Selasa, 28 Oktober 2025

BAB 4 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 10 HUKUM BERNADZAR.

 


BAB 4

MACAM-MACAM SYIRIK BESAR.

SOAL: 10

HUKUM BERNADZAR.

 

١٠ - هَلْ يَحُوْزُ النَّذَرُ لِغَيْرِ اللَّهِ .

Soal 10: Apakah boleh kita bernadzar untuk selain Allah.

ج ١٠ - لا يَجُوزُ النَّذَرُ إِلَّا الله .

Jawab: Kita tidak boleh bernadzar untuk selain Allah.

لِقَوْلِهِ تَعَالَى:

Allah ta’ala telah berfirman:

 { رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَوَّرًا } سورة آل عمران : ٣٥

“(Ingatlah) ketika istri Imran) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menad zarkan kepada-Mu apa yang ada di dalam kandunganku murni untuk-Mu (berkhidmat di Baitulmaqdis).” (QS. Ali-Imran[3]:35).

وَقَوْلُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهِ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ) رواه البخاري

"Barangsiapa bernadzar dalam hal ketaatan kepada Allah, maka tunaikanlah; dan barangsiapa yang bernadzar dalam hal maksiat kepada Allah, maka janganlah ia melaksanakannya (mendurhakai Allah)." (Hadits riwayat Bukhari)

 

-----000-----

 

Penjelasan:

Nadzar merupakan syariatkan Islam yang ditunjukkan oleh al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma'.

Nadzar sering dilakukan oleh manusia oleh karena itu wajib mengetahui hukumnya.

1.   Pengertian nadzar.

·   Secara bahasa (lughah), kata nadzar (نذر) berarti “berjanji” atau “menetapkan sesuatu atas diri sendiri,” bisa dalam hal baik atau buruk.

·   Secara syar‘i (hukum Islam), nadzar adalah “komitmen seseorang untuk melakukan ibadah tertentu yang sebelumnya tidak wajib,”  (Syarh az Zurqani ala Muwatta’ Al Imam Malik
Penulis: Muhammad bin Abd Al Baqi bin Yusuf Az Zurqani, seorang ulama asal Mesir dari kalangan Al Azhar)

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan juga menjelaskan:

An-Nadzru mashdar dari نَذَرَ - يَنْدُرُ yaitu mewajibkan bagi dirinya sesuatu yang tadinya tidak diwajibkan syari'at atasnya dalam rangka mengagungkan yang diberikan nadzar. Asal makna dalam bahasa ialah mewajibkan. (Syarah Kitab at-Tauhid bab 12, Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan).

2.   Dalil-dalil disyari’atkannya nadzar.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ نَّفَقَةٍ اَوْ نَذَرْتُمْ مِّنْ نَّذْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُهٗ .

”Infak apa pun yang kamu berikan atau nazar apa pun yang kamu janjikan sesungguhnya Allah mengetahuinya. Bagi orang-orang zalim tidak ada satu pun penolong (dari azab Allah). (QS. Al-Baqarah[2]:270).

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا.

“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan[76]:7).

ثُمَّ يَجِىءُ قَوْمٌ يَنْذُرُونَ وَلاَ يَفُونَ.

Kemudian datanglah suatu kaum yang bernazar lalu mereka tidak menunaikannya, …. ” (HR. Bukhari 6695, Muslim 214).

3.   Hukum nadzar.

Hukum nadzar pada asalnya Adalah makruh. (fikih muyassar).

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam bersabda:

إِنَّهُ لَا يَرُدُّ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الشَّحِيْحِ.

"Sesungguhnya nadzar itu tidak menolak apa pun, ia hanya dikeluarkan dari orang yang kikir. (HR. Bukhari 6608, Muslim 1639).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَنْهَانَا عَنِ النَّذْرِ وَيَقُولُ: إِنَّهُ لَا يَرُدُّ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الشَّحِيحِ.

“suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk bernazar, beliau bersabda: ‘Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit).” (HR. Bukhari 6608, Muslim 1639).

Dari Abdullah bin Umar radhaiyallahu ‘anhuma, berkata:

لَا تَنْذِرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لَا يُغْنِي مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ.

“Janganlah kalian bernazar, karena nazar tidak bisa mengubah takdir sedikit pun. Nazar hanya dikeluarkan dari orang yang kikir.”
(HR. Muslim 1640, Tirmidzi 1538, Ahmad 9340).

4.   Syarat-syarat orang yang bernadzar.

Syarat-syarat Nadzar:

1)   Nadzar tidak sah kecuali dari orang dewasa.

2)   Berakal.

3)   Dengan sukarela.

Tidak sah nadzar:

1)   Dari anak-anak.

2)   Orang gila dan orang lemah akal.

3)   Orang dipaksa.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

رُفِعَ القلم عن ثلاثةٍ: عن النَّائم حتى يستيقظَ وعن الصَّبىِّ حتى يَحتَلِمَ وعن المجنونِ حتى يَعقِلَ

“Pena cacatan amal diangkat dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” (HR. Abu Dawud 4403, Ibnu Hibban 143, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 298).

Dan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي عَنِ الْخَطَأِ وَالنِّسْيَانِ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.

"Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku dari (kesalahan yang terjadi karena) keliru, lupa, dan karena dipaksa.” (HR. Thabrani 1090, Ibnu 2043, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 6284).

5.   Macam-macam nadzar.

1)   Nadzar mutlak (nadzar yang sifatnya tanpa mengikat)

2)   Nadzar mu’alaq (terikat)

Contoh Nadzar mutlak (tanpa terikat) seperti seseorang berkata tiba-tiba mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan.

Contoh nadzar mu’alaq (terikat) seperti seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan bilamana yang diharapkan terwujud.

6.   Hukum-hukum nadzar.

1)   Nadzar yang benar, yaitu nadzar berupa ibadah atau ketaatan yang ingin dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, nadzar ini terakad dan hukumnya wajib dilakukan. (lihat fikih Muyassar),

2)   Nadzar maksiat. (tidak dibenarkan).

Nadzar yang tidak benar yaitu bernadzar untuk penghuni kubur, para nabi, wali, atau nadzar untuk membunuh, minum khamer, atau maksiat lainnya, maka nadzar seperti ini tidak terakad, pelakunya tidak boleh melakukannya. (lihat Fikih Muyassar).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهِ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ.

"Barangsiapa bernadzar dalam hal ketaatan kepada Allah, maka tunaikanlah; dan barangsiapa yang bernadzar dalam hal maksiat kepada Alloh, maka janganlah ia melaksanakannya (mendurhakai Allah)." (HR. Bukhari 6700, Abu Dawud 3289).

3)   Nadzar yang mubah.

Nadzar yang mubah ada dua pendapat:

a)   Wajib ditunaikan.

Dari Buraidah ia berkata, Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:

إِنِّي كُنْتُ نَذَرْتُ إِنْ رَدَّكَ اللَّهُ سَالِمًا أَنْ أَضْرِبَ عِنْدَكَ بِالدُّفِّ قَالَ: إِنْ كُنْتِ نَذَرْتِ فَاضْرِبِي وَإِلَّا فَلَا.

“Sesungguhnya aku telah bernazar, jika Allah mengembalikan engkau (dari peperangan) dengan selamat, maka aku akan memukul rebana di hadapanmu.” Beliau bersabda: “Jika engkau telah bernazar, maka pukullah (rebana itu); namun jika tidak, maka jangan.” (HR. Tirmidzi 3690, Ahmad 32011, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 2588). (Fikih Muyassar).

b)  Tidak wajib dipenuhi.

Yaitu nadzar melakukan sesuatu yang mubah seperti nadzar memakai baju atau mengendarai kendaraan, dan yang sepertinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih pendapat bahwa tidak ada suatu kewajiban nadzar yang mubah, berdasarkan hadits Ibnu Abbas, dia berkata,

بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوا: أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلاَ يَقْعُدَ وَلاَ يَسْتَظِلَّ وَلاَ يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرْهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ.

"Saat Nabi sedang berkhutbah, tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri, maka Nabi bertanya tentangnya, maka orang-orang menjawab, 'Dia Abu Isra'il, dia bernadzar untuk berdiri di (bawah terik) matahari dan tidak berteduh, tidak berbicara dan berpuasa. Maka beliau bersabda, 'Suruh dia agar berbicara, berteduh, duduk, dan menyempurnakan puasanya.” (HR. Bukhari 6704, Abu Dawud 3300). (lihat Fikih as-Sunnah li An-Nisa, Syaikh Abu Malik Kamal bin as-syyaid Salim).

7.   Nadzar orang yang telah meninggal.

Bila seseorang bernadzar namun belum menunaikan kemudian meninggal hendaklah walinya memenuhi nadzar tersebut.

Dari Ibnu Abbas, bahwa Sa‘d bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meminta fatwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata:

إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ: نَعَمْ.

“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan ia masih mempunyai nadzar yang belum ditunaikan. Apakah aku boleh menunaikannya untuknya?” Beliau bersabda: “Ya.” (HR. Bukhari 2761, Abu Dawud 3307).

8.   Kafarah (denda) orang yang membatalkan nadzar.

Allah ta’ala berfirman:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al-Ma’idah[5] : 89).

Imam Al Baghawi rahimahullah menjelaskan:

كُلُّ مَنْ لَزِمَتْهُ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ فَهُوَ فِيهَا مُخَيَّرٌ إِنْ شَاءَ أَطْعَمَ عَشَرَةً مِنَ الْمَسَاكِينِ, وَإِنْ شَاءَ كَسَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ أَعْتَقَ رَقَبَةً.

Setiap orang yang mendapat kewajiban menunaikan kafarat sumpah(atau nadzar penulis) dia boleh memilih sekehendaknya. Jika dia ingin memilih memberi makan sepuluh orang miskin silahkan, atau memberi mereka pakaian juga silahkan, atau ingin membebaskan bedak. (Tafsir Al Baghawi QS. Al-Ma’idah [5]: 89).

Sahabat Uqbah bin Amir meriwayatkan hadis dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ .

“Tebusan melanggar nazar sama dengan tebusan melanggar sumpah. (HR. Muslim 1645, Abu Dawud 3323).

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 21-10-2025

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 4 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 10 HUKUM BERNADZAR.

  BAB 4 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 10 HUKUM BERNADZAR.   ١٠ - هَلْ يَحُوْزُ النَّذَرُ لِغَيْرِ اللَّهِ . Soal 10: Apakah b...