Semua orang menghendaki memiliki rumah
tangga bahagia, namun tidaklah semua orang bisa mewujudkan hal itu, bahkan
tidak sedikit prahu rumah tangga yang mereka naiki kandas dan berakhir dengan
perceraian.
Hal itu dikarenakan latar belakang
dan cara pandang setiap orang yang berbeda-beda, ketika mereka tidak mau
berjalan sesuai apa yang dituntunkan Allah dan Rasul-Nya merekapun tak akan
mendapatkan apa yang mereka cari yaitu kebahagiaan.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha [20] : 124).
Oleh karena itu berikut ini
tahapan-tahapan di dalam menggapai baiti jannati (rumah tanggaku surgaku) diantaranya:
1. Menikah.
Menikah adalah salah satu sarana
mewujudkan rumah tangga bahagia, demikian pula menikah merupakan perintah Allah
dan Rasul-Nya.
Allah ta’ala befirman:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَة.
“Maka
nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua tiga atau empat. Bila kalian takut tidak bisa berbuat adil,
maka nikahilah satu perempuan saja.” (QS An
Nisa [4]:3)
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ
أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوا إلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang.” (QS Ar-Rum
[30]:21)
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menekan syahwatnya (menjadikan tameng).” (HR. Bukhari 5066 Muslim 1402).
اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ
بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan
melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” (HR Ibnu Majah 1846 Lihat Silsilah al-Ahaadiits
ash-Shahiihah 2383).
تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي
مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ
“Menikahlah,
karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat
lain pada hari Kiamat.” (HR.
Al-Baihaqi (VII/78) dan dikuatkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab
ash-Shahiihah).
إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗوَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur[24]: 32)
2.
Memilih suami istri yang baik.
وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ
خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ.
“Dan sungguh wanita budak
yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah[2]:221)
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ
خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ.
“Dan sungguh laki-laki budak yang mu’min lebih baik dari laki-laki musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah[2]:221)
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا
وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang
taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari 5090, Muslim 1466)
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ
وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ.
“Jika datang
kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka
bumi” ( HR. Tirmdzi 1085, Dihasankan syaikh al-Abani di dalam al-Irwa’1868).
3. Bila salah
satu tertinggal agamanya hendaknya belajar.
Kewajiban menuntut ilmu tidak
dibatasi dengan umur, hendaknya berusaha segera mengejar ketinggalannya. Allah
ta’ala memuji orang-orang yang beriman dan berilmu:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang orang yang di beri ilmu dengan beberapa derajat.” ( QS Al-Mujadilah[58]:11)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dishahih oleh
Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah 224)
Pengetahuan agama inilah nantinya
yang akan megendalikan bahtera rumah tangganya dan menjadikan dasar pijakan di
dalam mengarung kehidupan.
Dengan demikian suami istri akan menjadi
pasangan ideal berbicara berdasarkan ilmu, diam berdasarkan ilmu, memerintah
berdasarkan ilmu, melarang berdasarkan ilmu setiap tindakan didasari ilmu.
4. Menutup masa
silam.
Banyak pasutri ketika mereka sudah
menikah tidak menyadari hal ini, padahal dirinya tidak lagi lajang, hendaknya
menutup masa lalu.
Bukalah lembaran baru dan lupakan
kenangan lama, jangan sampai kebahagiaannya rusak dengan masa silam yang kelam.
Tutuplah kekurangan di masa silam
dengan kebaikan niscaya akan menghapuskan hal itu. Allah ta’ala
berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ
السَّيِّئَاتِ..
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (QS. Hud
[11]:114).
Dari
Abu Dzar ia berkata
Rasululullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا
كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ
بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi 1987 di hasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Misykah 5083).
5. Mengetahui hak dan kewajiban masing-masing
أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى
نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.” (HR Tirmidzi 1163, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Ibni Majah 1851)
Haq seorang istri.
1) Mempergauli dengan cara
yang baik.
Berbuat baik kepada istri, baik dengan ucapan, maupun perbuatan,
Lembut bukan berarti lemah, tegas bukan berarti keras, hendaknya bersikap
bijaksana.
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ.
“Dan
bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS An Nisaa’[4]:19).
Jangan
sampai seorang suami bersikap keras, kasar, kaku kepada istrinya, dimana
seorang istri merupakan teman setia, membantu keperluannya, melahirkan
anak-anaknya, mendidik mereka, bekerja siang malam untuk kita, berapakah
seandainya kita menggaji seorang pembantu.
Oleh
karena itu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
خُلُقًا.
“Orang mukminin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya.” (HR Thirmidzi 1162 Ibnu Majah 1987 dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 284).
2) Mendidiknya.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim[66]:6).
Ali ibnu Abi Thalib berkata, “Ajarilah keluargamu adab-adab.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. At-Tahrim[65]:6).
3) Memberinya makan, pakaian
dan tempat.
Allah ta’ala berfirman:
أَسْكِنُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ.
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu..” (QS. At-Thalaq[65]:6).
Rasulullah ketika di tanya tentang hak seorang istri Beliau
menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا
طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ
تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.
“Engkau
memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau
berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta
janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” (HR. Abu Dawud 2142, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam As-Shahihah 687).
4) Memberikan belanja untuk
berhias dan berdandan.
Hendaknya
suami juga memberikan belanja untuk keperluan berhias dan berdandan dirumah
bagi istrinya, agar dirinya (suami) merasa senang ketika memandang istrinya.
Hal ini termasuk
keumuman firman Allah ta’ala di atas.
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ.
“Dan
bergaulah dengan mereka secara patut.” (QS An Nisaa’[4]:19).
Sudah semenjak dahulu
sebelum islam wanita itu berhias dan berdandan, hanya saja Islam memerintahkan hal itu dilakukan dirumah.
Banyak suami yang menghendaki istrinya tampil cantik, glowing namun mereka enggan mengeluarkan uang.
5) Menjaga kebersihan dan kebugarannya.
Suami hendaknya
menjaga kebersihan dirinya, hal itu semata-mata agar istrinya bergairah
kepadanya.
Nabi
orang yang sangat memperhatikan kebersihannya, dari
Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata, Aku bertanya pada
Aisyah
بِأَىِّ
شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ
قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.
“Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan
ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak” (HR. Muslim 253).
Ibnu Abbas berkata: “Sesungghnya aku senang berhias untuk istri sebagaimana aku
suka ia berhias untukku.” Kemudian beliau membacakan firman Allah ta’ala
berikut ini.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang sepatutnya.” (Tafsir ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah [2]:228)
6) Mengajak bermain, bercanda dan
menggaulinya.
Banyak suami yang merasa cuek, masa bodoh
terhadap masalah ini, padahal hal ini merupakan perekat hubungan suami istri, Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam dekat dengan istri-istri beliau.
Rasulullah biasa bercengkrama sesaat sebelum tidur, mandi
bersama, membangunkan istrinya untuk shalat, tidur di pangkuan istrinya,
mencium istrinya ketika hendak shalat, kadang berlomba lari bersama istrinya.
Semua ini akan mejadikan hubungan pasutri harmonis, bayangkan jika
suami istri jauh tanpa komunikasi, keluar masuk selalu diam, makan minum tidur
semua masing-masing tentu akan menjenuhkan di dalam hidupnya.
jika
salah satu pasangan mengabaikan, hal ini dapat menimbulkan masalah besar dalam
rumah tangga, Rasulullah biasa mencandai istrinya, mengajaknya bermain dan
mengumpulinya.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَفِي
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ.
“Hubungan
salah satu diantara kalian juga shadaqqah.” (HR. Muslim 1006, Ahmad).
7) Menasehati apabila keliru.
Istri kita mereka adalah manusia, bukan malaikat yang tak pernah
salah, meskipun sudah dididik, namun pasti masih punya kekurangan, hendaknya
kita menasehati dengan baik.
Allah ta’ala berfirman:
وَاللَّاتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا.
“Perempuan-perempuan
yang kamu khawatirkan akan nusyuz(tidak lagi taat), hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau
perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.” (QS.
An-Nisa[4]:34).
Nuzuz yakni wanita-wanita yang membangkang terhadap
suaminya.
Ibnu Abbas, berkata: “Hendaknya suami menasihatinya
sampai istri kembali taat. Tetapi jika si istri tetap membangkang, hendaklah si
suami berpisah dengannya dalam tempat tidur, jangan pula berbicara. (Tafsir
Ibnu Katsir[4]:34).
Dari ‘Atha, dia berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apa
maksud pemukulan yang tidak menyakitkan?”
مَا
الضَّرْبُ غَيْرُ الْمُبَرِّحِ؟ قَالَ: السِّوَاكُ وَشِبْهُهُ، يَضْرِبُهَا بِهِ.
Dia menjawab, ‘Memukul dengan siwak atau yang serupa dengannya.’” (Tafsir At-Thabari QS. An-Nisa[4]:34).
Teladan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah memukul istri-istrinya, pembantu, dan budaknya, baik laki-laki maupun perempuan.
Umul mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
مَا
ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ،
وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah
memukul dengan tangannya, tidak pernah memukul istri, dan tidak pernah memukul
pembantu, kecuali ketika berjihad fii sabilillah.” (HR. Muslim 2328).
Rasulullah salallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْتَوْصُوْا
بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ …
“Berwasiatlah kalian
dengan kebaikan kepada para wanita (para istri), karena wanita itu diciptakan
dari tulang rusuk…” (HR. Al-Bukhari 3331,
Muslim1468).
8) Menyambung persaudaraan keluarga istri.
Hendaknya
suami menyambung persaudaraan keluarga iistrinya.
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ
وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
”Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezkinya dan
dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahim.” (HR. Bukhari 5986, Muslim 2557).
9) Berbuat adil
terhadap istrinya.
Hendaknya suami bersikap adil terhadap pasangannya, baik
terhadap dirisendiri maupun keluarganya.
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى
الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan
kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]:90).
10)
Mengajak bermusyawarah.
Hendaknya
suami mengajak bermusyawarah istrinya, terlebih dalam perkara-perkara besar,
hal ini untuk menghindari kegagalan dalam sebuah rencana yang dapat menimbulkan
kerugian sehingga rumah tangga bisa retak dan goyah.
Allah ta’ala
berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِيْنَ.
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”
(QS. Al-Imran[3]: 159).
Rasulullah biasa
bermusyawarah dengan istrinya, sebagaimana di dalam kisah perjanjian damai
Hudaibiyyah.
Hendaknya suami tidak
otoriter(merasa kuasa dan menang sendiri) karena hal ini akan menjadikan istri
tidak dianggap sehingga rumah tangga bisa rapuh.
Hak suami
1) Menjadikan suami sebagai pemimpinnya.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا
أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’[4]: 34)
Suami memiliki kedudukan yang besar, hendaknya seorang istri menyadari hal itu, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا
أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi 1159, Ibnu Hibban 1291, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Irwaa’ ul ghaliil 1998)
2) Hendaknya istri menjaga
kebersihan dan bersolek untuk suami.
Di antara perkara yang memprihatinkan adalah banyak
dari istri yang tidaklah mau berdandan dan berhias, kecuali karena hendak
keluar rumah, tentu ini terbalik, seorang istri hendaknya berdandan
untuk suaminya bukan yang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
wanita seperti apa yang baik, Beliau menjawab:
الَّتِي
تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي
نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ.
“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika
suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan
hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i 3231, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ
بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ.
