Hendaknya seseorang berbakti kepada kedua orang tuannya, di mana orang tua merupakan lantaran keberadaan dirinya, mengandungnya selama 9 bulan, mengasuhnya diwaktu kecil, membesarkannya dengan keringat dan air mata, membiayai kebutuhannya hingga dewasa.
Apabila
seseorang melupakan hal ini tentu merupakan perbuatan yang dzalim dan tidak
adil, oleh karena itu Allah selalu menyandingkan haq-Nya dengan haq orang tua.
Berbakti
kepada kedua orang tua diantaranya dengan cara:
1) Berbuat baik
kepada keduannya.
Allah
ta’ala berfirman:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS. Lukman [31]:14).
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
“Dan hendaklah kamu
beribadah hanya kepada Allah dan janganlah mempersekutukan dengan
sesuatu apapun juga dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapak,”
(QS. An Nisaa’ [4]: 36).
2) Tidak berkata kasar kepada keduannya.
Allah
ta’ala berfirman:
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا.
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al Israa’ [17]: 23)
3) Tidak boleh
mentaatinya di dalam kemaksiatan.
Allah
ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ
عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.
"Dan
jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan-Ku yang tidak ada
pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).
Asbaabun
nuzul ayat ini berkaitan dengan Sa’ad bin Abi Waqas dan ibunya Hamnah. Yang
meminta Sa’ad untuk kembali kepada agama jahiliyah namun beliau enggan. (Lihat
tafsir Ibnu katsir QS. Luqman[31]15)
لاَ طَاعَةَ فَيٍ مَعْصِيَةِ اللهِ
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tiada
kewajiban untuk taat (kepada seseorang) yang memerintahkan untuk durhaka kepada
Allah Kewajiban taat hanya pada hal yang ma’ruf.” (HR. Bukhari 7257,
Muslim 1840, Ahmad 724).
4) Mendakwahi mereka.
Mendakwahi
dengan cara yang baik kepada kedua orang tua apabila masih belum beriman atau
di dalam kesesatan, sebagaimana hal itu dilakukan nabi Ibrahim alaihi sallam.
Allah
ta’ala berfirman:
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا
يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا.
“Ingatlah
ketika ia Berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, Mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu
sedikitpun.” (QS. Maryam [19]: 42).
5)
Menjahui kemurkaannya.
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda :
رِضَى
الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ.
“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung
murka orang tua”. (HR. Tirmidzi 1899
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah 516).
Dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ
ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ قِيْلَ: مَنْ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ اَدْرَكَ
اَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِاَحَدُهُمَااَوْكِلَيْهِمَافَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ.
“Celaka, celaka, Dia celaka, Lalu
beliau ditanya orang, Siapakah yang celaka, ya Rasulullah? Jawab Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam,
Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu
dari keduanya, tetapi dia tidak memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim
2551).
Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ
فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.
“Ada tiga do’a yang mustajab, tidak ada keraguan tentang hal
itu; do’a orang tua (untuk anaknya), do’a musafir, dan do’a orang terdzalimi.” (HR.
Abu Daud dan Ahmad, dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 596).
6) Memperhatikan kebutuhan orang
tua.
Tempat tinggalnya, layak atau tidak, jika memang
kita diberi kemampuan, merawat kesehatannya, keperluannya sehari-hari, adakah
yang dimakan atau tidak.
Karena orang tua kita dulu orang yang paling sedih
apabila kita sakit dan menderita, mereka rela tidak makan dan tidak tidur untuk
kita.
7) Menemaninya apabila dibutuhkan.
Barangkali
ada hal-hal yang dibutuhkan dari tenaga kita, membersihkan pekarangan,
memperbaiki genting, belanja atau yang lainnya, mungkin orang tua kita
merasakan kesepian dan membutuhkan kedekatan kita, meskipun hanya sekedar
bercengkrama, makan bersama, hingga Cuma sekedar ingin dekat dengan kita.
Ini semua
masuk dalam firman Allah ta’ala:
وَصَاحِبْهُمَا فِي
الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.
“Dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).
8) Hendaknya ijin dalam
perkara-perkara tertentu. Seperti bepergian jauh, menggunakan
barang-barang miliknya dan lain-lain.
Disebutkan
di dalam sebuah atsar:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَهُ فِي
الجِهَادِ، فَقَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِمَا
فَجَاهِدْ.
“Seseorang
datang, kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, meminta
ijin untuk ikut berjihad, Maka beliau bersabda, “apakah kedua orang tuamu masih
hidup..?, “ orang tersebut menjawab “ benar”, maka Rasulullah berkata, “ kepada
keduanya berjihadlah.” (HR. Bukhari 3004, Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra
17827).
9) Hendaknya tetap berbakti setelah tiada
lagi.
Ditanyakan
kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ
شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا
وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ
الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا.
“Wahai
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah masih ada cara berbakti kepada
kedua orang tuaku setelah keduanya meninggal?” Beliau sallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab,”Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun untuknya,
melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturahmi yang tidak bisa
disambung kecuali melalui jalan mereka berdua, dan memuliakan teman-temannya.” (HR
Abu Dawud 5142 tetapi hadits ini didho’ifkan syaikh al-Albani).
10)
Mendoakan kepada orang tua kita.
Hendaknya
mendoakan orang karena Allah ta’ala mengajarkan demikian.
وَقُلْ رَبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
“Katakanlah, “Ya Tuhanku kasihanilah
kedua orang tuaku sebagaimana mereka mengasihi aku di waktu kecil.” (QS.
Al-Israa’[17]:24).
Demikianlah semoga bermanfaat.
-----000-----
Sragen 24-Mei-2024
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar