Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ
يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ.
“Hai orang-orang
yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir...” (QS. Al-Maidah[5]:54).
Allah ta’ala
berfirman:
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ}
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara
kalian yang murtad dari agamanya.” ( QS. Al-Maidah: 54).
Yakni meninggalkan perkara yang hak dan kembali kepada
kebatilan.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan para pemimpin orang-orang Quraisy.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan orang-orang murtad yang baru kelihatan kemurtadannya di masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Maidah[5]:54).
Sekelumit kisah
wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Wafatnya Rasulullah merupakan musibah terbesar
bagi kaum muslimin karena wahyu telah terputus, dan tidak ada musibah yang
lebih besar bagi kaum muslimin selain musibah dengan kematian Rasulullah, sehingga
kaum muslimin berguncang, bahkan
sebagiannya tidak bisa menerima kenyataan ini.
Bahkan sampai-sampai sahabat Umar berkata “ Barang
siapa mengatakan Rasulullah meninggal akan saya bunuh.” Demikian saking
dahsyatnya guncangan yang dirasakan kamum muslimin.
Hingga akhirnya Abu Bakar datang dan menyadarkan
mereka, Abu Bakar radhiyallahu anhu
mulai membuka penutup wajah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan
mencium kening beliau seraya berkata: "Ayah dan ibuku sebagai tebusan,
engkau adalah orang suci baik ketika masih hidup maupun setelah wafat."
menutup wajah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdiri dan naik
ke atas mimbar, lalu menyadarkan orang-orang: "Siapa saja di antara kalian
yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwasanya Muhammad telah meninggal.
Dan, siapa saja di antara kalian yang menyembah Allah, maka ketahuilah
bahwasanya Allah Maha hidup dan tidak akan pernah mati."
Lalu dia membacakan firman Allah Azza wa Jalla:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ
الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ
عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
.
"Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul,
sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh
kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia
tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang
yang bersyukur." (QS Ali Imran[3]: 144).
Kemudian Abu bakar dibai’at untuk dipilih menjadi
khalifah kaum muslimin, terdengar kabar
orang dipinggir jazirah Arab banyak yang murtad.
Maka Abu bakar mulai memerintah dan meneruskan apa yang
pernah di perintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu pasukan
yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk menyerang Ramawi.
Dari sini orang-orang yang murtad mulai berfikir bahwa
kekuatan kaum muslimin masih utuh sehingga mampu untuk mengirim pasukan keluar.
Begitu pula beliau memerangi orang-orang yang tidak
lagi mau membayar zakat, sehingga sahabat Umar
mendatangi beliau seraya berkata, “ apakah engkau akan memerangi
orang-orang yang mengucapkan la ila ha illallahu..” maka Abu Bakar berkata, “Demi
Allah, aku akan memerangi orang-orang yang menahan apa yang dulu diberikan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam meskipun seutas tali.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ
إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ.
“Aku
diperintahkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) untuk memerangi manusia, sampai
mereka bersyahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadarrasulullah, dan mendirikan
shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka melakukan perbuatan itu semua, maka
terpeliharalah dariku harta dan darah mereka kecuali dengan haknya. Dan hisabnya
diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari 25, Muslim 21).
Adapun
riwayat sahabat yang murtad Ubaidullah
bin jahsy yang hijrah ke Habasyah tidak benar.
Riwayat mengenai murtadnya Ubaidullah bin Jahsy, beliau orang
yang turut berhijrah, namun akhirnya murtad dan masuk agama Nasrani ini tidak
benar. (Hal ini dinarasikan oleh Ibnu Sa’ad dalam at-Tabaqat al-Kubra 1/208).
DR. Akram dhiyaul Umariy dalam
kitabnya Sirah
Nabawiyyah ash-Shahihah (1/176) berkata
:
Yang masyhur di
kalangan pakar sejarah bahwa Ubaidillah bin Jahsy masuk Nasrani sebelum
wafatnya (Ibnu Ishaq Kitab as-Siyar wal Maghaaziy (hal. 259) dan al-Waaqidiy,
sebagaimana dalam thabaqah Ibnu Sa’ad (1/208).
Adapun riwayat yang benar apa yang diriwayatkan
Ibnu Hibban berikut ini:
هَاجَرَ
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ جَحْشٍ بِأُمِّ حَبِيبَةَ بِنْتِ أَبِي سُفْيَانَ وَهِيَ
امْرَأَتُهُ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ أَرْضَ الْحَبَشَةِ
مَرِضَ، فَلَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ: أَوْصَى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُمَّ حَبِيبَةَ وَبَعَثَ مَعَهَا النَّجَاشِيُّ شُرَحْبِيلَ بْنَ
حَسَنَةَ.
Ubaidillah bin Jahsy Radhiyallahu
‘anhu berhijrah bersama Ummu Habibah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anha ke
negeri Habasyah, ketika sampai di negeri Habasyah, Ubaidillah Radhiyallahu
‘anhu sakit dan ketika menjelang wafatnya beliau berwasiat kepada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa salaam, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam
menikahi Ummu Habibah dan an-Najasyi mengutus bersamanya Syurahbiil bin Hasanah
(HR. Ibnu Hibban 6027, Abu Dawud 2086, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
Shahih Abu Dawud 1835).
Firman Allah ta’ala:
فَسَوْفَ يَأتِي اللهُ بِقَوْمٍ
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ.
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya”. ( QS. Al-Maidah [5]:
54).
Dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa ketika
ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لَمَّا
نَزَلَتْ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ قَوْمُ
هَذَا".
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah [5]:
54), Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mereka adalah
dari kaum orang ini.” (seraya mengisyaratkan kepada Abu Musa Al-Asy'ari, yakni
dari penduduk Yaman). (HR. Hakim 3220, dalam Mustadraknya, lihat As-Shahihah
Syaikh al-Albani 3368).
Firman Allah ta’ala:
{أَذِلَّةٍ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ}
“Yang bersikap
lemah lembut terhadap orang-orang mukmin yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir. (QS. Al-Maidah[5]: 54).
Demikianlah sifat orang mukmin yang sempurna,
yaitu selalu bersikap rendah diri terhadap saudara dan teman sejawatnya, dan
bersikap keras terhadap musuh dan seterunya.
Dewasa ini
kondisi kaum muslimin memprihatinkan, dimana mereka lemah lembut kepada
musuhnya dan keras terhadap saudaranya muslim.
Faedah ayat
diatas:
1. Ancaman keras
bagi orang yang beriman apabila mereka kembali murtad, hal itu bisa menjadikan
kafir dan menghapus seluruh amal yang telah dilakukan, dan menjadikan kekal di
dalam neraka. (QS. Al-Bayyinah [98]:6).
2. Orang yang murtad sedikitpun
tidak memberikan madharat kepada Allah ta’ala.
3. Orang-orang yang murtad bisa saja
Allah binasakan di dunia ini sebelum nanti akhirat, sebagaimana orang-orang
kafir mereka dahulu Allah binasakan sebab kekafiran mereka.
4. Orang-orang yang murtad akan di
gantikan Allah dengan suatu kaum yang dicintai Allah dan merekapun mencintai Allah.
5. Allah memberikan karunianya
kepada siapa saja yang Allah kehendaki, dan Allah mampu terhadap hal itu.
6. Ayat ini menetapkan sifat
mahabbah (cinta) bagi Allah ta’ala.
-----000-----
AYat ke 23.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ.
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” ( QS.
As-Shaf[61]:4).
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ.
Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff[61]:
4).
Hal ini merupakan pemberitaan dari Allah ta’ala. yang menyatakan kecintaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Apabila mereka berbaris dengan teratur menghadapi musuh-musuh Allah dalam medan pertempuran, mereka berperang di jalan Allah melawan orang-orang yang kafir terhadap Allah agar kalimah Allah-lah yang tertinggi dan agama-Nyalah yang menang lagi berada di atas agama-agama lainnya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur. (QS. Ash-Shaff[61]: 4) Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak sekali-kali berperang melawan musuh melainkan terlebih dahulu
mengatur barisan pasukannya membentuk saf, dan ini merupakan strategi yang
diajarkan oleh Allah ta’ala. kepada orang-orang mukmin. Dan firman Allah
subhanahu wa ta’ala: “Seakan-akan mereka seperti suatu bangunan
yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff[61]: 4).
Yaitu sebagian darinya menempel dengan sebagian lainnya dalam saf
peperangan. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. As-Shaff [61]:4).
Demikian pula para malaikat mereka berombongan dan juga berbaris-baris
dengan rapi.
وَالصَّافَّاتِ
صَفًّا.
“Demi (rombongan)
yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya.” (QS. As-Shafat [37]:1).
Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata, berfirman Allah ta’ala, “Demi
rombongan yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya,” maksudnya, berbaris dalam
mengabdi kepada Rabbnya. Mereka adalah para malaikat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan berbaris
yang rapat di dalam shalat.
Dari Jabir
bin Samurah Radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam keluar kepada kami sambil bersabda:
أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ
عِنْدَ رَبِّهَا؟ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ، وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ
عِنْدَ رَبِّهَا؟ قَالَ: يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِي
الصَّفِّ.
"Tidakkah
kalian berbaris seperti barisan para malaikat di sisi Rabb mereka? ' Para
sahabat bertanya, 'Bagaimanakah cara malaikat berbaris di sisi Rabb mereka? '
Beliau Shallallahu'alaihi wasallam menjawab, 'Mereka menyempurnakan barisan
pertama dahulu, kemudian merapatkan barisan tersebut." (HR. Muslim 430, Abu
Dawud 661, Ahmad 20964).
Faedah ayat diatas:
1. Menetapkan sifat mahabbah bagi
Allah ta’ala.
2.Berbaris yang rapi di dalam
berperang dan teratur akan mendatangkan kecintaan Allah ta’ala.
3. Malaikat juga berbaris dengan
rapi dihadapan Allah ta’ala.
4.Shalat juga agar meluruskan
barisan dengan memenuhi shaf yang depan terlebih dahulu baru setelahnya.
5.Menampakkan sesuatu yang rapi
menjadikan hati tentram sebaliknya sesuatu yang kacau balau dan berantakan
dapat mempengaruhi hati menjadi kacau
pula. Sebagaimana hal ini diakui oleh para pesikoterapis.
-----000-----