Senin, 10 Juli 2023

ANAK SHALIH HARAPAN ORANG TUA


Setiap orang tua pasti mengharapkan anaknya menjadi anak yang shalih dan shalihah, karena anak yang shalih dan shalihah merupakan aset yang tak bisa dibandingkan dengan materi, oleh karena itu banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah bagaimana keutamaan memiliki anak yang shalih, sampai-sampai para nabi dan Rasul mereka meminta kepada Allah ta’ala, di antara keutamaan tersebut yaitu:

1.   Anak shalih akan menjadi penyejuk hati.

Allah ta'ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan[25] : 74).

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: يَعْنُونَ مَنْ يَعْمَلُ بِالطَّاعَةِ، فتقرُّ بِهِ أَعْيُنُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.

Berkata Ibnu Abbas, “ Yakni mereka beramal ketaatan sehingga mereka menjadi penyejuk mata di dunia dan akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Furqan[25]:74).

2.   Anak shalih menjadikan pahala tetap mengalir bagi orang tuanya.

هَلْ جَزَاۤءُ الْاِحْسَانِ اِلَّا الْاِحْسَانُۚ

" Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)." (QS. Ar-Rahman[55]:60.

   Berkata Ibnu Katsir, "Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula) diakhiratnya." (QS. Ar-Rahman [55]:60).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ.

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud 3528, Ibnu Majah 2290, Baihaqi 15743, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah 2137).

Betapa besarnya pahala seseorang apabila mendidik anaknya menjadi anak shalih dan shalihah, kemudian anak-anak tersebut berdakwah dan mengajarkan kebaikan, begitu pula memiliki anak-anak lagi dan demikian seterusnya, inilah aset yang tak bisa dibandingkan dengan harta.

3.   Anak shalih akan menemani di dunia dan kelak di akhirat.

Allah ta’ala berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ.

“(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.” (QS. Ar-Ra‘du[13]: 23)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Allah menghimpunkan mereka bersama kekasih-kekasih mereka di dalam surga, yaitu bapak-bapak mereka, keluarga mereka, dan anak-anak mereka yang layak untuk masuk surga dari kalangan kaum mukmin, agar hati mereka senang. Sehingga dalam hal ini Allah mengangkat derajat orang yang berkedudukan rendah ke tingkat tinggi sebagai anugerah dari-Nya dan kebajikan-Nya, tanpa mengurangi derajat ketinggian seseorang dari kedudukannya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ.

“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga).” (QS. Ath-Thur[52]: 21),

4.   Anak shalih akan meninggikan derajat orang tuanya di surga.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: أَنَّى هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ.

“Sungguh seorang akan ditinggikan derajatnya di surga, maka dia bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.(HR. Ibnu Majah 3660, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1598).

5.   Anak shalih akan memberikan manfaat kepada manusia.

Mereka akan mewarnai manusia dengan kebaikan menghentikan keburukan dan kedzoliman, dan menjadi peantara hidayah bagi manusia.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ.

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Thabrani al-Mu’jam al-Awasath 6/52, Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahihul jami’ 3289, Ash-Shahihah 427).

Setelah kita mengetahui betapa besarnya pahala memiliki anak yang shalih dan salihah kemudian apa yang harus kita lakukan..?

Apakah hal itu akan terjadi begitu saja…?

Dari sinilah hendaknya setiap orang tua memahami dan mengusahakan.

1.   Berdoa kepada kepada Allah dengan penuh kesabaran.

Orang tua memiliki doa yang mustajab hendaknya tidak menyia-nyiakan agar memohon kepada Allah ta’ala, janganlah seseorang meninggalkan dua perkara yaitu berusaha dan berdoa.

Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam memohon kepada Allah agar di beri anak yang Shalih, beliau terus memohon kepada Allah ta’ala hingga umur 86 tahun baru Allah karuniai anak kepada beliau. (Qashasul Anbiya, kisah nabi Ibrahhim).

Allah ta’ala berfirman:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ . فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ.

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh. Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).” (QS. Ash-Shafat[37]: 100-101).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِه.

Ada tiga doa yang mustajab tanpa diragukan lagi: doa orang yang terzalimi doa orang yang sedang safar doa orang tua kepada anaknya” (HR. Ahmad 7510, Tirmidzi 1905, Abu Daud 1536, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash- Shahihah 596).

Banyak orang tua yang tidak memahami permasalahan ini, dimana seharusnya mereka banyak-banyak mendoakan anaknya dengan kebaikan namu tidak mau mendoakan, yang lebih menyedihkan, apabila anak tak sesuai yang diharapkan justru didoakan keburukan.

2.   Mengajarkan perkara yang paling penting baru yang penting.

Para nabi dan para rasul mereka menanamkan keyakinan yang benar kepada anak-anak mereka terlebih dahulu sebelum yang lainnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” ( QS. Lukman[31]:13).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga menekankan hal ini, kepada anak paman beliau yaitu Ibnu Abbas.

يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ.

“Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untaian kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 2516, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Tirmidzi 2043).

Setelah mengajarkan keimanan kepada anak, hendaknya diajarkan Al-Qur’an, tata cara wudhu’, ibadah shalat, puasa, bagaimana beradab yang baik, berakhlak yang baik, dan bermuamalah secara umum yang baik.

Dari sahabat Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ. فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ القُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْآنَ؛ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا.

“Dahulu, kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang pada saat itu kami merupakan sosok pemuda-pemuda yang mendekati usia balig Kami belajar iman sebelum mempelajari Al-Qur`an. Kemudian kami mempelajari Al-Qur`an, maka dengan begitu bertambahlah keimanan kami.” (HR. Ibnu Majah 61, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih wa dha’if Sunan Ibnu Majah 61).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati anak kecil ketika makan, sahabat Umar bin Abi Salamah radhiallahu’anhuma  menceritakan:

كُنْتُ غُلاَمًا فِي حِجْرِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَال لِي رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ، وَكُل بِيَمِينِكَ، وَكُل مِمَّا يَلِيكَ.

Sewaktu aku masih kecil, saat berada dalam asuhan Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam, pernah suatu ketika tanganku ke sana ke mari (saat mengambil makanan) di nampan. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: “wahai bocah, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu”. (HR. Bukhari 5376, Muslim 2022 ibnu Majah 3267).

3.   Memberi teladan yang baik kepada anak.

Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, termasuk anak kita, kemudian orang didekatnyalah yang akan mempengaruhi anak tersebut, baik orang tua, teman, guru, maupun lingkungan dimana anak tersebut tumbuh.

Rasululah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fitrah, maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia Yahudi, atau menjadikan dia Nasrani, atau menjadikan dia Majusi.” (HR. Bukhari 1358 dan Muslim 2658).

Orang tua merupakan salah satu figure yang memiliki pengaruh besar terhadap anaknya, oleh karena itu hendaknya selalu menjaga agamanya, akhlaqnya, dan semua bentuk ucapannya, karena semua itu akan diperhatikan dan ditiru oleh anaknya.

Orang tua juga harus menjaga janjinya, berkata benar, memiliki sopan santun dan beradab dengan apa yang diajarkan islam, sebaliknya orang tua wajib menjahui ucapan-ucapan kotor, bersikap keras, kaku, kasar dan perbuatan buruk lainnya.

Lihatlah bagaimana ucapan nabi Ibrahim tatkala di perintahkan kepada beliau untuk menyembelih anaknya, beliau berkata-kata dengan penuh kasih sayang, namun disisi lain tetap tegar di dalam menjalankan perintah Allah, sebagaimana firman Allah ta’ala :

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى.

(Ibrahim) berkata: "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.?" (QS.As Shafat[37]: 102).

Ketika nabi Ibrahim mengajarkan aqidah yang benar, berkata yang baik, benar, kehidupannya dipenuhi dengan ketaatan dan ketaqwaan maka hasilnya luar biasa, sebagaimana firman Allah ta’ala:

قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ.

Dia (Isma’il) menjawab: "Wahai ayahku, Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (QS.As Shafat[37]: 102).

Demikianlah hasil dari meneladani orang tuanya dengan keimanan yang kuat terhadap Allah ta’ala, dan berbaktinya kepada rang tua.

4.   Bersabar ketika menghadapi anak.

Orang tua hendaknya bersabar untuk menanamkan kebaikan kepada anak, hingga anak benar-benar memahami dengan baik dan mengamalkannya.

Allah ta’ala berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mengerjakan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.“ (QS. Thaha [20]: 132)

Dahulu umar ibnul Khatab biasa bangun malam dan membangunkan keluarganya seraya membacakan ayat di atas. (40 Nasehat memperbaiki rumah tangga, syaikh Dr. Muhammad bin Shalih al-Munajid).

 

Orang tua bersabar terhadap anaknya:

1)   Sabar di dalam mendidik kebaikan.

2)   Sabar di dalam memberi jawaban dan menjelaskan.

3)   Sabar menemani dan menjadi teman yang baik.

4)   Sabar menjadi pendengar yang baik.

5)   Sabar ketika anak marah dan berbuat menyakitkan, semua itu dilakukan agar anak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, demikian pula agar anak tidak jauh dengan orang tuannya.

hendaknya orang tua terus-menerus membimbingnya dengan penuh kasih sayang, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا؛ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا.

“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Ahmad 6733, Tirmidzi 1919 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2196).

 

5.   Mencukupi kebutuhan dan fasilitas yang diperlukan.

 

Hendaknya orang tua memberi apa yang dibutuhkan oleh anak, baik itu tempat tinggal nyaman, makan dari yang halal, pakaian dan sarana yang dibutuhkan lainnya, hendaknya orang tua memahami bahwa anak merupakan tanggung jawab orang tua, karena anak merupakan bagian dari darah dagingnya, berbuat baik kepada anak tak ubahnya berbuat baik untuk diri sendiri, sebagaimana di atas disebutkan pahala anak akan tetap mengalir kepada orang tua, baik masih hidup maupun sudah meninggal.

Allah ta’ala berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ.

Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra[17]:7).

Sebagai orang tua hendaknya menyadari hal ini, tidak mengeluhkan apalagi lepas tanggung jawab, sudah semestinya orang yang akan memanen diawali dengan bersusah payah menanam, terlebih kenikmatan yang akan didapat (In syaa Allah) adalah surga yang abadi.

Anak yang sedang belajar kondisinya juga sedang berjuang, seandainya mereka terganggu baik kasih sayangnya, tempat tinggalnya atau kebutuhannya, seperti buku dan alat tulis tunggakan, mereka bisa stres, futur(hilang semangat belajar) dan putus asa, dari sinilah banyak sekali anak yang berhenti sekolah.

Sebagai orang tua hendaknya yakin apa yang kita berikan itu merupakan infaq yang paling baik, dan akan Allah balasi dengan yang lebih baik.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ.

“Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Ahmad 10119, Muslim 995 dengan lafad Muslim).

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

“Setiap datang waktu pagi, ada dua malaikat yang turun dan keduanya berdoa. Malaikat pertama memohon kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang memberi nafkah’, sementara malaikat satunya berdoa, ‘Ya Allah, berikan kehancuran bagi orang yang pelit.” (HR. Bukhari 1442 Muslim 1010).

Imam Syafi’i rahimahullah menjelaskan diantara yang harus dimiliki penuntut ilmu, beliau berkata:

أَخي لَن تَنالَ العِلمَ إِلّا بِسِتَّةٍ  سَأُنبيكَ عَن تَفصيلِها بِبَيانِ  .ذَكاءٌ. وَحِرصٌ. وَاِجتِهادٌ. َبُلغَةٌ.وَصحبَةُ أُستاذٍ وَطولُ زَمانِ.

“Saudaraku, tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya yaitu: kecerdasan, semangat, sungguh-sungguh, berkecukupan, bersahabat (belajar) dengan ustadz (guru), dan membutuhkan waktu yang lama.” (Diwan As-Syafi’i).

6.   Menjauhkan perkara yang bisa membahayakan.

Orang tua hendaknya menjauhkan apa saja yang dapat membahayakan badan maupun agama anaknya, seperti bahayanya acara televisi dimana di dalamnya berbagai macam acara yang merusak aqidah maupun akhlaq, begitupula  penggunaan hp, motor, mobil yang belum saatnya, bermain petasan, game semua ini bisa membahayakan agama dan badanya, menjadikan malas untuk beribadah dan belajar.

Allah ta’ala berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا.

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam[19]:59).

Selain hal itu membahayakan diri sendiri juga dapat membahayakan orang lain, setiap perkara yang bisa membahayakan anak dan orang lain dilarang oleh islam.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ahmad 2865, Ibnu Majah 2340, Thabrani al-Mu’jam al-Aushath 1033, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 7517).

Seorang ayah tidak boleh membiarkan anaknya dalam bahaya.

7.   Mencarikan teman yang baik dan menjauhkan teman yang buruk.

Besarnya fitnah di jaman kita ini mengharuskan seorang ayah memperhatikan teman-temannya, sungguh miris ketika mendengar kabar ratusan siswi hamil di luar nikah, atau puluhan anak meninggal disebabkan minum oplosan, bahkan sebagiannya kecanduan narkoba.

Disinilah peran orang tua dibutuhkan, jangan merasa aman dari fitnah tersebut, hendaknya memilihkan dan memperhatikan teman anaknya.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah[9]:119)

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.

“Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat.” (HR. Abu Dawud, 4833;Tirmidzi, 2378. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 3545).

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ.

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi.” (HR. Bukhari 5534,  Muslim 2628).

Ibrahim al-Khawwash rahimahullah berkata:

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ.

“Penawar hati itu ada lima : membaca al-Qur’an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa-pen), qiyamul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih”. (Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi, hal. 107; Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth)

8.   Memilihkan guru yang baik.

Guru yang baik merupakan salah satu pondasi untuk membangun karakter seorang anak, dari guru yang baik anak kita akan meneladaninya.

Adapun karakter guru yang baik yaitu:

1)   Ikhlas semata-mata karena Allah di dalam mendidik muridnya.

2)   Jujur, jujur merupakan mahkota seorang guru.

3)   Selaras antara ucapan dan perbuatannya.

4)   Bersikap adil terhadap sesama muridnya.

5)   Berhias dengan ahklaq mulia dan terpuji.

6)   Tawadhu’ tidak menyombongkan dirinya.

7)   Pembrani, untuk mengatakan kebenaran dan menerima kritikan.

8)   Pandai bercanda tanpa berlebihan terhadap anak didiknya.

9)   Sabar dan mampu menahan emosi.

10)         Menghindari perkataan yang keji dan tidak pantas. ( Al-Mu’allim al-Awwal, (Qudwah li kulli mu’alim wal mu’allimah)).

Demikian ini kriteria yang hendknya dimiliki seorang guru, meskipun demikian kita tidak boleh memiliki pandangan bahwa guru itu tidak boleh salah, mereka adalah manusia terkadang salah, kewajiban orang tua tetap membimbing dan memperhatiakan anaknya tidak serta merta semua diserahkan gurunya.

9.   Anak merupakan amanah yang harus ditunaikan sebaik-baiknya.

Anak kita merupakan amanah yang  kelak di akhirat akan dimintai tanggung jawab.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...” (QS. At-Tahrim[66]:6)

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ.

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan.” (QS Al Anfal[8]:28).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ.

Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. (HR. Bukhari 2554, Muslim 1829).

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ.

“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (HR Ahmad 6828, Abu Daud 1692 An-Nasa’i 1072 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 1485).

Sungguh merupakan dosa besar apabila orang tua menyia-nyiakan anak-anaknya.

10.     Keberhasilan membutuhkan kesungguhan.

Bila orang tua bersungguh-sungguh dalam mendidik anaknya, Allah akan mudahkan bagi orang tersebut.

Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا.

"Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." ( QS. Al-Ankabut[29]:69).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ.

"Beramallah kalian, karena masing-masing akan dimudahkan menggapai apa yang diciptakan untuknya, barang siapa yang termasuk ahli surga, pasti Allah mudahkan melakukan amalan penghuni surga, dan barang siapa yang termasuk penghuni neraka, pasti Allah mudahkan melakukan amalan penghuni neraka."  ( HR. Bukhari 4949, Muslim 2647).

Demikianlah barang siapa bersungguh-sungguh pasti Allah akan beri kemudahan, semoga Allah ta’ala memberi kemudahan kepada kita di dalam mengemban amanah ini, sehingga kita semua bisa berkumpul di surga nanti bersama orang tua kita, anak istri kita, dan cucu-cucu kita  Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

 

 

Sragen 10-07-2023.

Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAKEKAT DUNIA

  HAKEKAT DUNIA   Dunia hanyalah salah satu lintasan manusia, yang di dalamnya manusia diuji dengan berbagai perintah dan larangan, Alla...