“Sesungguhnya
jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan
kelembutan kepada mereka.” (HR
Ahmad 2669, Baihaqi di dalam Su’abul iman 6140, dishahikan oleh al-Albani dalam
As-Shahihah 523).
Seorang istri hendaknya menyenangkan dengan tutur katanya,
penampilannya, dan perbuatannya yang sopan santun.
3) Mentaati suami di dalam
kebaikan.
Dalam hal
ini termasuk apabila suami mengajak ketempat pembaringannya, apa bila tidak ada
udzur maka istri dilarang keras menolak.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ
امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ
حَتَّى تُصْبِحَ.
“Jika
seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan memenuhinya,
maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari 5193, Muslim 1436)
ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ
صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ
كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ
مُتَصَارِمَانِ.
“Ada tiga
kelompok yang shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya
(tidak diterima oleh Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu
membencinya, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan
dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah 971 dan dihasankan oleh Syaikh
al-Albani dalam Misyakatul Mashabih 1128, dengan lafad yang shahih, “saudara
yang saling mendiamkan dengan seorang budak yang lari dari tuannya).
4) Hendaknya istri menjaga dari berbagai fitnah.
Hendaknya
istri menjaga dari berbagai macam fitnah seperti yang terjadi dewasa ini, baik
yang muncul dari Internit, televise, maupun tetangga.
Allah ta’ala
berfirman:
فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا
حَفِظَ اللّٰهُ.
“Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang
taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah
telah menjaga (mereka).” (QS. An-Nisa[4]:34).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ
الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ
بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ.
“Apabila
seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya
ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661, Hibban 1296 Tabrani mu’jam
al-Ausath 4596, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 660).
5) Hendaknya istri menyambung
silaturahmi dengan keluarga suami.
Janganlah
seorang istri hanya bersemangat mengunjungi saudara dari pihak keluarganya
saja, akan tetapi juga bersemangat mengunjungi keluarga suaminya, melarang
suaminya memutuskan silaturhmi dengan kerabatnya.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لَيْسَ الْوَاصِلُ
بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.
"Silaturahmi
bukanlah yang saling membalas kebaikan, akan tetapi seseorang yang berusaha
menyambung hubungan persaudaraannya meskipun diputus hubungan persaudaraan
dengan dirinya.” (HR. Bukhari 5991,
Abu Daud 1697, Tirmidzi 1908)
6) Hendaknya istri qana’ah (puas dengan karunia Allah).
Salah satu
kunci kebahagiaan rumah tangga yaitu seorang istri merasa cukup dengan
pemberian suaminya, tidak membanding-bandingkan dengan yang lain, apalagi
berkata yang menyakitkan kepada suami.
Allah ta’ala
berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.
“Maka ingatlah
kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu ingkar kepada-Ku.” (QS.
Al-Baqarah[2]:152).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ
الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ.
“Barang
siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri
sesuatu yang banyak.” (HR.
Ahmad 18449, Baihaqi Syu’abul iman 8698, Di hasankan Syaikh al-Albani dalam
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 667).
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ
هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ
أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).
7) Tidak kufur terhadap
kebaikan suami.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا
أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ
قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ
إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ
مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.
“Diperlihatkan
kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang
ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada
Allah ? Nabi bersabda: “Mereka ingkar kepada suaminya dan ingkar kepada
kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang mereka
(istri-istrimu) selama satu tahun, kemuadia wanita tersebut melihat satu
kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat engkau berbuat
baik sedikitpun” (HR.
Bukhari 1052, Muslim 907).
8) Bersabar terhadap akhlaq
buruk suami dan mendoakan kebaikan.
Rasulullah
sallallahu ‘alai wa sallam besabda:
أَلَاْ أُخبِرُكُم بِنِسَائِكُم فِي
الجَنَّةِ ؟
كُلُّ وَدُودٍ وَلُودٍ ، إِذَا
غَضِبَت أَو أُسِيءَ إِلَيهَا أَو غَضِبَ زَوجُهَا، قَالَت : هَذِه يَدِي فِي
يَدِكَ ، لَاْ أَكْتَحِلُ بِغُمضٍ َحتَّى تَرضَى.
Maukah ku beritahu
wanita di antara kalian yang menjadi penghuni surga? Yaitu setiap wanita yang
penuh kasih (kepada suaminya), banyak keturunannya, apa bila dia marah, atau
suaminya berbuat buruk kepadanya, atau apabila suaminya marah kepadanya, dia
mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya
berkata, ‘Demi Allah, aku tidak dapat tidur sebelum engkau rida’.” (HR. Tabrani 1743, dishahihkan Syaikh
al-Albani 3380).
9) Tidak meminta cerai kepada
suami tanpa alasan.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras bagi wanita meminta cerai
kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ
عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ.
“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa
kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud 2226, Tirmidzi 1187 dan dihahihkan
al-Albani di dalam al-Misykah 3279).
10)
Meminta ijin apa bila keluar rumah kecuali apa yang biasa
diketahui suami.
Asalnya seorang istri
tinggal di rumah suami, oleh karena hendaknya ijin apabila keuar rumah apa yang
tidak biasa dilakukan.
Allah ta’ala
berfirman:
وَقَرْنَ فِي
بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى.
Tetaplah tinggal di rumah kalian, dan jangan melakukan tabarruj
seperti tabarruj jahiliyah yang dulu. (QS. al-Ahzab [33]: 33).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ
نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ.
Apabila istri kalian meminta izin kepada kalian untuk berangkat ke
masjid malam hari, maka izinkanlah… (HR. Ahmad 5211, Bukhari 865, dan Muslim 1019)
Ketika Aisyah sakit beliau minta izin kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
أَتَأْذَنُ لِى أَنْ
آتِىَ أَبَوَىَّ
“Apakah anda mengizinkan aku untuk datang ke rumah bapakku?” (HR. Bukhari 4141, Muslim 7169).
Nasehat suami istri
1) Menjadikan akhirat sebagai
tujuan bahtera rumah tangganya.
Hendaknya pasutri menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, bila
hal ini bisa mewujudkan hatinya akan tentram, tak lagi menghiraukan perkataan
orang, bila sudah berada pada jalur yang benar.
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ.
“Katakanlah:
sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (QS.
Al An’am[6]:162).
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda,
مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ
فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما
كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في
قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.
“Barang
siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan
urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia
kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat
sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di
dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai
sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu
Majah 4105 dan di shahihkan syaikh al-Albani).
2) Selalu mensyukuri nikmat
yang ada.
Allah ta’ala
berfrman:
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ
لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan
menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim[14]:7).
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ
كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
“Tidaklah
kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan
kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari 6446, Muslim 1051).
3) Bersabar kepada Allah.
Tak ada satu keluargapun pasti semua akan mendapatkan ujian, kadang
angin yang datang menerpa prahu rumah tangga sepoi-sepoi, tapi terkadang datang
ombak besar di sertai dengan badai.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
.
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqara[2]:153).
4) Bertawakal kepada Allah subhanahu
wa ta’ala.
Jika kita telah berusaha semaksimal mungkin, ternyata usaha kita
tak seperti yang kita harapkan hendaknya kita serahkan kepada Allah ta’ala,
mendekat kepada Allah.
Allah ta’ala
berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan
barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya.” (QS. Ath
Thalaq[65]:3).
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.
“Barang
siapa bertaqwa kepada Allah, Allah akan mudahkan perkaranya.” (QS. At-Thalaq[65]:4).
5) Keberhasilan yang
sesungguhnya adalah membawa keluarga masuk Syurga.
Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ
النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.
“Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.” (QS Al
Imran[3]:185).
Demikianlah
semoga kita semua dikumpulkan bersama orang tua kita, anak istri kita di surge kelak
aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
Demikianlah semoga bermanfaat.
Sragen 14-07-2023
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar