan hati mereka, sehingga terkuaklah benar tidaknya iman seseorang dengan syariat puasa ini.

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari 8, Muslim 5).

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari 38, Muslim 760).

Orang yang tidak berpuasa merupakan dosa besar.

Abu Umamah menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعِيَّ , فَأَتَيَا بِي جَبَلًا وَعْرًا , فَقَالَا لِيَ: اصْعَدْ، فَقُلْتُ: إِنِّي لَا أُطِيقُهُ , فَقَالَا: إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ، فَصَعِدْتُ، حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ، إِذَا أَنَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ , فَقُلْتُ: مَا هَذِهِ الْأَصْوَاتُ؟ قَالُوا: هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِي، فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ، تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا , قَالَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ.

”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan, ”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata,”Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu  aku bertanya, ”Suara apa itu?” Mereka menjawab, ”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.” Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya, ”Siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” (HR. Baihaqi sunan Al-Kubra 8006, Tabrani dalam Al-Mu’jamul Al-Kabir 7667, dishahihkan al-Albani di dalam At-Ta’liqu Ar-Ragib 2/72).

Imam Ad-Dzahabi berkata, “Para ulama sepakat menghukumi pelaku orang yang tidak puasa lebih buruk dari pezina dan peminum khamer, karena mereka menyerupai orang-orang zindiq atau munafiq.” (Imam Adzahabi di dalam al-Kabaair).

 

-----000-----

 

BAB 4

Keutamaan orang yang berpuasa.

 

Puasa memiliki keutamaan yang besar, diantaranya:

1.  Salah satu pendidikan besar untuk meraih ketakwaan.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah[2]:183).

2.  Dilipat gandakan pahala orang yang berpuasa.

Rasulullah sallallahu ‘alai wa sallam bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي, لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.

“Setiap amal anak adam akan dilipatkan baginya sepuluh kebaikan sampai tuju ratus kali lipat “Telah berkata Allah ‘Aza wajalla,  kecuali puasa, karena itu untukku, dan aku yang akan membalasnya,Dia meninggalkan syahwat, makannya karena Aku, orang berpuasa memiliki dua kesenangan, senang di saat berbuka dan senang di saat berjumpa Rabnya. ”  (HR. Muslim 1151, Ibnu Majah 3823, Ibnu Khuzdaimah 1897).

Syaikh Sahalih Al-Fauzan berkata, “Ketaatan yang dilakukan pada waktu atau tempat yang memiliki keutamaan menyebabkan amalan tersebut berlipat-lipat.” (Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan dari kitab Al Muntaqa Min Fatawa Asy Syaikh al Fauzan).

3.  Disediakan pintu surga.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ.

“Sesungguhnya di surga itu ada pintu yang disebut ar-Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa?” kemudian mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.“ (HR. Bukhari 1896, Muslim 1152).

4.  Diampuni dosa-dosanya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan didasari iman dan mengharapkan pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari 38, Muslim 760).

5.  Dijauhkan wajahnya dari api neraka.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا.

"Barang siapa yang berpuasa sehari dengan niat fisabilillah -yakni semata-mata menuju kepada ketaatan kepada Allah-, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya -yakni dirinya- karena puasanya tadi, sejauh perjalanan tujuh puluh tahun dari neraka." (HR. Bukhari 2840, Muslim 1153).

 

Dan masih banyak keutamaan yang lain.

 

-----000-----

 

BAB 5

Hikmah disyari’atkannya puasa.

Puasa memiliki hikmah yang sangat besar, apa bila seseorang melakukan sesuai dengan syari’at dan adab-adabnya akan menjadikan seseorang bertaqwa sebagaimana tujuan puasa itu sendiri.

Diantara hikmahnya:

1.  Memisahkan antara keimanan dan kemunafikan.

Menanamkan kesungguhan di dalam sebuah keyakinan, sehingga orang yang ragu terhadap islam baik itu kalangan munafiq ataupun pelaku dosa besar akan tersisihkan dalam masalah puasa, oleh karena itu ayat puasa menyeru hanya bagi orang yang beriman, sebagaimana telah kita singgung di atas.

2.  Mendidik rasa kemanusiaan.

Yang namanya kabar selamanya tidak sama dengan kenyataan, apabila seseorang mendapatkan kabar adanya orang yang kelaparan, sesaat seseorang akan merasa kasihan, namun setelah dirinya sendiri merasakan lapar dan dahaga, tahulah mereka bagaimana rasanya orang kekurangan dan kelaparan, sehingga dengan itu mereka saling mengasihani dan menyayangi satu sama lain, inilah diantara yang dikehendaki syari’at.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.

“Sayangilah penduduk bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Tirmidzi 1924, Abu Dawud 4941, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani di dalam shahihu al-Jami’ 3522).

3.  Mendidik kesabaran.

Mendidik sifat sabar di dalam menahan emosi dan mengendalikan hawa nafsu.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:153).

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ.

“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqarah[2]:45).

Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan, “Karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan "bulan sabar."  (tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Baqarah[2]:45-46).

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.

Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali-Imran[3]:134).

Rasulullah sallallhu a’lai wa sallam bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْإِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ.

“Puasa adalah tameng janganlah berkata kotor dan jangan berbuat bodoh, jika seseorang mengajak berkelahi atau mencelamu maka katakanlah aku sedang puasa dua kali.” (HR. Bukhari 1894).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR Bukhari 5763, Muslim 2609).

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ.

“Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Azza wa Jalla akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari Kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allâh membiarkannya memilih bidadari.”  (HR Abu Daud 4777 Tirmidzi 2493 di hasankan syaikh al-Albani).

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ.

“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (Bukhari 6114, Muslim 2609).

4.  Melatih kejujuran.

Puasa melatih kejujuran, dimana Rasulullah sallallahu ‘alaihhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari 1903). 

5.  Meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ.

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu (tidak bermanfaat) dan rofats. (perkataan yang tidak senonoh).” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh al Albani berkata shahih di dalam Shahih at-Targib wa at-Tarhib  1082).

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ.

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah, Nasa’i 3236, di shahihkan Syaikh al Albani dalam Shahih at-Targib wa-at Tarhib 1083).

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.”(HR. Bukhari  6018, Muslim 47).

وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ.

“Seorang penyeru menyeru, ‘Wahai yang mengharapkan kebaikan, bersegeralah (kepada ketaatan). Wahai para pelaku maksiat, berhentilah.” (HR. Tirmidzi 682, Nasai 2108 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ 5832).

6.  Memanamkan sifat dermawan.

Puasa akan menumbuhkan kedermawanan, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sangat dermawan, Beliau semakin dermawan bila di bulan Ramadhan.

Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan.” (HR. Ahmad 2616, Al Bukhari 3220).

7.  Mendidik ketenangan dalam jiwa.

Orang yang berpuasa jiwanya akan lebih tenang, setiap langkah dan ucapanya selalu ditimbang dengan ilmu, hal ini dikarenakan tidak ingin puasanya rusak, sehingga tidak gegabah dan tidak terburu-buru , karena sifat asal manusia suka terburu-buru.

Allah ta’ala berfirman:

خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ.

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa..”(QS. Al-Anbiya’[21]: 37).

وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا.

“Dan manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra’[17]: 11).


Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

التَّأَنِّي مِن الله والعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطانِ .

“Sikap Hati-hati itu dari Allah, sedangkan sikap tergesa-gesa itu dari syaithan.” (HR. Thabrani 2358, Baihaqi 4058, di Shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 3011).

8.  Menyehatkan badan.

Lambung dan usus manusia akan terus menerus bekerja, dengan adanya puasa akan mengistirahatkan dan juga membersihkan (detoksifikasi) bagi tubuh dari perbagai kolestrol jahat, hal ini diakui oleh para kalangan ahli kedokteran.

Allah ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini:

قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: جَمَعَ اللَّهُ الطِّبَّ كُلَّهُ فِي نِصْفِ آيَةٍ: وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا.

“Sebagian salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-A’raf [7]:31).

Dari Al-Miqdam bin Ma'dikarib raḍiyallahu 'anhu secara marfu' dia berkata, aku mendengan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ. بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.

"Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya." (HR Tirmidzi 2380 Ibnu Majah 3349, dishahihkan Syaikh al Abani di dalam Ash Shahihah 2265).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata:

مَا شَبِعْتُ مُنْذُ سِتَّ عَشْرَةَ سَنَةً إِلَّا شَبْعَةٌ أَطْرَحُهَا. قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: يَعْنِي فَطَرَحْتُهَا لِأَنَّ الشِّبَعَ يُثْقِلُ الْبَدَنَ وَيُقَسِّي الْقَلْبَ وَيُزِيلُ الْفِطْنَةَ وَيَجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةَ.

“ Aku tidak pernah kekenyangan semenjak 16 tahun kecuali sekali, aku segera mengosongkannya, Beliau juga berkata: Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, mengurangi kecerdasan, mudah mengantuk dan lemah untuk beribadah.” (Hilyah Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, Oleh Abu Nu’aim bin ‘Abdillah).

9.  Membersihkan dosa-dosa.

Allah ta’ala berfirman:

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا.

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa[4]:31).

Para ulama menyebutkan bahwa diampuninya dosa-dosa yang kecil setelah diiringi dengan bertaubat dari dosa-dosa yang besar, demikian pula puasa-puasa yang menyebutkan keutamaan dihapusnya dosa setahun maupun dua tahun, tetap diiringi dengan bertaubat dari dosa besar tersebut, diantaranya apa yang disebutkan oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah. (Fatawa Misriyah, 1/254).

Oleh karena itu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر.

“Antara shalat lima waktu, antara shalat jumat satu ke shalat jumat berikutnya, dan antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim 857).

10.                   Mensucikan jiwa dan raganya.

Inilah yang menjadi tujuan syari’at puasa, agar menjadi orang yang suci lahir dan batin, karena orang yang benar-benar menjaga puasanya akan menjadi orang yang bertakwa, suci lahir dan batinnya.

Allah ta’ala berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams[91]: 9-10).

Semua ini merupakan bekal kelak di akhirat nanti.

 

-----000-----

 

BAB 7

Rahasia perintah puasa.

Puasa memiliki kandungan rahasia yang sangat mendalam, hal ini hanya akan diketahui bagi orang-orang yang merenunginya, diantara rahasia yang terkandung di dalamnya yaitu:

1.  Pembentukan akhlaq yang baik pada seseorang.

Membiasakan hal-hal yang baik ketika berpuasa lama-lama akan menjadikan takbiat ataupun budi pekerti yang baik bagi seseorang, hal ini akan mendatangkan kecintaan bagi Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl[16]:128).

2.  Upaya menyempurnakan iman.

Salah satu barometer kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat dari akhlaknya sedangkan puasa salah satu cara untuk membentuk akhlak yang baik.

Rasulullah sallallahu ‘alaaihi wa sallam bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).

3.  Memperberat timbangan kelak pada hari kiamat.

Keberhasilan seseorang dalam mendidik dirinya memiliki akhlak yang baik pada saat puasa akan menjadikan pemberat timbangan nanti pada hari kiamat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ. 

"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia." (HR. Tirmidzi 2002, dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 876).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke surga, maka beliau bersabda:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ  تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ  الْفَمُ وَالْفَرْجُ.

“Taqwa kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka beliau bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, Lihat As-Shahihah 977).

4.  Memperbaiki hubungan dengan sesama makhluk.

Allah ta’ala berfirman:

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا.

“Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia,” (QS. Al-Baqarah[2]: 83).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa (kesalahan)  dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Misykah 5083).

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa akhlaq yang baik terhadap mahluk berputar pada tiga perkara, yaitu:

كَفُّ اْلأَذَى ، وَبَذْلُ النَّدَى، وَطَلاَقَةُ الْوَجْهِ.

Menahan dari gangguan (Kafful Adzzaa), Suka membantu, berbuat baik (Badzlun Nada), Wajah yang berseri-seri (Thalaqatul Wajh). Syarah Riyadhush Shalihin Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, II/387).

5.  Memperbaiki hubungan antara hamba dengan Allah.

Apabila seseorang mendapatkan predikat taqwa akan menjadikan Allah cinta kepadanya.

Allah ta’ala berfirman:

بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ.

“Bahkan barang siapa memenuhi janjinya dan bertakwa sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (QS. – Al- Imran[3]:76).

 

-----000-----

 

BAB 8

Hukum-hukum yang berkaitan puasa Ramadhan.

 

1.  Orang-orang yang wajib berpuasa.

Orang-orang yang wajib puasa yaitu:

1) Muslim.

2) Baligh.

3) Berakal.

4) Sehat.

5) Mukim.

6) Bagi wanita hendaknya bersih dari haid dan nifas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ.

“Cacatan amal diangkat  dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” (HR. Abu Dawud 4401, Ibnu Hibban 143, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 5/2).

Adapun orang kafir amalan mereka tidak diterima.

Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا.

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila di datanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.” (QS. An-Nur [24]: 39)

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا.

“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al Furqan [25]: 23).

Meskipun anak kecil belum diwajibkan puasa namun apa bila ikut berpuasa ia akan mendapatkan pahala, begitupula orang tuanya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahuma, dia berkata:

رَفَعَتْ امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَهَا فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَلِهَذَا حَجٌّ ؟ قَالَ :  نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ.

"Seorang wanita mengangkat seorang bocah, lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah anak ini dapat berhaji?' Beliau berkata, "Ya, dan bagimu pahala." ( HR. Muslim 1336).

2.  Hendaknya berniat di malam hari.

Puasa yang diwajibkan hendaknya berniat di malam hari.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ .

“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Tirmidzi 730, Abu Dawud 2454 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 2118).

Adapun tempat niat di dalam hati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).

Imam An-Nawawi rahmahullah mengatakan:

وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ نُطْقُ اللِّسَانِ بِلَا خِلَافٍ.

“Tempat niat di dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab 6/289).

Beliau juga mengatakan:

لَا يَصِحُّ الصَّوْمُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ، وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ. وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلَا خِلَافٍ.

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhatu at-Thalibin wa ‘Amdatul muftiin, 2/350).

Hal ini bisa kita tanyakan dalam hati kita, apabila seseorang lupa kemudian makan dan minum hal itu tidak membatalkan puasanya, sebaliknya meskipun lisannya berkali-kali mengatakan lupa namun hatinya menyengaja, tetap juga membatalkan puasa, demikianlah tempat niat itu di dalam hati bukan di lisan.

3.  Hukum puasa bagi orang sakit.

Allah ta’ala berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا.

“Beberapa hari yang telah ditentukan, barang siapa diantara kalian yang sakit...” (QS. Al-Baqarah[2]:184).

Beberapa keadaaan orang yang sakit:

1) Orang yang sakit ringan.

Seperti batuk, pilek, sakit gigi, sakit kepala ringan, luka ringan, hendaknya tetap berpuasa.

2) Sakit yang akan bertambah parah jika berpuasa.

Bila seseorang sakit dan semakin parah atau akan lambat kesembuhannya jika berpuasa, atau penyakit tersebut membuat penderitanya berat berpuasa. Hanya saja, tidak sampai pada tingkat membahayakan. Dalam kondisi seperti ini boleh berbuka, namun jika berpuasa, puasanya tetap sah.

3) Sakit yang membahayakan dan tidak memungkinkan sembuh.

Jika seseeorang berpuasa, dengan puasanya itu membahayakan keselamatannya, hingga dapat mengantarkan kepada kematian, apa lagi dikuatkan larangan tersebut dari dokter, dalam kondisi seperti ini, tidak boleh berpuasa bahkan bisa haram.

berdasarkan firman Allah ta'ala :

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا.

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kalian." (QS. An-Nisa[4]: 29).

Hal ini karena bisa membahayakan nyawa seseorang. (Lihat Fikih li Nisa’ Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Syayid Salim).

“Orang yang seperti ini hendaknya membayar fidyah. Seandainya ada kesembuhan maka tidak ada kewajiban lagi mengganti. Hal ini yang difatwakan oleh para ulama.” (Syaikh Muhammad al-’Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ 6/333-334, 347-349), al-Wadi’i, Syaikh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil 4/22), dan Al-Lajnah ad-Da’imah dalam Fatawa al-Lajnah 10/160-161).

4.  Orang yang bepergian

Apa bila seseorang berpuasa sedang dalam perjalanan, hendaknya memperhatikan puasanya.

Allah ta’ala berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر.

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).

Namun jika ia tetap berpuasa selama dalam perjalanan, maka puasanya sah. Inilah pendapat mayoritas ulama dari generasi shahabat, tabi'in, empat imam madzhab dan selain mereka.

Manakah yang lebih utama dalam perjalanan, berpuasa atau berbuka?

Orang yang safar (bepergian) ada beberapa keadaan:

1) Jika safarnya berat badanya lemah, tertinggal dari berbagai macam kebaikan hendaknya lebih baik berbuka.

2) Jika safarnya ringan tidak memberatkan lebih baik tetap berpuasa.

Dari Abu Sa’id Al Khudri radiyallahu ‘anhu dia berkata:

كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ، فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ، فَلَا يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ، يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ قُوَّةً فَصَامَ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ وَيَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا، فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ.

“Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada bulan Ramadhan, ada diantara kami yang puasa dan ada pula yang berbuka, yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak tidak mencela yang berpuasa.” (HR Muslim 1116, Shahih Ibnu Hibban 3558).

3) Jika safarnya berat dan membahayakan jiwanya, hendaknya diutamakan berbuka.

Sebagaimana tercantum dalam hadits Jabir yang menyatakan bahwa ketika sedang menempuh perjalanan untuk menaklukkan kota Makkah, Rasulullah terus berjalan hingga sampai daerah Kara' al-Ghumaim. Begitu pula rombongannya. Kemudian beliau meminta dibawakan sewadah air minum, lalu mengangkatnya hingga terlihat oleh semua orang dan mulai meminumnya setelah itu, ada yang melaporkan kepada beliau bahwa beberapa orang tetap berpuasa. Beliau berkata, "Mereka adalah orang yang durhaka (menyalahiku). Mereka adalah orang yang durhaka." (HR. Bukhari 1948, Muslim 1114).

Dalam riwayat yang lain Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ.

“Bukanlah sebuah kebaikan berpuasa ketika bersafar.” (HR. Muslim 1115, Abu Dawud 2407).

5.  Keringanan bagi orang tua, orang hamil dan menyusui.

Orang tua laki-laki maupun perempuan yang tidak kuat berpuasa dibolehkan meninggalkan puasa selama bulan Ramadhan dan tidak perlu mengqadhanya. Namun, ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari sejumlah (puasa) yang ditinggalkannya.

Allah ta’ala berfirman:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ.

“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkaitan dengan ayat di atas:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍقَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا. وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَة طَعَامُ مِسْكِيْن

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Al-Baqarah[2]: 184).

Beliau berkata, “Ayat ini memberikan keringanan kepada orang tua renta, baik laki maupun perempuan, apabila merasa berat berpuasa dia boleh berbuka dan memberi makan satu orang miskin setiap hari sebanyak yang ditinggalkan. Wanita mengandung dan menyusui kalau keduanya khawatir juga boleh berbuka dan (sebagai gantinya) memberi makan (orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan).” (HR. Abu Dawud 2318, Al-Muntaqa Ibnul Jarud 381, Baihaqi 1351, lihat Irwa’ syaikh al-Albani, 4/18).

6.  Begitu pula bagi orang yang hamil dan menyusui.

Adapun orang yang hamil dan menyusui tidak wajib berpuasa dan cukub membayar fidyah, sebagaimana diterangkan dalil di atas.

Kesimpulannya, sebab-sebab yang membolehkan tidak puasa ada empat, safar, sakit, haid dan nifas, kuatir celaka, seperti orang hamil dan menyusui. (Fikih Muyassar).

 

-----000-----

 

BAB 9

Pembatal puasa.

 

1) Makan.

2) Minum.

Allah ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ.

“Dan makan minumlah hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”(QS. Al-Baqarah[2]:187).

Kecuali keduanya dilakukan dalam keadaan lupa.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ.

“Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena Allah yang memberi ia makan dan minum.” (HR. Bukhari 1933, Muslim 1155).

3) Muntah dengan sengaja.

Apabila seseorang tidak sengaja muntah hal itu tidaklah membatalkan puasanya.

مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ.

“Barangsiapa tidak sengaja muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud 2380 Ibnu Majah1676; Tirmidzi 720. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

4) Haid.

Rasulullullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ.

“Bukankah jika wanita itu haid ia tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari 304 dan Muslim79).

5) Nifas.

6) Merokok.

7) Menghirup kokain, heroin, sabu, narkoba maupun sejenisnya.

8) Infuse pengganti makanan.

9) Keluar mani dengan sengaja.

10)                  Jima’, dengan membayar kafarah.

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata:

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ .

"Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seseorang, lalu dia berkata, 'Wahai Rasulullah, celakalah saya.' Beliau berkata, 'Ada apa denganmu?' dia berkata, 'Aku telah menggauli isteriku dalam keadaan puasa.' Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 'Apakah engkau memiliki budak yang engkau merdekakan?' Dia berkata, 'Tidak.' Lalu beliau berkata, 'Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut.' Dia berkata, 'Tidak.' Lalu beliau berkata, 'Apakah engkau dapat memberi makan 60 orang miskin?' Dia berkata, 'Tidak.' Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dia bebera saat. Ketika kami adalam keadaan demikian, ada yang membawakan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam sekerangjan korma. Lalu dia berkata, 'Mana yang bertanya tadi?' Dia berkata, 'Saya.' Beliau berkata, 'Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya.' Orang itu berkata, 'Kepada orang yang lebih fakir dariku ya Rasulullah, demi Allah, tidak ada keluarga di antara dua gunung ini, maksudnya dua perkampungan, yang lebih miskin dari keluarga saya.' Nabi shallallahu alaihi wa salalm tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Kemudian beliau berkata, 'Berilah makan keluargamu." (HR. Bukhari 1936 dan Muslim 1111).

11)                  Masuknya sesuatu yang menetap di lambung dengan sengaja.

12)                  Hilang ingatan, baik pingsan, disebabkan bius (seharian), atau tiba-tiba gila.

13)                  Cuci darah.

14)                  Murtad.

15)                  Sebagian ulama menyebutkan, niat berbuka. (Fikih Muyassar).

 

 

-----000-----

 

BAB 10

Hal-hal yang dibolehkan orang berpuasa

 

1.  berhubungan badan dimalam hari.

Seperti bolehnya berhubungan di malam Ramadhan.

Allah ta’ala berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ.

“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kalian; mereka itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]:187).

2.  Junub di waktu subuh.

Dari (umul mukminin) Aisyah dan Ummu Salamah radhiallahu ‘anhuma, mereka menceritakan:

يُدْرِكُهُ الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa.” (HR. Bukhari 1926 dan Turmudzi 779).

3.  Bercumbu dengan pasangannya selain bersenggama.

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:

كان رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium dan bercumbu dengan istrinya ketika puasa, namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.” (HR. Muslim 1106, Ahmad 24154).

4.  Boleh mandi atau sekedar menyiram kepala agar dingin.

Dari Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ.

“Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ” (HR. Abu Daud 2366, Baihaqi 8261, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 2011).

5.  Berkumur.

6.  Tetes mata, gosok gigi, suntik insulin dan lainnya.

7.  Donor darah atau hijamah, selagi tidak menjadikan lemah.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ أَ .

"Batallah puasa orang yang membekam dan dibekam." (HR. Abu Dawud 2369, Ahmad 15828, Ibnu Majah 1679, Tirmidzi 774, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 2074).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihram dan berpuasa.” (HR. Bukhari 1938).

سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ؟ قَالَ: لاَ، إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”(HR. Bukhari 1940).

Menurut jumhur ulama berbekam tidaklah membatalkan puasa.

8.  Mencicipi masakan.

9.  Makan dan minum tanpa sengaja.

10.                   Muntah tidak sengaja.

11.                   Endoskpi, memasukkan alat endoskopi tidak membatalkan puasa, karena endoskopi tidak membuat benda asing menetap di dalam tubuh. 

 

Demikianlah uraian ringkas ini, bagi yang menghendaki lebih luas bisa membuka kitab-kitab fikih, semoga Allah memudahkan kita untuk melaksanakan kebaikan. Aamiin.

                          

-----000-----

 

AMALAN YANG DIANJURAN DI BULAN RAMADHAN.

 

Bab 11

Shalat Qiyamul lail dan qiyamur Ramadhan (tarwih).

 

Asalnya shalat tarwih adalah qiyamul lail yang dilakukan Rasullah selama tiga malam berturut-turut, namun beliau kuatir jika hal itu akan di wajibkan bagi umatnya sehingga beliaupun berhenti.

Ketika masa kekhalifahan Umar bin khatab kekuatiran itu telah hilang karena wahyu telah terputus, maka khalifah Umar bin Khatab melakukannya.

Allah ta’ala berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا.

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’ [17]:79).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarwih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari 37, Muslim 759).

Shalat sunnah malam hari dan siang hari asalnya satu kali salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab:

مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ

“Dua rakaat-dua rakaat, apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.”(HR. Bukhari 1137, Muslim 749).

Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang lain dikatakan:

صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى.

“Shalat malam hari dan siang hari itu dua rakaat-dua rakaat.” (HR. Ahmad 4791, Ibnu Majah 1319, Abu Dawud 1295, dishahihkan didalam Shahih Abu Dawud 1172).

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ.

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Tirmidzi 806, Ibnu Majah 1327, Nasai 1605, Dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Al Irwa’ 447). 

Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. (Syarh Muslim, 3/101).

Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah menghidupkan malamnya dengan ‘ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. (ta’liq Musthafa al-Bagha’ pada Shahih Bukhari 1904-1905).

 

-----000-----

 

    Bab 12

Dianjurkan memperbanyak sedekah.

Allah ta’ala berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]:161).

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ.

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Ahmad 7206, Muslim 2588).

Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau bertambah kedermawanannya di bulan Ramadlan ketika bertemu dengan malaikat Jibril, dan Jibril menemui beliau di setiap malam bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan Al-Qur’an.” (HR. Al Bukhari 3220, Ahmad 2616).

Memberi buka orang yang berpuasa memiliki pahala seperti orang yang berpuasa.

Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

 مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ.

“Barangsiapa yang memberi buka orang puasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.” (HR. Ahmad 17033, Tirmizi 807, Ibnu Majah, 1746, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam shahih Al-Jami’, 6415).

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ.

“Infakkanlah sebagian dari apa yang Aku berikan kepada kalian, sebelum kematian mendatangi kalian, kemudian dia berkata: “Ya Rab, andai Engkau menunda ajalku sedikit saja, agar aku bisa bersedekah dan aku menjadi orang shaleh.” (QS. Al Munafiqun[63]: 10).

Allah ta’ala memerintahkan kepada kita agar bersedekah dengan harta yang kita cintai.

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ.

“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian infakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran[3]: 92).

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

“Setiap datang waktu pagi, ada dua malaikat yang turun dan keduanya berdoa. Malaikat pertama memohon kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang memberi nafkah’, sementara malaikat satunya berdoa, ‘Ya Allah, berikan kehancuran bagi orang yang pelit.’ (HR. Bukhari 1442 Muslim 1010).

 Sebagian salaf berkata: “Kalau sekiranya saya mengundang sepuluh dari teman-temanku, kemudian memberikan makanan yang disukainya. Itu lebih saya sukai dibandingkan dengan memerdekakan sepuluh budak dari anak Ismail. Dahulu banyak dari kalangan salaf lebih mendahulukan memberi buka puasa sementara dia masih dalam kondisi berpuasa. Diantaranya Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, Dawud At-Thai, Malik bin Dinar dan Ahmad bin Hanbal dan lainnya. Bahkan Abdullah bin Umar tidak berbuka melainkan bersama orang-orang yatim dan orang miskin karena mengetahui keluarganya menolak kedatangan mereka. (Kaifa na’isyu Ramadhan, Syaikh Abdullah As-Shalih).

 

-----000-----

 

BAB 12

Memperbanyak bacaan Al-Qur’an.

Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ.

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (QS. Fathir[35]: 29).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

قَالَ قَتَادَةُ: كَانَ مُطَرف، رَحِمَهُ اللَّهُ، إِذَا قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ يَقُولُ: هَذِهِ آيَةُ الْقُرَّاءِ .

“Qatadah rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Fatir[34]:29).

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ.

“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yunus[10]:57).

Manfaat membaca Al Qur’an.

Al-Qur’an akan menentramkan hatinya, mengobati jasmani maupun rahaninya.

ﻭَﻧُﻨَﺰّﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺂﺀٌ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟّﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﻻَ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺍﻟﻈّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺇَﻻّ ﺧَﺴَﺎﺭﺍً.

Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’ [17]: 82).

Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata:

“Obat yang mencakup obat bagi penyakit jiwa dan raga, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Sebagaimana kisah seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan Al-Fatihah. Ini adalah kisah yang shahih dan masyhur” (HR. Bukhari dan Muslim) (Tafsir Adhwaul Bayan, QS Al-Isra’ [17]:82).

Adapun Ath-Thabari rahimahullah mengatakan: “Al-Qur’an obat dari kejahilan dan kesesatan. (Tafsir Ath Thabari, QS. Al-Isra’[17]:82).

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ .

 “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan semisalnya, aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi 2910, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’ 6469).

Orang-orang shalih dahulu menyibukkan diri dengan Al-Qur’an.

Malaikat Jibril memperdengarkan Al-Qur'an kepada Rasulullah pada bulan Ramadhan. Utsman bin Affan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap hari pada bulan Ramadhan. Sebagian Salafus Shalih mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat Tarawih setiap tiga malam sekali. Sebagian lagi setiap tujuh malam sekali. Sementara sebagian lainnya mengkhatamkannya setiap sepuluh malam sekali. Mereka selalu membaca Al-Qur'an baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Bahkan Imam asy-Syafi'i dapat mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak enam puluh kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan. Sementara al-Aswad mengkhatamkannya setiap dua hari sekali. Adapun Qatadah selalu mengkhatamkannya setiap tujuh hari sekali di luar Ramadhan, sedangkan pada bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya setiap tiga hari sekali. Dan pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya setiap malam. Pada bulan Ramadhan Imam az Zuhri menutup majlis-majlis hadits dan majlis-majlis ilmu yang biasa diisinya. Beliau mengkhususkan diri membaca al-Qur'an dari mushhaf. Demikian pula Imam ats-Tsauri, beliau meninggalkan ibadah-ibadah lain dan mengkhususkan diri untuk membaca al-Qur'an.

(Kaifa na’isyu Ramadhan, Syaikh Abdullah As-Shalih).

 

-----000-----

 

BAB 13

Tetap duduk dimasjid hingga matahari terbit agak naik.

 

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ .

Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk di mesjid untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna.“ (HR. Tirmidzi 586, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 6346).

 

-----000-----

 

BAB 14

Mencari malam lailatul Qadhar.

Allah ta’ala berfirman:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ.

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr[97]:3-5).

Kapan terjadinya malam lailatul qadar.

Hadits-hadits ini menunjukkan kapan terjadinya lailatul qadar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى .

 

“Carilah ia (lailatul qadar) di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tidak mampu, maka janganlah ia kalah di tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari 2021,  Muslim 1165).

أَنَّ رِجَالاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ-صلى الله عليه وسلم - أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْمَنَامِ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِى السَّبْعِ الأَوَاخِرِ

“Sesungguhnya sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermimpi lailatul qadar terjadi pada tujuh hari terakhir (Ramadhan). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mencarinya, hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir." (HR. Bukhari 2015 Muslim 1165).

وَاللهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، إِنَّهَا لَفِي رَمَضَانَ، يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِي، وَوَاللهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ، هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا، هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ، وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا.

Ubay (bin Ka'ab) berkata, "Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan." (HR. Muslim 762).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari 1901, Ahmad 8576, Nasai 2193).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.

“Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha pemberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf karenanya maafkanlah aku, yaitu ampunilah aku).” (HR. Tirmidzi 3513, Ibnu Majah 3850, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ibnu Majah 3850, Al-Misykah 2019). 

------000-----

 

Bab 14

I’tikaf di masjid.

 I’tikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu.

Sedangkan secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/1699.

Allah ta’ala berfirman:

وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ.

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (QS. Al Baqarah[2]: 125).

Hadits dari Ummu al-Mukminin, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:

أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari 2026, Muslim 1172, Ahmad 24613).

-----000------

 

Bab 15

Banyak-banyak bertaubat.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

“Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar[39]: 53).

تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung” (QS. An-Nur[24]: 31).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS.At-Tahrim[66]:8).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً.

“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari 6037).

Demikianlah sedikit ulasan ini semoga bermanfaat. Aamiin.

 

-----000-----

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MANTAN BIARAWATI BERDAKWAH. PENTINGNYA BERILMU SEBELUM BERAMAL.

  MANTAN BIARAWATI BERDAKWAH. PENTINGNYA BERILMU SEBELUM BERAMAL.   Alangkah baiknya kita membiasakan berilmu sebelum beramal, hal semac...