Mukadimah
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا
بَعْدُ
Tidak
diragukan lagi, puasa merupakan rukun islam yang ke lima, di mana dengan
kelembutan Allah ta’ala, Allah selalu memperbaiki keadaan hamba-hambanya, baik
jasmani maupun rahani, baik hubungannya kepada Allah ta’ala maupun dengan
sesama manusia, inilah rahasia diantara hikmah pusa yang tidak banyak diketahui
oleh manusia.
Semoga amal
sedikit ini bermanfaat bagi penulis di kemudian hari yang tidak lagi berguna
harta dan anak-anak kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang
selamat. Aamiin.
Sragen
11-02-2025
Junaedi
Abdullah.
Bersiap menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Bulan
Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang-orang yang beriman,
oleh karena itu selayaknya kita juga mencurahkan perhatian kita untuk dapat
serta beribadah dengan maksimal di bulan itu.
Hal-hal yang perlu untuk kita
lakukan yaitu:
1. Bergembira
Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam memberikan Kabar
gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut:
ﻗَﺪْ
ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ،
ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ،
ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ
ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ.
“Telah datang kepada kalian
Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya.
Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup.
Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik
dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia
terhalangi.” (HR. Ahmad 8991, Dinilai shahih oleh Syaikh al-Arna’uth
dalam Takhrijul Musnad 8991).
Dahulu
para sahabat dan tabi’in berdoa.
اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ
وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً.
“Ya Allah,
antarkanlah aku hingga sampai Ramadan, dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan
terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264).
Syaikh Muhammad
Shalih al-Munajid berkata, tidak ada riwayat yang shahih yang sampai kepada
nabi, akan tetapi banyak diriwayatkan dari orang-orang shalih terdahulu yang
berdoa demikian.
Begitu
pula doa di bawah ini yang telah masyhur di masyarakat, tetapi haditsnya lemah.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ
وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ.
“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan
Sya’ban, serta berkahilah kami di bulan Ramadan, (HR. Ahmad 2346, Syaikh
Al-Arnauth menyatakan dha’if disebutkan di dalam Musnad Al-Maudu’ Al-Jami’i
lilkitab Al-‘Asyara, Suhaib ‘abdul Jabar).
2. Mengganti
puasa yang belum digenapkan.
Baik hal itu dikarenakan
sakit, safar atau lainnya.
Allah
ta’ala berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.
“(Yaitu)
beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam
perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang
dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).
3. Mempelajari
hukum-hukum seputar ibadah Ramadhan.
Wajib
seseorang mengetahui hukum terhadap apa yang di wajibkan Allah pada dirinya,
baik masalah ibadah maupun muamalah.
Allah ta’ala
berfirman:
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ.
“Maka
ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan
mohonlah ampunan atas dosamu.”(QS. Muhammad[2]:19).
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا
يَعْلَمُوْنَ.
“Katakanlah, “Apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS.
Az-Zumar[39:9).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR.
Ibnu Majah 224. Dishahih oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ 3913).
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki
kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama
baginya. “(HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037).
Seperti bolehnya berhubungan di malam
hari dengan pasangannya, sebagaimana, Allah ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ
الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ
لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ.
“Dihalalkan bagi kalian pada
malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kalian; mereka itu adalah pakaian
bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]:187).
Dari (umul mukminin) Aisyah dan Ummu
Salamah radhiallahu ‘anhuma, mereka menceritakan:
يُدْرِكُهُ الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ
مِنْ أَهْلِهِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan
istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa.” (HR. Bukhari 1926 dan Turmudzi
779).
Begitu pula ketika berjima’ di siang
hari atau lupa saat berpuasa, semua itu hendaknya mengetahui hukum-hukumnya.
4. Memperhatikan
orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Memperhatikan siapa saja yang
menjadi tanggungannya, apakah ada kendala atau tidak bagi mereka ketika
berpuasa.
Banyak para pemilik usaha tidak
menaruh perhatian dalam masalah ini, hendaknya memerintahkan mereka agar mereka
(para pekerja) untuk tetap berpuasa dan memberi motivasi, seperti ucapan, “
Bekerjalah semampunya, yang penting tetap wajib berpuasa.”
Meluruskan kesalahan mereka
ketika mereka tidak berpuasa dengan beralasan karena bekerja berat, ini tidak
benar.
Demikian pula kepada anak istri,
orang tua dan yang tinggal bersama dirumahnya, jangan sampai mereka
meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ
يَقُوتُ.
“Cukuplah seseorang itu
dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah
tanggung jawabnya.” (HR. Ahmad 6828, Abu Dawud 1692 An-Nasa’i 1072 di shahihkan
Syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 1485).
5.
Membiasakan dengan amalan
sunnah.
Dahulu
para sahabat membiasakan shalat malam, Umar ibnul Khatab juga memerintahkan
keluarganya untuk shalat di malam hari.
Allah
ta’ala berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا.
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam
mengerjakannya.” (QS. Thaha[20]:132).
6.
Bangun lebih awal.
Selain
ini untuk mempersiapkan menyambut Ramadhan, ini juga merupakan kebiasaan yang baik
untuk menguatkan hapalan dan menyiapkan
aktivitas yang akan dilakukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا.
“Ya Allah, berilah keberkahan
bagi umatku di pagi harinya.“ (HR. Ahmad 1329, Ibnu Majah 2236, Abu
Dawud 2606 dan dishahihkan syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 4754)
7.
Membiasakan hal-hal yang
positif.
Seorang
muslim hendaknya membiasakan ucapan yang baik, terlebih di bulan Ramadhan.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik
atau diam.” (HR.Bukhari 6018 Muslim 47).
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ
تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ.
“Di
antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.”
(HR. Tirmidzi 2317, Ibnu Majah 3976, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam
al-Misykah 4839).
8.
Menjaga kebugaran badan.
Hendaknya
seorang muslim senantiasa menjaga kebugaran fisiknya, bukan hanya menjelang
puasa, tetapi juga hari-hari yang lain sebagaimana Allah perintahkan hal itu:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ.
“Dan
persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan…”
(QS. Al-Anfal[8]:60).
Hal
ini salah satu bentuk mensyukuri nikmat badanya, menjadikan sehat dan kuat
untuk beribadah, jangan sampai diabaikan sehingga di saat bulan Ramadhan yang
lain berlomba meraih pahala sebanyak-banyaknya tiba justru dirinya berbaring di
rumah sakit.
9.
Menyisihkan rezqi untuk
kebutuhan bulan Ramadhan.
Banyak
orang meninggalkan kewajiban puasa, dengan alasan kebutuhan, padahal Allah
ta’ala telah memberikan 11 bulan untuk menyisihkan rezqinya, sehingga dirinya
tidak pontang-panting mengejar kebutuhan lupa kewajiban dan keutamaan.
Oleh
kerena itu kita dapatkan kisah-kisah dari sebagian orang shalih dahu, mereka bekerja di luar Ramadhan untuk
menyiapkan saat bulan Ramadhan tiba.
10.
Meninggalkan safar yang tidak
bermanfaat.
Seperti
mengunjungi negri-negri orang kafir yang tidak memiliki keutamaan, hingga
dirinya tertinggal dari keutamaan bulan Ramadhan.
Bahkan
ulama melarang safar tersebut jika untuk menghindari kewajiban berpuasa
tersebut.
-----000-----
BAB 2
Menandai
masuknya bulan ramadhan.
Bulan Ramadhan
merupakan bulan yang dipilih Allah ta’ala, memiliki banyak keutamaan yang
besar, menjadikan kegembiraan bagi kaum muslimin, namun sangat disayangkan, sebagian
kaum muslimin dijaman kita ini, tibanya bulan Ramadhan justru menjadi ajang
perpecahan dan perselisihan sehingga menjauhkan dari kegembiraan.
Padahal hukum masalah ini
telah diamalkan semenjak dahulu hingga sekarang, telah jelas dan terang
benderang sebagaimana terangnya siang hari.
Hal ini sebagaimana kita
ketahui, diantaranya:
1.
Al-Qur’an dan Sunnah
telah menetapkan permulaan puasa.
Inilah pedoman utama seorang muslim.
Allah
ta’ala berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ..
“Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah[2]:185).
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, ”Ini merupakan suatu keharusan bagi orang yang menyaksikan hilal masuk
bulan Ramadan, yakni dia dalam keadaan mukim di negerinya ketika bulan Ramadan
datang, sedangkan tubuhnya dalam keadaan sehat, maka dia harus mengerjakan
puasa.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. [2]:185).
Di dalam tafsir ini kita
mengetahui bagaimana mereka tidak meninggalkan ru’yatul hilal (melihat bulan).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ
عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ.
“Berpuasalah kalian karena
melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena
melihatnya pula, apabila tidak nampak oleh kalian, sempurnakanlah menjadi tiga
puluh hari.” (HR. Bukhari 1909, Muslim 1081).
Hadits ini menjelaskan bahwa
untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan dengan dua cara yaitu:
Pertama melihat hilal.
Kedua menggenapkan bulan sya’ban
menjadi tiga puluh hari bila bulan terhalangi.
Dengan demikian puasa dapat dilakukan
bersama-sama, sebagaimana disabdakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam :
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى
يَوْمَ تُضَحُّونَ.
“Puasa itu ditetapkan tatkala mayoritas kalian
berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan
idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi 697
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 224).
Dalil
yang memperkuat hal ini adalah hadits Ibnu Umar. la berkata:
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَرَأَيْتُهُ،
فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَامَ،
وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ.
"orang-orang
mengamati hilal, ternyata aku melihatnya, Maka aku sampaikan hal itu kepada
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, mendengar berita tersebut, beliau
mulai berpuasa (keeseokan harinya) dan memerintahkan semua orang untuk
mengikutinya berpuasa." ( HR. Ibnu Hibban 3447, Abu Dawud 2342, dishahihkan Syaikh al-Albani
di dalam Al-Irwa’ 908).
Demikianlah Al Qur’an dan Sunnah
telah menjelaskan secara gamblang.
2. Para ulama
telah menjelaskan hal ini.
Seandainya kita buka kitab-kitab para ulama, baik kitab fikih, tafsir, para
ulama telah menjelaskan bagaimana seharusnya kita di dalam menetapkan masuknya
bulan Ramadhan.
Seperti di
dalam kitab Bulugul Maram, yang tulis oleh al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani
beserta syarah-syarahnya diantaranya kitab Subulus Salam oleh Imam
Ash-Shan’ani. Mulakhas Fikhiyah oleh Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan,
Shahhih Fikih Sunnah oleh Abu Malik Kamal Ibnu As-Syayid Salim, bahkan beliau
berkata, “Mengetahui bulan(masuknya Ramadhan) dengan ru’yah (melihat) bukan
dengan hisab.”
Begitu pula kitab Al-Wajiz yang di tulis oleh Syaikh ‘Abdul Azhim bin
Badawi Al Khalafi, beliau juga berkata, “Wajibnya puasa Ramadhan dengan melihat
hilal.”
Mayoritas para ulama ahli fikih telah menjelaskan hal ini.
3.
Wajib mematuhi pemerintah dalam
masalah ini.
Perintah
Allah agar kita mentaati pemerintah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisaa [4]: 59)
Ibnu Katsir rahmahullah berkata:
فَهَذِهِ أَوَامِرٌ بِطَاعَةِ الْعُلَمَاءِ
وَالْأُمَرَاءِ.
“Ayat ini
memerintahkan agar mentaati ulama’ dan umara’ (pemimpin atau pemerintah). (Lihat tafsir Ibnu Katsir QS. Al
Baqarah[2]: 59).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ulil
amri adalah orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati, dari kalangan para
penguasa dan pemimpin umat. Inilah pendapat mayoritas ulama terdahulu dan
sekarang dari kalangan ahli tafsir, fikih, dan yang lainnya.” (Syarh Shahih
Muslim, 12/222).
Oleh karena
itu ulama juga telah memasukkan di dalam kitab-kitab aqidah mereka, agar kita
mengikuti pemerintah kita dalam hal ini.
Seperti di dalam kitab, Aqidatu As-Salaf Ash-Habul Hadits, oleh Imam
Ash-Shabuni, beliau berkata, “Shalat jum’at, dua shalat id, dan yang lainnya
dari shalat shalat yang ada, hendaknya dilakukan di belakang setiap imam
(pemimpin) kaum muslim yang baik maupun yang buruk.” (Aqidatu As-Salaf Ash-Habul
Hadits)
Syaikh DR. Nashir ibnu ‘Abdul Karim Al-Aql di dalam kiabnya, Mujmal Usul
Ahli Sunnah Wal Jama’ah fil Aqidah. Beliau rahimahullah berkata:
الصلاة والحج والجهاد واجبة مع أئمة
المسلمين وإن جاروا.
“Shalat (jama’ah, Jum’at, Id), haji, dan Jihad wajib bersama dengan
pemimpin kaum muslimin meskipun mereka sewenang-wenang (dzalim).”( Mujmal Usul Ahli Sunnah Wal
Jama’ah fil Aqidah).
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahmahullah berkata:
وَقَالَ الْحَسَنُ فِي الْأُمَرَاءِ هُمْ يَلُونَ مِنْ أُمُورِنَا خَمْسًا:
الجُمُعَةَ وَالْجَمَاعَةَ وَالْعِيدَ وَالنُّغُورَ وَالْحُدُودَ، وَاللَّهِ مَا
يَسْتَقِيمُ الدِّينُ إِلَّا كِيمْ، وَإِنْ جَارُوا وَظَلَمُوا.
"(Imam) Al-Hasan Al-Bashri berkata tentang umara' (para pemimpin
kaum muslimin): Mereka mengurusi lima urusan kita: shalat jum'at, shalat
jama'ah, shalat 'ied, menjaga perbatasan, dan melaksanakan hudud. Demi Allah,
agama tidak akan tegak kecuali dengan mereka, walaupun mereka menyimpang dan
zhalim." (Jami'ul Ulum wal Hikam, 2/117).
Organisasi itu banyak adapun pemerintah itu satu,
apabila setiap organisasi menentukan hari raya sendiri-sendiri tentu akan
semakin banyak perselisihan, sebaliknya bila semua organisasi mengikuti
pemerintah yang satu tentu akan bersatu, karena islam memiliki prinsip Jalbu
al-mashalih wa daf’u al-mafasid (mengambil manfaaat dan menolak mafsadat)
terlebih semua ini sesuai dengan Sunnah yang dapat memadamkan perselisihan, hal
ini sesuai dengan firman Allah ta’ala:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ
تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا.
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Al-Imran [3]:
103).
Orang yang
memerintahkan rukyah berdalil dengan firmanAllah ta’ala:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ
نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ.
“Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.” QS.Yunus[10]: 5).
Orang-orang
yang mengedepankan hisab mereka lupa jika Allah itu maha mengetahui apa yang
akan terjadi meskipun belum terjadi, hendaknya mereka ingat bahwa ayat yang
dipakai untuk hisab itu telah ada semenjak dahulu, namun Allah dan Rasul-Nya
tetap memerintahkan dengan rukyah, oleh karena itu sangat
disayangkan orang-orang yang mengedepankan hisab seakan-akan hal itu adalah nas
(dalil) yang wajib diikuti, mereka meninggalkan syariat yang telah diamalkan
dari semenjak Rasulullahdan para sahabatnya sampai sekarang oleh para ulama.
Orang-orang yeng menentukan awal Ramadhan dengan hisab mereka tidak
menyadari apa yang mereka lakukan itu banyak membingungkan umat, menjadikan
bercerai-berai, mengantikan kebahagiaan menjadi kesedihan, menghilangkan
persatuan dan kesatuan dan menumbuhkan bermusuhan di anatara umat, bahkan kita
dapatkan sesama ahli hisabpun mereka berselisih.
Islam tidak mengingkari kemajuan jaman, namun hal itu sebagai alat bantu
semata bukan kemudian dikedepankan, sebagaimana jadwal-jadwal shalat yang
beredar.
4.
Ancaman keras bagi orang yang
meninggalkan Sunnah.
Allah ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
“Hendaknya takutlah orang-orang yang
menyalahi perintah Rasul-Nya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau azab yang
pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63).
Dari
sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:
يُوْشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيكْم ْحِجَارَةٌ مِنَ
السَّمَاءِ, أَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ وَتَقُوْلُوْنَ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ
وَعُمَرُ؟
“Hampir saja kalian
akan dihujani batu dari langit. Aku katakan: Rasulullah bersabda demikian
lantas kalian membantah dengan mengatakan: Tapi Abu Bakar dan Umar berkata
demikian.” (HR. Ahmad 1/337 dan Al-Khatib dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih 1/145
Ibnu Abdil Bar di dalam, Jami’u Bayanil ‘ilmi wa fadzlihi 2/239).
Bagi saudara-saudaraku yang masih taklid dan mendahulukan terhadap
pemimpin, yayasan, organisasi, dan meninggalkan Kitab Allah dan Sunnah
Rasulul-Nya hendak menyadari yang dilakukan itu dapat menjadikan dosa jariah,
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا
وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ.
“Dan barang
siapa melakukan sunnah yang buruk dalam islam maka baginya dosa dari
perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya)
setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim 1016).
Wajib bagi
kita mensikapi permasalahan ini dengan ilmu bukan hawa nafsu.
5. Jika
berselisih hendaknya dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Sebagai orang muslim jika kita
berselisih sudah seharusnya kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 59).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ
تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي.
“Aku telah tinggalkan
pada kalian dua perkara, kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada
keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Al-Hakim di dalam
mustadraknya 319, Disahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Sahihul Jami’
2937).
Di dalam berpegang dengan Al
Qur’an dan Sunnah sebagai bentuk realisasi dari keimanan mereka yang dapat
menyelamatkan dari berbagai kesesatan.
6. Hendaknya
ikhlas di dalam menjalankan agama.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS.
Al-Bayyinah[98]:5).
7.
Menjahui taklid (fanatik) buta.
Berorganisasi pada
asalnya adalah mubah (boleh) akan tetapi apa bila fanatik dan menolak kebenaran
karena berbeda dengan organisasinya inilah yang terlarang karena dapat
menjadikan seseorang fanatic buta dan tersesat.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
"Sesungguhnya jawaban
orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami
patuh.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur [24]: 51).
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Katakanlah,
"Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian," Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Imran [3]: 31).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ
أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي
فَقَدْ أَبَى.
“Setiap umatku
akan masuk ke dalam surga kecuali yang enggan. Mereka para sahabat bertanya, “Siapa yang
enggan?” Beliau berkata, “Barangsiapa mentaatiku dia masuk ke dalam surga, dan barangsiapa bermaksiat padaku maka dia
telah enggan.” (HR. Bukhari 7280, Ahmad 8714).
Seorang muslim tidak boleh
meninggalkan Sunnah nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam dan lebih memilih
mengikuti madzhabnya, organisasinya, partainya ataupun yayasanya.
Ulama juga mewasiatkan hal itu,
mereka memerintahkan agar kita mengikuti Rasulullah sallallahu’alaihi wa
sallam.
Imam Syafi’i Rahimahullah
berkata:
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ
لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ
أَحَدٍ.
“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah
jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti
pendapat siapa pun.”(I'lamul muwaqi'in 2:282).
مَنْ رَدَّ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ.
“Barang siapa
menolak hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka dia berada di tepi
kebinasaan.” (lihat Sifat shalat Nabi, Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani).
Semoga
saudara-saudaraku bisa memahami hal ini dan kembali ruju’ serta turut serta
andil dalam menyatukan umat ini. Aamiin.
-----000-----
BAB 3
Kewajiban puasa.
Puasa
diwajibkan oleh Allah ta’ala, RasulNya dan ijma’ kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al
Baqarah[2]:183).
Perhatikanlah ayat ini secara seksama, dimana di dalamnya terdapat
sebuah rahasia yang tersembunyi yaitu Allah menyeru hanya kepada orang-orang
yang beriman, sehingga nyatalah orang-orang yang mengaku islam di KTP, iman di
lisan saja, mereka tidak dapat menyembunyikan hati mereka, sehingga terkuaklah
benar tidaknya iman seseorang dengan syariat puasa ini.
Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
“Islam dibangun di atas lima
perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat;
menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.”
(HR. Bukhari 8, Muslim 5).
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan
atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu
akan diampuni.” (HR. Bukhari 38, Muslim 760).
Imam Ad-Dzahabi berkata, “Para ulama sepakat menghukumi pelaku orang
yang tidak puasa lebih buruk dari pezina dan peminum khamer, karena mereka
menyerupai orang-orang zindiq atau munafiq.” (Imam Adzahabi di dalam al-Kabaair).
-----000-----
BAB 4
Keutamaan orang yang berpuasa.
Puasa memiliki keutamaan yang besar, diantaranya:
1. Salah satu satu
pendidikan besar untuk meraih ketakwaan.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al
Baqarah[2]:183).
2. Dilipat
gandakan pahala orang yang berpuasa.
Rasulullah sallallahu ‘alai wa
sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ،
فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي, لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ
فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.
“Setiap amal anak adam akan dilipatkan baginya sepuluh kebaikan sampai
tuju ratus kali lipat “Telah berkata Allah ‘Aza wajalla, kecuali puasa, karena itu untukku, dan aku
yang akan membalasnya,Dia meninggalkan syahwat, makannya karena Aku, orang
berpuasa memiliki dua kesenangan, senang di saat berbuka dan senang di saat
berjumpa Rabnya. ” (HR. Muslim 1151, Ibnu Majah
3823, Ibnu Khuzdaimah 1897).
Syaikh Sahalih Al-Fauzan berkata, “Ketaatan yang dilakukan pada
waktu atau tempat yang memiliki keutamaan menyebabkan amalan tersebut
berlipat-lipat.” (Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan
dari kitab Al Muntaqa Min Fatawa Asy Syaikh al Fauzan).
3.
Disediakan pintu surga.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ
الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ
مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ
يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ
مِنْهُ أَحَدٌ.
“Sesungguhnya di surga itu ada pintu yang disebut ar-Rayyan, orang-orang
yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang
yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,
“Mana orang yang berpuasa?” kemudian mereka pun berdiri, selain mereka tidak
akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka
akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.“ (HR. Bukhari
1896, Muslim 1152).
4.
Diampuni dosa-dosanya.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا،
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan didasari iman dan
mengharapkan pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari 38, Muslim 760).
5.
Dijauhkan wajahnya dari api
neraka.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَعَّدَ
اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا.
"Barang siapa yang berpuasa sehari dengan niat
fisabilillah -yakni semata-mata menuju kepada ketaatan kepada Allah-, melainkan
Allah akan menjauhkan wajahnya -yakni dirinya- karena puasanya tadi, sejauh
perjalanan tujuh puluh tahun dari neraka." (HR. Bukhari 2840, Muslim
1153).
Dan masih banyak keutamaan yang lain.
-----000-----
BAB 5
Hikmah disyari’atkannya puasa.
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar, apa bila seseorang melakukan
sesuai dengan syari’at dan adab-adabnya akan menjadikan seseorang bertaqwa
sebagaimana tujuan puasa itu sendiri.
Diantara hikmahnya:
1. Memisahkan
antara keimanan dan kemunafikan.
Menanamkan kesungguhan di dalam sebuah keyakinan, sehingga orang yang
ragu terhadap islam baik itu kalangan munafiq ataupun pelaku dosa besar akan
tersisihkan dalam masalah puasa, oleh karena itu ayat puasa menyeru hanya bagi
orang yang beriman, sebagaimana telah kita singgung di atas.
2.
Mendidik rasa kemanusiaan.
Yang namanya kabar selamanya tidak sama dengan kenyataannya, orang
mengatakan “Di sana orang miskin sangat kekurangan dan menahan lapar karena
tidak ada yang dimakan, mereka hanya mengangguk-anggukkan kepala saja”, namun setelah orang-orang kaya merasakan lapar
dan dahaga, tahulah mereka “Begini rasanya orang kekurangan dan kelaparan.” Sehingga
dengan itu mereka saling mengasihani dan menyayangi satu sama lain, inilah
diantara yang dikehendaki syari’at.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ.
“Sayangilah penduduk bumi niscaya Yang
di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud 4941, dinyatakan shahih oleh
syaikh al-Albani di dalam shahihu al-Jami’ 3522).
3.
Mendidik kesabaran.
Mendidik
sifat sabar di dalam menahan emosi dan mengendalikan hawa nafsu.
Allah ta’ala berfirman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا
لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ.
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ.
“Jadikanlah sabar dan salat
sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS.
Al-Baqarah[2]:45-46).
Pengertian
sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, sebagaimana yang
dikatakan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan, “Karena itulah
maka bulan Ramadan dinamakan "bulan sabar." (tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Baqarah[2]:45-46).
Rasulullah
sallallhu a’lai wa sallam bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ.
“Puasa adalah tameng janganlah berkata kotor dan jangan berbuat bodoh,
jika seseorang mengajak berkelahi atau mencelamu maka katakanlah aku sedang
puasa dua kali.” (HR. Bukhari 1894).
لَيْسَ
الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ
الغَضَبِ.
“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat,
sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (Bukhari 6114, Muslim
2609).
4.
Melatih kejujuran.
Puasa melatih kjujuran, Rasulullah sallallahu ‘alaihhi wa sallam
bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia
tahan.” (HR. Bukhari 1903).
5.
Meninggalkan perkataan dan
perbuatan yang tidak bermanfaat.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ،
إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ.
“Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan lagwu (tidak bermanfaat) dan rofats.(perkataan yang
tidak senonoh).” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh
al Albani berkata shahih di dalam Shahih at-Targib wa at-Tarhib 1082).
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا
الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ.
“Betapa
banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut
kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah, Nasa’i 3236, di shahihkan Syaikh al Albani dalam Shahih
at-Targib wa-at Tarhib 1083).
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik
atau diam.”(HR. Bukhari 6018, Muslim 47).
6.
Memanamkan sifat dermawan.
Puasa akan menumbuhkan kedermawanan, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat dermawan, Beliau semakin dermawan bila di bulan Ramadhan.
Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ
أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ
يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau bertambah
kedermawanannya di bulan Ramadlan ketika bertemu dengan malaikat Jibril, dan
Jibril menemui beliau di setiap malam bulan Ramadlan untuk mudarosah
(mempelajari) Al Qur’an” (HR. Ahmad 2616, Al Bukhari 3220).
7. Mendidik
ketenangan dalam jiwa.
Orang yang berpuasa jiwanya akan lebih tenang, setiap
langkah dan ucapanya selalu ditimbang dengan ilmu, hal ini dikarenakan tidak
ingin puasanya rusak, sehingga tidak gegabah dan tidak terburu-buru , dimana
hal ini memang sifat asal manusia.
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ.
“Manusia telah
dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa..”(QS. Al-Anbiya’[21]: 37).
وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا.
“Dan manusia
bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra’[17]: 11).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
التَّأَنِّي مِن الله والعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطانِ .
“Sikap Hati-hati itu dari Allah,
sedangkan sikap tergesa-gesa itu dari syaithan.” (HR. Thabrani 2358, Baihaqi
4058, di Shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 3011).
8. Menyehatkan
badan.
Lambung dan
usus manusia akan bekerja terus menerus, dengan adanya puasa akan
mengistirahatkannya dan juga membersihkan (detoksifikasi) bagi tubuh dari
perbagai kolestrol jahat, hal ini diakui oleh para kalangan ahli kedokteran.
Allah ta’ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.
“Makan dan minumlah, tetapi
jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31).
Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan tafsir ayat ini:
قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: جَمَعَ اللَّهُ الطِّبَّ
كُلَّهُ فِي نِصْفِ آيَةٍ: وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا.
“Sebagian salaf berkata bahwa
Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-A’raf
[7]:31).
Dari Al-Miqdam bin Ma'dikarib
raḍiyallahu 'anhu secara marfu' dia berkata, aku mendengan Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ. بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ
أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ
وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.
"Tidaklah manusia memenuhi
wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap
yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus melebihi itu, maka
sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk
nafasnya." (HR Tirmidzi 2380 Ibnu Majah 3349, dishahihkan Syaikh al Abani
di dalam Ash Shahihah 2265).
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau
berkata:
مَا شَبِعْتُ مُنْذُ سِتَّ عَشْرَةَ سَنَةً إِلَّا
شَبْعَةٌ أَطْرَحُهَا. قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: يَعْنِي فَطَرَحْتُهَا لِأَنَّ
الشِّبَعَ يُثْقِلُ الْبَدَنَ وَيُقَسِّي الْقَلْبَ وَيُزِيلُ الْفِطْنَةَ
وَيَجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةَ.
“ Aku tidak pernah kekenyangan semenjak 16 tahun
kecuali sekali, aku segera mengosongkannya, Beliau juga berkata: Kekenyangan
membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, mengurangi kecerdasan, mudah
mengantuk dan lemah untuk beribadah.” (Hilyah Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’,
Oleh Abu Nu’aim bin ‘Abdillah).
9.
Membersihkan dosa-dosa.
Allah ta’ala
berfirman:
إِنْ تَجْتَنِبُوا
كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا.
“Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa[4]:31).
Para ulama
menyebutkan bahwa diampuninya dosa-dosa yang kecil setelah diiringi dengan
bertaubat dari dosa-dosa yang besar, demikian pula puasa-puasa yang menyebutkan
keutamaan dihapusnya dosa setahun maupun dua tahun, tetap diiringi dengan
bertaubat dari dosa besar tersebut, diantaranya apa yang disebutkan oleh
syaikhul islam Ibnu Taimiyah. (Fatawa
Misriyah, 1/254).
Oleh karena
itu Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر.
“Antara
shalat lima waktu, antara shalat jumat satu ke shalat jumat berikutnya, dan
antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa
di antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim
857).
10.
Mensucikan jiwa dan raganya.
Inilah yang
menjadi tujuan syari’at puasa, agar menjadi orang yang suci lahir dan batin,
karena orang yang benar-benar menjaga puasanya akan menjadi orang yang
bertakwa, suci lahir dan batinnya.
Allah ta’ala
berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ
خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams[91]: 9-10).
Semua ini merupakan bekal kelah di akhirat nanti.
-----000-----
BAB 7
Rahasia perintah puasa.
Puasa memiliki kandungan rahasia yang sangat mendalam, hal ini hanya
akan diketahui bagi orang-orang yang merenunginya, diantara rahasia yang
terkandung di dalamnya yaitu:
1. Pembentukan
akhlaq yang baik pada seseorang.
Membiasakan hal-hal yang baik ketika berpuasa
lama-lama akan menjadikan takbiat ataupun budi pekerti yang baik bagi
seseorang, hal ini akan mendatangkan kecintaan bagi Allah ta’ala, sebagaimana
firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ
هُمْ مُحْسِنُونَ.
“Sungguh, Allah
beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS.
An-Nahl[16]:128).
2. Upaya menyempurnakan
iman.
Salah satu
barometer kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat dari akhlaknya.
Rasulullah
sallallahu ‘alaaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا.
“Orang
mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang
paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap
isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh
syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).
3. Memperberat timbangan
kelak pada hari kiamat.
Keberhasikan
seseorang dalam mendidik dirinya memiliki akhlak yang baik pada saat puasa akan
menjadikan pemberat timbangan nanti pada hari kiamat.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ.
"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat
dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang
mulia." (HR. Tirmidzi 2002, di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam
Ash-Shahihah 876).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke surga,
maka beliau bersabda:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ.
“Taqwa
kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan beliau ditanya tentang apa yang paling
banyak memasukkan manusia ke neraka, maka beliau bersabda: “mulut dan farji
(kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan
syaikh al-Albani, Lihat As-Shahihah 977).
4. Memperbaiki
hubungan dengan sesama makhluk.
Allah ta’ala berfirman:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا.
“Dan bertutur katalah yang baik
kepada manusia,” (QS. Al-Baqarah[2]: 83).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
“Bertaqwalah kepada Allah di mana
saja engkau berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa (kesalahan)
dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama
manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, dihasankan
Syaikh al-Albani di dalam Al-Misykah 5083).
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan
bahwa akhlaq yang baik terhadap mahluk berputar pada tiga perkara, yaitu:
كَفُّ
اْلأَذَى ، وَبَذْلُ النَّدَى، وَطَلاَقَةُ الْوَجْهِ.
Menahan dari gangguan (Kafful Adzzaa), Suka
membantu, berbuat baik (Badzlun Nada), Wajah yang berseri-seri (Thalaqatul
Wajh). Syarah Riyadhush
Shalihin Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, II/387).
5. Memperbaiki hubungan
antara hamba dengan khalik (Allah).
bila seseorang mendapatkan predikat taqwa akan
menjadikan All cinta kepadanya.
Allah ta’ala berfirman:
بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَّقِينَ.
“Bahkan barang siapa memenuhi janjinya dan bertakwa
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (QS. – Al- Imran[3]:76).
-----000-----
BAB 8
Orang-orang yang wajib puasa.
Orang-orang
yang wajib berpuasa yaitu:
1) Muslim.
2) Baligh.
3) Berakal.
4) Sehat.
5) Mukim.
6) Bagi
wanita hendaknya bersih dari haid dan nifas.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ
حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ
حَتَّى يَحْتَلِمَ.
“Cacatan
amal diangkat dari tiga golongan: dari
orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak
kecil hingga ia baligh.” (HR. Abu Dawud 4401, Ibnu Hibban 143, dan di shahihkan
syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 5/2).
Adapun
orang kafir amalan mereka tidak diterima.
Allah
ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ
بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ
شَيْئًا.
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
di datanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.” (QS. An-Nur [24]:
39)
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ
هَبَاءً مَنْثُورًا.
“Dan Kami akan
perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al Furqan [25]: 23).
Meskipun anak kecil belum
diwajibkan puasa namun apa bila ikut berpuasa mendapatkan pahala begitupula
orang tuanya juga mendapatkan pahala.
Dari Ibnu Abbas radhiallahuma, dia berkata:
رَفَعَتْ امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَهَا فَقَالَتْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ , أَلِهَذَا حَجٌّ ؟ قَالَ : نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ.
"Seorang wanita mengangkat seorang bocah, lalu
berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah anak ini dapat berhaji?' Beliau berkata,
"Ya, dan bagimu pahala." ( HR. Muslim 1336).
Kewajiban
berniat di malam hari
Puasa
yang diwajibkan hendaknya berniat di malam hari.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ
يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ .
“Barangsiapa
yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR.
Tirmidzi 730, Abu Dawud 2454 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu
Dawud 2118).
Tempat niat di dalam hati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan
sesuai niatnya.” (HR Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).
Imam An-Nawawi rahmahullah mengatakan:
وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ نُطْقُ اللِّسَانِ بِلَا
خِلَافٍ.
“Tempat
niat di dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan tanpa ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab 6/289).
Beliau
juga mengatakan:
لَا يَصِحُّ الصَّوْمُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ،
وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ. وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلَا خِلَافٍ.
“Tidak
sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan
harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhatu
at-Thalibin wa ‘Amdatul muftiin, 2/350).
Hal ini bisa kita tanyakan dalam hati kita, apabila
seseorang lupa kemudian makan dan minum hal itu tidak membatalkan puasanya,
sebaliknya meskipun lisannya mengatakan lupa namun hatinya menyengaja tetap
juga membatalkan puasa, demikianlah tempat niat itu di dalam hati bukan
dilisan.
Hukum
puasa bagi orang sakit
Allah
ta’ala berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا.
“Beberapa hari yang telah ditentukan, barang siapa
diantara kalian yang sakit...” (QS. Al-Baqarah[2]:184).
Beberapa keadaaan orang yang yang sakit:
1)
Orang yang sakit ringan.
Seperti batuk, pilek, sakit gigi, sakit kepala
ringan, hendaknya tetap berpuasa.
2)
Sakit yang akan bertambah
parah jika berpuasa.
Bila seseorang sakit dan semakin parah atau akan
lambat kesembuhannya jika berpuasa, atau penyakit tersebut membuat penderitanya
berat berpuasa. Hanya saja, tidak sampai pada tingkat membahayakan. Dalam
kondisi seperti ini boleh berbuka, namun jika berpuasa, puasanya tetap sah.
3) Sakit
yang membahayakan.
Jika
seseeorang berpuasa hal itu sangat membahayakan keselamatannya, hingga dapat
mengantarkan kepada kematian. Apa lagi dikuatkan dari larangan dokter, dalam
kondisi seperti ini, tidak boleh berpuasa bahkan bisa haram.
berdasarkan
firman Allah ta'ala :
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيمًا.
"Dan
janganlah kamu membunuh dirimu sendiri sesungguhnya Allah maha penyayang
terhadap kalian." (QS. An-Nisa[4]: 29).
Hal
ini karena bisa membahayakan nyawa seseorang. (Lihat Fikih li Nisa’ Syaikh Abu
Malik Kamal bin As-Syayid Salim).
“Orang
yang seperti ini hendaknya membayar fidyah. Seandainya ada kesembuhan maka
tidak ada kewajiban lagi mengganti. Hal ini yang difatwakan oleh para ulama.”
(Syaikh Muhammad al-’Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ 6/333-334, 347-349),
al-Wadi’i, al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil 4/22), dan Al-Lajnah ad-Da’imah
dalam Fatawa al-Lajnah 10/160-161).
Orang yang bepergian
Apa bila seseorang berpuasa sedang dalam
perjalanan, hendaknya memperhatikan puasanya.
Allah ta’ala berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر.
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di
antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang
lain. (QS. Al-Baqarah[2]:184).
Namun
jika ia tetap berpuasa selama dalam perjalanan, maka puasanya sah. Inilah
pendapat mayoritas ulama dari generasi shahabat, tabi'in, empat imam madzhab
dan selain mereka.
Manakah yang lebih utama dalam perjalanan, berpuasa
atau berbuka?
Orang yang safar (bepergian) ada beberapa keadaan:
1) Jika
safarnya berat badanya lemah, tertinggal dari berbagai macam kebaikan hendaknya
lebih baik berbuka.
2) Jika
safarnya ringan tidak memberatkan lebih baik tetap berpuasa.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiyallahu ‘anhu dia
berkata:
كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ، فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ،
فَلَا يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ،
يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ قُوَّةً فَصَامَ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ وَيَرَوْنَ
أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا، فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ.
“Kami pernah bepergian bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada bulan Ramadhan, ada diantara kami yang
puasa dan ada pula yang berbuka, yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan
yang berbuka tidak tidak mencela yang berpuasa.” (HR Muslim 1116, Shahih Ibnu
Hibban 3558).
3)
Jika safarnya berat dan membahayakan jiwanya,
hendaknya diutamakan berbuka.
Sebagaimana
tercantum dalam hadits Jabir yang menyatakan bahwa ketika sedang menempuh
perjalanan untuk menaklukkan kota Makkah, Rasulullah terus berjalan hingga
sampai daerah Kara' al-Ghumaim. Begitu pula rombongannya. Kemudian beliau
meminta dibawakan sewadah air minum, lalu mengangkatnya hingga terlihat oleh
semua orang dan mulai meminumnya Setelah itu, ada yang melaporkan kepada beliau
bahwa beberapa orang tetap berpuasa. Beliau berkata, "Mereka adalah orang
yang durhaka (menyalahiku). Mereka adalah orang yang durhaka." (HR.
Bukhari 1948, Muslim 1114).
Dalam riwayat yang lain Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْبِرَّ
أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ.
“Bukanlah sebuah kebaikan berpuasa ketika
bersafar.” (HR. Muslim 1115, Abu Dawud 2407).
Keringanan bagi orang tua, orang hamil dan
menyusui.
Orang tua laki-laki maupun perempuan yang tidak kuat berpuasa
dibolehkan meninggalkan puasa selama bulan Ramadhan dan tidak perlu
mengqadhanya. Namun, ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari
(puasa) yang ditinggalkannya. Allah ta’ala berfirman:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ.
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkaitan dengan
ayat di atas:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ…قَالَ
كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا
يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ
مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا. وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَة طَعَامُ
مِسْكِيْن
“Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Al-Baqarah[2]: 184).
Beliau
berkata, “Ayat ini memberikan keringanan kepada orang tua renta, baik laki
maupun perempuan, apabila merasa berat berpuasa dia boleh berbuka dan
memberi makan satu orang miskin untuk sehari yang ditinggalkan. Wanita
mengandung dan menyusui kalau keduanya khawatir juga boleh berbuka dan (sebagai
gantinya) memberi makan (orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan).”
(HR. Abu Dawud 2318, Al-Muntaqa Ibnul Jarud 381, Baihaqi 1351, lihat Irwa’
syaikh al-Albani, 4/18).
Begitu pula bagi orang yang hamil dan menyusui.
Adapun orang yang hamil dan menyusui tidak wajib
berpuasa dan cukub membayar fidyah, sebagaimana diterangkan dalil di atas.
Kesimpulannya, sebab-sebab yang membolehkan tidak
puasa ada empat, safar, sakit, haid dan nifas, kuatir celaka, seperti orang
hamil dan menyusui. (Fikih Muyassar).
-----000-----
BAB 9
Pembatal puasa.
1.
Makan.
2.
Minum.
Kecuali keduanya dilakukan dalam keadaan lupa.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ,
فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ.
“Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan
puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena
kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.” (HR. Bukhari 1933, Muslim
1155).
1)
Muntah dengan sengaja, seandainya hal itu tidak
sengaja tidak membatalkannya.
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ
عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ.
“Barangsiapa tidak sengaja muntah sedangkan dia
dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah
(dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud 2380
Ibnu Majah1676; Tirmidzi 720. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
2)
Haid.
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ.
“Bukankah jika wanita itu haid ia tidak shalat dan
tidak puasa?” (HR. Bukhari 304 dan Muslim79).
3)
Nifas.
4)
Merokok
5)
Menghirup kokain, narkoba maupun heroin.
6)
Infuse pengganti makanan
7)
Keluar mani dengan sengaja.
8)
Jima’, dengan membayar kafarah.
9)
Masuknya sesuatu yang menetap di lambung dengan
sengaja.
10)
Hilang ingatan, baik pingsan, disebabkan bius (seharian),
atau tiba-tiba gila.
11)
Cuci darah.
12)
Murtad.
13)
Sebagian ulama menyebutkan, niat berbuka. (Fikih Muyassar).
Hal-hal
yang dibolehkan orang berpuasa
1.
Hubungan
badan dimalam hari.
2.
Junub di pagi hari.
3. Bercumbu
dengan pasangannya selain bersenggama.
4. Mandi atau
sekedar menyiram kepala agar dingin.
5. Berkumur.
6. Tetes
mata, suntik, gosok gigi.
7. Donor
darah atau hijamah, selagi tidak menjadikan lemah.
8. Mencicipi
masakan.
9. Makan dan
minum tanpa sengaja.
10. Muntah
tidak sengaja.
Demikianlah
uraian ringkas ini, bagi yang menghendaki lebih luas bisa membuka kitab-kitab
fikih, semoga Allah memudahkan kita semua Aamiin.
-----000-----
Sragen
28-02-2024
Junaedi
Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar