Rabu, 30 Oktober 2024

APAKAH ALLAH BERSAMA KITA. HUD AQIDATAKA BAB 2 SOAL 11.

 


BAB 2

MACAM-MACAM TAUHID DAN FAEDAHNYA

SOAL 11

APAKAH ALLAH BERSAMA KITA.

س ۱۱ - هلِ اللهِ معنا ؟

Soal : Apakah Allah bersama kita?

ج 11 - اللَّهُ مَعْنَا بِسَمْعِهِ وَرُؤْيَتِهِ وَعِلْمِهِ .

Jawab: Allah bersama kita pendengaran, penglihatan dan ilmu-Nya.

قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى { سورة طه : ٤٦

“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat kamu berdua." (QS. Thoha [20]: 46).

وَقَالَ :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(إِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ) .( أي بعلمه ( رواه مسلم

"Sesungguhnya kalian menyeru Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian." Yakni ilmu-Nya. (HR. Bukhari 4205, Muslim 2704).

 

-----000-----

 

Penjelasan:

1.   Allah ta’ala berada di atas langit tidak menyatu dengan hamba-Nya.

Banyak dalil-dalil yang telah kita sampaikan, yang menunjukkan Allah di atas ‘Arsyi-Nya.

Diantaranya firman Allah ta’ala:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى.

“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-A’la[87]:1).

Ketika kita berdzikir di saat bersujud:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى.

“Maha suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” (HR. Muslim 772, Tirmidzi 262, 886, Ahmad 3514).

2.   Ma’iyyatullah (kebersamaan Allah) dengan hamba-Nya.

Ma’iyyatullah (kebersamaan Allah) dengan hamba-Nya dengan dua macam:

1)   Ma’iyyatullah ‘ammah (kebersamaan Allah secara umum).

Di mana Allah melihat, mendengar dan mengawasi semua perbuatan hamba-hamba-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ .

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada dan Allah maha mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Hadid[57]:4).

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُو.

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada.” (QS. Al Mujadilah[58]: 7).

Maksud dari ma’iyyatullah ‘ammah (kebersamaan Allah secara umum) yaitu Allah mengawasi hamba-hambanya, mengetahui apa yang mereka perbuat baik lahir maupun batinnya.

أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ.

“Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah[2]:33).

Dengan Allah mengetahui apa yang diperbuat hamba, Allah akan membalas dari setiap amal hamba-hambanya.

2)  Ma’iyatullah khashsah (kebersamaan Allah secara khusus).

Allah ta’ala berfirman:

وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.

“Dan sabarlah kalian! Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal [8]: 46) (QS Al-Baqarah [2]:153).

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا.

“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah[9]:40).

Sehubungan dengan ayat di atas Abu Bakar menceritakan ketika di gua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Anas bin Malik:

نَظَرْتُ إِلَى أَقْدَامِ الْمُشْرِكِينَ عَلَى رُءُوسِنَا وَنَحْنُ فِي الْغَارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ إِلَى قَدَمَيْهِ أَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ، فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا.

"Aku memandang ke arah kedua telapak orang-orang musyrik yang berada di atas kepala kami ketika kami di gua, aku berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ya Rasulullah seandainya salah seorang dari mereka melihat kedua telapak kakinya niscaya dia akan dapat melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Wahai Abu Bakar, apakah dugaanmu tentang dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah.? ( HR. Muslim 2381, Ahmad 11).

Ketika nabi Musa diperintahkan mengingatkan Fir’aun, takut seandainya Mereka membunuhnya Allah ta’ala berfirman:

وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنْبٌ فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ . قَالَ كَلَّا فَاذْهَبَا بِآيَاتِنَا إِنَّا مَعَكُمْ مُسْتَمِعُونَ.

“Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku". Allah ta’ala berfirman, “Tidak (mereka tidak akan dapat membunuhmu). Maka, pergilah berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat). Sesungguhnya Kami menyertaimu mendengarkan (apa yang mereka katakan.” (QS.Asyu’ara[26]:14-15).

Dalam ayat yang lain Allah ta’ala berfirman:

قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى.

“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat kamu berdua." (QS. Thaha [20]: 46).

Adapun ma’iyatullah khashsah (kebersamaan Allah secara khusus) terhadap orang-orang beriman yaitu menunjukkan pertolongan Allah ta’ala, dukungannya. (Syarah al-Aqidah al-Wasithiyyah Syaikh Dr. Shalih  Al-Fauzan).

Dari Abu Musa al Asy‘ari raḍhiyallahu 'anhu berkata, Kami pernah bersama Nabi ṣallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu perjalanan. Maka ketika kami mendekati sebuah lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi ṣallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda:

ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ.

“Wahai sekalian manusia! Tenangkanlah diri kalian, karena kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan tidak ada! Sesungguhnya Dia bersama kalian, sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha dekat.” (HR. Bukhari 4205, Muslim 2704).

3.   Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

Allah ta’ala berfirman:

لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.

“Agar kalian mengetahui sesungguhnya Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu, dan bahwasanya ilmu Allah meliputi segala sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65]: 12)

Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi seandainya terjadi, semenjak bumi belum diciptakan, penciptaaan manusia di dalam perut, apa yang terjadi di dalam tubuh manusia itu sendiri, kehidupan manusia  di dunia dan kembalinya mereka di surga atau neraka, semua dengan pengawasan dan pengetahuan Allah ta’ala. Hal itu sebagaimana jeritan orang-orang kafir nanti ketika mereka masuk neraka dan meminta agar dikembalikan lagi kedunia, seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia Allah mengetahui mereka akan mengulangi kekafiran mereka lagi.

Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ.

“Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Dan sungguh mereka itu pendusta.” (QS. Al-An’am[6]: 28)

4.   Ungkapan kata نَحْنُ (Kami, jama’) terkadang menunjukkan Malaikat sebagai utusan Allah.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ.

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr[15]:9).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jibril:

أَلاَ تَزُورُنَا أَكْثَرَ مِمَّا تَزُورُنَا؟، قَالَ: فَنَزَلَتْ: وَمَا نَتَنَزَّلُ  إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ.

"Apakah gerangan yang mencegahmu untuk tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari biasanya?" Maka turunlah firman Allah ta’ala. “Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu.” (QS. Maryam[19]: 64) hingga akhir ayat. (HR. Bukhari 3218, Ahmad 2078, Tirmidzi 3158).

5.   Kedekatan Allah dengan hambanya yaitu Malaikat dan ilmu Allah.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ.

“Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah[2]: 186).

Hal ini sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau rahimahullah berkata, “Adapun firman Allah Azza wa Jalla :

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf[50]:16).

(maksud dekat ayat di atas) adalah kedekatan dzat para Malaikat dan kedekatan ilmu Allah Azza wa Jalla dari umat manusia. Allah  adalah Rabb (Penguasa) Malaikat dan ruh, sedangkan para Malaikat itu tidak mengetahui apapun kecuali dengan perintah Allah. Dzat para Malaikat lebih dekat kepada hati manusia daripada urat lehernya. Bisa jadi sebagian Malaikat lebih dekat kepada hati manusia daripada sebagian yang lain. Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman dalam ayat berikutnya:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ.

“(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaf[50]:17-18, Majmu’ Fatawa, 5/236).

Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ .

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hud[11]:82).

Mujahid mengatakan bahwa Jibril mengambil kaum Lut dari tempat-tempat penggembalaan ternak dan rumah-rumah mereka, lalu mengangkat mereka bersama ternak dan harta benda mereka. Jibril mengangkat mereka ke atas langit, sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, kemudian mereka dijungkirkan ke tanah. Jibril mengangkat mereka dengan sayap kanannya, dan tatkala Jibril menjungkirkannya ke bumi, maka bagian yang mula-mula terjatuh adalah bagian halaman (pinggiran) kota itu. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Hud[11]:82).

6.   Allah mendekat kepada hambanya sesuai dengan keagungan-Nya.

Sifat Allah ta’ala terbagi dua yaitu Sifat Tsubutiyah dan Salbiyah.

Sifat tsubutiyah (apa yang melekat pada dzat Allah ta’ala, seperti mendengar, melihat, berilmu dan lain-lain) terbagi menjadi dua:

Sifat dzatiah dan fi’liyah.

1)   Tsubutiah dzatiah, adalah sifat yang senantiasa terus ada pada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti As-Sama’, Al-Bashar, Al-Qudrah.

2)    Tsubutiah fi’liyah, adalah sifat yang terkait dengan kehendaknya, seperti berbicara, berbuat, datang, turun dan lain-lain kapanpun sesuai kehendak Allah ta’ala.

Adakalanya sifat Allah termasuk sifat dzatiah dan juga sifat fi’liyah, seperti sifat Al Kalam. (Lihat Syarah Lum’atul I’tiqad, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin).

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا.

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS.An-Nisa[4]:164).

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.” (QS. Al-A’raf[7]: 143).

Imam Syafi’i berkata: “Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy, mendekati makhluk-makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, dan turun ke langit bumi sesuai dengan kehendak-Nya.“ (Mukhtashar Uluw, Firqatun Najiah Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).

7.   Larangan keras mengatakan Allah dimana-mana.

Karena ilmu Allah meliputi segala sesuatu, bukan Dzat Allah ta’ala yang di mana-mana.

8.   Larangan keras mengartikan istiwa’ (bersemayam) dengan istaula (menguasai).

9.   Diantara sunnah Rasulullah menanyakan di manakah Allah.

Hal ini sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menanyakan kepada seorang budak wanita, dan sebagai pengajaran kepada mereka.

10.                     Allah tidak menyatu sama makhluknya.

 

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 30-10-2024

Junaedi Abdullah

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MANTAN BIARAWATI BERDAKWAH. PENTINGNYA BERILMU SEBELUM BERAMAL.

  MANTAN BIARAWATI BERDAKWAH. PENTINGNYA BERILMU SEBELUM BERAMAL.   Alangkah baiknya kita membiasakan berilmu sebelum beramal, hal semac...