Mungkin judul ini yang pas
untuk keadaan kita sekarang ini, bagaimana tidak, nikmat yang Allah ta’ala
berikan kepada kita berupa kemerdekaan, ketengan, ketentraman, sebagaimana yang
kita rasakan ini (alhamdulillah), yang hampir semua orang sedang mengaplikasisikan
bentuk syukur tersebut diantaranya dengan berbagai lomba, dari yang biasa
sampai yang luarbiasa seperti main bola, voli, balap karung dan semua yang di
lakukan wanita ini semua merupakan dosa dan maksiat kepada Allah ta’ala. Dan ini
bukan bentuk syukur kepada Allah tetapi kufur.
Ada juga yang mensyukuri
dengan melakukan pesta musik berjoget, dengan menampakkan aurat-aurat wanita
sambil menegak minuman keras, laki-laki dan perempuan, Ini juga maksiat yang
bertumpuk-tumpuk, kalau di rinci:
1)
Dosa musik (lihat tafsir Ibnu Katsir QS 31:6)
2)
Dosa menampakkan aurat
3)
Dosa memakai minyak wangi( bagi wanita di luar)
4)
Dosa bercampur baur laki-laki dan perempuan berjoget bersama.
5)
Dosa menegak minuman keras
Yang mana wanita di dalam
islam seperti permata yang harus di simpan dan jaga. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ۚ
Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka !” QS Al-Ahzab[33]:59.Allah juga berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ
الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Dan hendaklah kamu tetap tinggal
di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan
dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Al Ahzab [33]: 33.Ada juga yang mensyukuri kemerdekaan dengan menanggap pagelaran wayang, yang mana kita ketahui perwayangan ini pengagungan terhadap para dewa, menghanyutkan sajen kelautan atau ke tempat-tempat yang di anggap agung, tentu hal ini sangat jauh dari tuntunan islam, bahkan menjerumuskan pelakunya kepada kesyirikan. Ini bukan lagi syukur tetapi kufur dan pelakunya di sebut musryik.
Allah ta’ala
berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah,
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. QS An Nisaa[4]:48,116. Ini bentuk kemaksiatan kepada Allah ta’ala.
Ada juga yang
mereka mengungkapkan syukur mereka dengan membawa ambengan (panggang atau bucu)
kemudian di doakan, setelah itu di makan bersama-sama, ini semua tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun beliau menang dalam
perang badar, perang khandak, perang yang di lakukan secara umum sehingga
jazirah arab takluk, namun Rasulullah tidak mengungkapkan syukur dengan hal
itu,
Rasulullah pernah
mensyukuri kemenangan nabi Musa dengan puasa Asyura’.
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ datang ke Madinah.
Beliau dapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam).
Kemudian beliau ﷺ bertanya pada mereka,
مَا هَذَا الْيَوْمُ
الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ
مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا
فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ
أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
“Hari yang kalian
bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi itu menjawab, “Ini adalah hari
yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan
kaumnya. Ketika itu pula Firaun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada
hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada
hari ini”.
Rasulullah sallallahu
alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama
mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah sallallahu alaihi
wa sallam memerintahkan
kaum muslimin untuk berpuasa.” HR. Muslim 1130.
Dari sinilah
kita menyadari pentingnya seseorang mengetahui ilmu agamanya dengan benar,
sehingga untuk mengungkapkan syukur tidak keliru dengan kufur, sehingga harapan
mendapatkan keridhaan Allah justru menjadikan kemurkaan Allah ta’ala.
Mensyukuri
kemerdekaan hendaknya
seseorang mengakui semua nikmat itu datangnya dari Allah ta’ala, di ikrarkan
dengan lisannya, dan bersemangat memperbaiki keadaan umat, menanamkan
nilai-nilai moral dan akhlaq, sebagaimana yang di ajarkan Rasulullah sallallahu
alaihi wa sallam, bukan mempertontokan sesuatu yang tidak pantas untuk geneasi
kita, terlebih menyekutukan Allah dengan makhluknya.
Mensyukuri kemerdekaan hendaknya sesorang bersemangat menjadikan negri ini untuk menuju keridhaan Allah di dalam menjalankan syariatnya.
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ.
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa apa yang pada diri mereka,” QS 13, Ar Raad : 11.
Mensyukuri
kemerdekaan
hendaknya seseorang senantiasa bertaqwa kepada Allah, sehingga jangan sampai
nikmat kemerdekaan, ketentraman ini Allah cabut dari negri kita sebagai mana
kita saksikan berapa banyak manusia terusir dari negaranya, begitu pula Allah
binasakan tidak lain karena kemaksiatan mereka kepada Allah ta’ala.
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. QS Al A’raf [7]:96.
Demikianlah
semoga bermanfaat.
Abu
Ibrahim, Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar