SIRAH NABAWIAH
BAB 3
MENIKAH DENGAN KHADIJAH
Ketika beliau pulang ke Mekkah dan
Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan
kepadanya, begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum
pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari budaknya, Maisarah
perihal budi pekerti beliau nan demikian manis, sifat-sifat yang mulia,
ketajaman berpikir, cara bicara yang jujur dan cara hidup yang penuh amanah,
maka dia seakan menemukan apa yang didambakannya selama ini (yakni, calon
pendamping idaman-penj.). Padahal, banyak sekali para pemuka dan kepala suku
yang demikian antusias untuk menikahinya namun semuanya dia tolak. Akhirnya dia
menyampaikan curahan hatinya kepada teman wanitanya Nafisah binti Munayyah yang
kemudian bergegas menemui beliau dan membeberkan rahasia tersebut kepadanya
seraya menganjurkan agar beliau menikahi Khadijah. Beliau pun menyetujuinya dan
merundingkan hal tersebut dengan paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi
paman Khadijah untuk melamarnya buat beliau. Tak berapa lama setelah itu,
pernikahan dilangsungkan. Akad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim dan para
pemimpin suku Mudhar. Pernikahan tersebut berlangsung dua bulan setelah
kepulangan beliau dari negeri Syam. Beliau menyerahkan mahar sebanyak dua puluh
ekor onta muda. Ketika itu, Khadijah sudah berusia 40 tahun. Dia adalah wanita
yang paling terhormat nasabnya, paling banyak hartanya dan paling cerdas
otaknya di kalangan kaumnya. Dialah wanita pertama yang dinikahi oleh
Rasulullah beliau tidak pernah memadunya dengan wanita lain hingga dia wafat.
Semua putra-putri beliau berasal dari
pernikahan beliau dengannya kecuali putra beliau, Ibrahim. Putra-putri beliau
dari hasil perkawinan dengannya tersebut adalah:
1. Al-Qasim (dengan nama ini beliau
dijuluki)
2. Zainab
3. Ruqayyah
4. Ummu Kultsum
5. Fathimah
6. 'Abdullah (julukannya adalah
ath-Thayyib [yang baik] dan ath-Thahir [yang suci]).
Semua putra beliau meninggal dunia di
masa kanak-kanak, sedangkan putri-putri beliau semuanya hidup pada masa Islam
dan memeluk Islam serta juga ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia
semasa beliau masih hidup kecuali Fathimah yang meninggal dunia enam bulan
setelah beliau wafat. (1 Ibnu Hisyam, Op.cit., h. 189.191, Fathul Bariy, Op.
cit., VII/507; Talgth, Op. cit. h. 7. IN antara sumber-sumber tersebut terdapat
perbedaan tingan dan yang kami ambil yang menurut kami lebih kuat).
Membangun Ka'bah Dan Menyelesaikan
Pertikaian
Pada saat beliau berusia 35 tahun,
kabilah Quraisy membangun kembali Ka'bah karena kondisi fisiknya sebelum itu
hanyalah berupa tumpukan-tumpukan batu-batu berukuran di atas tinggi badan
manusia, yaitu setinggi 9 hasta sejak dari masa Isma'il dan tidak memiliki atap
sehingga yang tersimpan di dalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri.
Di samping itu, karena merupakan
sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka'bah sering diserang oleh
pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya.
Hal lainnya, lima tahun sebelum beliau diutus menjadi Rasul, Mekkah pernah
dilanda banjir badang, airnya meluap dan mengalir ke al-Baitul Haram sehingga
mengakibatkan bangunan Ka'bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa
merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak
membangun-nya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya
dari dana mahar yang didapat secara zhalim, transaksi ribawi dan hasil tindak
kezhaliman terhadap seseorang.
Semula mereka merasa segan untuk
merobohkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh al-Walid bin
al-Mughirah al-Makhzumiy. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya sesudah
melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka terus melakukan perobohan
hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim. Kemudian,
mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi per bagian
bangunan Ka'bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian. Setiap
kabilah mengumpulkan sejumlah batu sesuai dengan jatah masing-masing, lalu
dimulailah pembangunannya. Sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah
seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum. Tatkala pengerjaan tersebut
sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling
berhak mendapat kehormatan meletakkannya ke tempat semula dan pertikaian
tersebut berlangsung selama empat atau lima malam. Bahkan semakin meruncing
hingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al-Haram.
Untunglah, Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumiy menawarkan penyelesaian
pertikaian di antara mereka lewat satu cara, yaitu menjadikan pemutus perkara
tersebut kepada siapa yang paling dahulu memasuki pintu masjid. Tawaran ini dapat
diterima oleh semua pihak dan atas kehendak Allah Ta'ala, Rasulullah lah orang
yang pertama memasukinya. Tatkala melihatnya, mereka saling menyeru,
"Inilah al-Amin (orang yang amanah)! Kami rela! Inilah Muhammad!" Dan
ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal
tersebut, beliau meminta sehelai selendang dan meletakkan Hajar Aswad di
tengah-tengahnya, lalu meminta agar semua kepala kabilah yang bertikai
memegangi ujung selendang tersebut dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya
tinggi-tinggi hingga manakala mereka telah mengangkatnya sampai ke tempatnya,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dengan tanggannya dan
meletakkan ditempatnya semula, ini merupakan Solusi yang tepat dan jitu yang
membuat semua pihak rela.
FASE MEKКАН
Setelah Rasulullah dimuliakan oleh
Allah dengan nubuwwah
dan risalah, kehidupan beliau dapat
dibagi menjadi dua fase yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri
secara total, yaitu:
1. Fase Mekkah: berlangsung selama +
13 tahun
2. Fase Madinah: berlangsung selama
10 tahun penuh
Masing-masing fase mengalami beberapa
tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang
menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita
melakukan penelitian secara seksama terhadap kondisikondisi yang dilalui oleh
da'wah dalam kedua fase tersebut.
Fase Mekkah dapat dibagi menjadi tiga
tahapan:
1. Tahapan da'wah sirriyyah (da'wah
secara sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
2. Tahapan da'wah jahriyyah (da'wah
secara terang-terangan) kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun keempat
kenabian hingga Rasulullah hijrah ke Madinah.
3. Tahapan da'wah di luar Mekkah dan
penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun kesepuluh
kenabian, di mana juga mencakup Fase Madinah dan berlangsung hingga akhir hayat
Rasulullah.
Adapun mengenai tahapan-tahapan Fase
Madinah, rincian pembahasannya akan diketengahkan pada saatnya nanti.
DI BAWAH NAUNGAN KENABIAN DAN
KERASULAN
Di Gua Hira
Tatkala usia beliau sudah mendekati
40 tahun dan perenungan-nya terdahulu telah memperluas jurang pemikiran antara
diri beliau dan kaumnya, beliau mulai suka mengasingkan diri. Karenanya, beliau
biasa membawa roti yang terbuat dari gandum dan bekal air menuju gua Hira' yang
terletak di Jabal Nur, yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah. Gua ini merupakan
gua yang sejuk, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta dengan ukuran zira
al-Hadid (hasta ukuran besi). Beliau tinggal di dalam gua tersebut bulan Ramadhan,
memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya, menghabiskan waktunya
dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan
kekuasaan yang menciptakan sedemikian sempurna di balik itu. Beliau tidak dapat
tenang melihat kondisi kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik
yang usang dan gambaran tentangnya yang demikian rapuh, akan tetapi beliau
tidak memiliki jalan yang terang, manhaj yang jelas ataupun jalan yang harus
dituju, yang berkenan di hatinya dan disetujuinya.
Pilihan mengasingkan diri ('uzlah)
yang diambil oleh beliau ini merupakan bagian dari tadbir (skenario) Allah
terhadapnya. Juga, agar terputusnya kontak dengan kesibukan-kesibukan duniawi,
goncangan kehidupan dan ambisi-ambisi kecil manusia yang mengusik kehidupan
menjadi sebagai suatu perubahan, untuk kemudian mempersiapkan diri menghadapi
urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah yang agung,
merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah. Uzlah yang sudah diatur oleh
Allah ini terjadi tiga tahun menjelang beliau diangkat sebagai rasul. Beliau
menjalani 'uzlah ini selama sebulan dengan semangat hidup yang penuh kebebasan
dan merenungi keghaiban yang tersembunyi di balik kehidupan tersebut hingga
tiba waktunya untuk berinteraksi dengannya saat Allah memperkenankannya. (Kisah
aslinya dapat dilihat pada Shahih al-Bukhariy, Jld. III, Sirah Ibnu Hisyam,
Op.cit)
JIBRIL TURUN MEMBAWA WAHYU
Tatkala usia beliau genap empat puluh
tahun yang merupakan puncak kematangan, dan ada pula yang menyatakan bahwa di
usia inilah para rasul diutus tanda-tanda nubuwwah (kenabian) nampak dan
bersinar, di antaranya; adanya sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam
kepada beliau, juga beliau tidak bermimpi kecuali sangat jelas, sejelas fajar
subuh yang menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan-sementara masa
kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun- sehingga ru ya shadiqah
(mimpi yang benar) ini merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian.
Ketika pengasingan dirinya ('uzlah) di gua Hira' memasuki tahun ketiga,
tepatnya di bulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmat-Nya terlimpahkan kepada
segenap penduduk bumi, lalu dimuliakanlah beliau dengan mengangkatnya sebagai
nabi, lalu Jibril turun kepadanya dengan membawa beberapa ayat al-Qur'an. ( bnu Hajar berkata,
"al-Baihaqiy mengisahkan bahwa masa ru yd (mimpi) berlangsung selama enam
bulan. Berdasarkan hal ini, maka permulaan kenabian dengan adanya ru'yd
tersebut terjadi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi ul Awal, setelah genap
berusia 40 tahun. Sedangkan wahyu dalam kondisi terjaga terjadi pada bulan
Rama-dhan" (Fathul Bariy, 1/27)
Setelah memperhatikan dan mengamati
beberapa bukti penguat dan dalil-dalil, kita dapat menentukan terjadinya
peristiwa tersebut secara tepat, yaitu pada hari Senin, tanggal 21 Ramadhan, di
malam hari, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya, beliau
saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut Kalender Hijriah dan
sekitar usia 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasar-kan kalender Masehi.? (Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan di antara para sejarawan mengenai bulan apa pertama kalinya
Rasulullah dimuliakan dengan kenabian dan turunnya wahyu, mayoritas mengatakan
terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, ada juga yang mengatakan terjadi pada bulan
Ramadhan, ada lagi yang mengatakan terjadi pada bulan Rajab Lihat Mukhtashar
Strutir Rasál, karya Syaikh Abdullah bin Muhammad bin 'Abdul Wahhab an-Najdiy,
h. 75).
Kami menguatkan pendapat kedua, yaitu
pada bulan Ramadhan berdasarkan firman Allah Ta'ala (artinya) "Di Bulan
Ramadhan yang diturunkan di dalamnya al-Qur'an" (al-Baqarah: 185) dan
firman-Nya (artinya) "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya jal Qur'an)
pada malam yang dimuliakan (Lailatul Qadr) (al-Qadr 1) Sebagaimana diketahui
bubwa Lailatul Qadr terjadi pada bulan Ramadhan dan ialah yang dimaksud dengan
Human-Nya (artinya) "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkati dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan" (ad-Dukhan 3)
Juga karena Nabi mengasingkan dirinya di Gua Hira pada bulan Ramadhan di mana
telah diketahui bahwa peristiwa malaikat Jibril pada bulan tersebut.
Kemudian para sejarawan yang
berpendapat bahwa turunnya wahyu pertama kali adalah di bulan Ramadhan, berbeda
pendapat lagi seputar tanggal berapa tepatnya terjadi. Ada yang mengatakan pada
tanggal 7, ada yang mengatakan pada tanggal 17 dan ada yang mengatakan pada
tanggal 18 (Lihat, Mukhtashar Stratir Rasil Ibad h. 85,
Mari kita dengar secara langsung
penuturan Aisyah ash Shiddiqah (istri Rasulullah) kepada kita mengenai
peristiwa yang merupakan titik permulaan kenabian tersebut, yang selanjutnya
mulai membuka tabir-tabir gelapnya kekufuran dan kesesatan sehingga dapat
mengubah alur kehidupan dan meluruskan garis sejarah, Aisyah berkata,
"Wahyu yang mula pertama dialami oleh Rasulullah adalah berupa ar-ru'ya
ash-shalihah (mimpi yang benar) dalam tidur. Beliau tidak bermimpi melainkan
sangat jelas, sejelas fajar shubuh yang menyingsing, kemudian beliau mulai suka
menyendiri dan beliau melakukannya di gua Hira'; di mana beliau beribadah di
dalamnya selama beberapa malam. Selanjutnya kembali ke keluarganya dan
mengambil perbekalan untuk itu, kemudian kembali lagi kepada istrinya,
Khadijah, dan mengambil perbekalan yang sama. Hingga akhirnya, pada suatu hari,
datanglah kebenaran kepadanya saat beliau berada di gua Hira' tersebut. Seorang
malaikat datang menghampiri sembari berkata, "Bacalah!", (beliau
berkata) lalu aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca!." Beliau
bertutur lagi, "Kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan
tenaga, lalu setelah itu melepaskanku sembari berkata, "Bacalah!" Aku
tetap menjawab, "Aku tidak bisa membaca!" Lalu untuk kedua kalinya,
dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga kemudian melepaskanku
seraya berkata lagi, "Baca-lah!" Aku tetap menjawab, "Aku tidak
bisa membaca!" Kemudian dia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya,
sembari berkata,
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍۚ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ
الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
“ Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! . Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia.
yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq
[96]:1-5).
Rahmaturn Lil' Alamin, 1/49).
Sedangkan Syaikh al-Khudhariy di dalam kitabnya Muhádiurdt bersikukuh
menyatakan bahwa itu terjadi pada tanggal 17 (Lihat, Muhadharát Tarikh al-Umam
al-Islamiyyah, karya al-Khudhariy, Jld. L. h. 69).
Kami menguatkan bahwa itu malah
terjadi pada tanggal 21 karena semua peneliti Sirat atau mayoritas mereka
sepakat, diutusnya Nabi adalah pada hari Senin. Pendapat mereka ini dipertegas
oleh hadits yang diriwayatkan para Imam hadits dari Abu Qata-dah bahwasanya
Rasulullah ditanya perihal berpuasa pada hari Senin, lalu beliau menjawab,
"Pada hari itu aku dilalurkan dan pada hari itu pula diturunkan wahyu
kepadaku." Dalam lafazh riwayat yang lain berbunyi (artinya), "Ihulah
hari di mana aku dilahirkan dan aku diutus atau diturunkan mayu kepadaku"
(Shahih Muslim, 1/368, Ahmad, V/297, 299, al-Baihaqty, IV/286, 300; al-Hakim,
II/602). Hari serin pada bulan Ramadhan tahun itu hanya jatuh pada tanggal 7,
14, 21 dan 28. Riwayat-riwayat yang shahih menunjukkan bahwa Lailatul Qadr
hanya terjadi pada malam-malam ganjil (witir) dari malam-malam sepuluh terakhir
bulan Ramadhan dan selalu berpindah di antara hari-hari itu. Bila kita padukan
antara firman Allah (artinya): "Sesungguhnya Kami telah memurunkannya (al-Qur'an
dikan (Lailatul Qadr) dan riwayat Abu Qatadah bahwa beliau diutus pada hari
Senin, juga perhitungan kalender secara ilmiah tentang kapan terjadinya hari
Senin di bulan Ramadhan tahun itu, akan kita dapatkan fakta bahwa beliau diutus
pada tanggal 21 malam Ramadhan
Setelah itu Rasulullah pulang dengan
merekam bacaan tersebut dalam kondisi gemetar, lantas menemui istrinya,
Khadijah binti Khuwailid, sembari berucap, "Selimuti aku! Selimuti
aku!" Beliau pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau bertanya
kepada Kha-dijah, "Ada apa denganku ini?" Lantas beliau menuturkan
kisahnya (dan berkata), "Aku amat khawatir terhadap diriku!" Khadijah
berkata, "Sekali-kali tidak akan demikian! Demi Allah! Dia tidak akan
menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah penyambung tali kerabat, pemikul
beban orang lain yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu
tamu serta pendukung setiap upaya penegakan kebenaran." Kemudian Khadijah
berangkat bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin 'Abdul 'Uzza,
sepupu Khadijah. Dia adalah seorang penganut agama Nashrani pada masa
Jahiliyyah dan mampu menukil beberapa tulisan dari injil dengan tulisan 'Ibrani
sebanyak yang mampu ditulisnya atas kehendak Allah-. Dia juga, seorang yang
sudah tua renta dan buta. Maka berkatalah Khadijah kepadanya, "Wahai
sepupuku! Dengar-kanlah (cerita) dari keponakanmu ini!"
Waraqah berkata, "Wahai
keponakanku! Apa yang engkau lihat?"
Lalu Rasulullah membeberkan
pengalaman yang sudah dilihatnya. Waraqah berkata kepadanya, "Itu adalah
makhluk kepercayaan Allah (Jibril) yang telah Allah utus kepada Nabi Musa!
Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu! Andai saja aku masih hidup
ketika engkau diusir oleh kaummu!"
Rasulullah bertanya, "Apakah
mereka akan mengusirku?"
Dia menjawab, "Ya! Tidak seorang
pun yang membawa seperti yang engkau bawa ini melainkan akan dimusuhi, dan jika
aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membelamu dengan segenap
jiwa-ragaku."
Kemudian tak berapa lama dari itu
Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus (mengalami masa vakum).
1 Lihat, Shahih al-Bukhariy, 1/2.3.
Al-Bukhariy juga mengeluarkannya di dalam kitab at-
Wahyu Mengalami Masa Vakum
Mengenai masa vakum ini, menurut
riwayat Ibnu Sa'd dari Ibnu Abbas terdapat informasi bahwa ia hanya berlangsung
selama beberapa hari. Pendapat inilah yang kuat bahkan dapat dipastikan,
setelah mengadakan penelitian dari segala aspeknya. Adapun riwayat yang masyhur
bahwa hal itu berlangsung selama tiga tahun atau dua tahun setengah tidaklah
benar sama sekali, namun di sini bukan momen ig tepat untuk membantahnya secara
terperinci.
Pada masa vakum tersebut, Rasulullah
dirundung kesedihan yang mendalam dan diselimuti oleh kebingungan dan
kepanikan.
Dalam kitab "at-Ta'bir",
Imam al-Bukhari meriwayatkan naskah sebagai berikut:
"Berdasarkan informasi yang
sampai kepada kami, wahyu pun mengalami masa vakum sehingga membuat Nabi ﷺ sedih dan berulang kali berlari kencang
agar dapat terjerembab dari puncak-puncak gunung, namun setiap beliau mencapai
puncak gunung untuk mencampakkan dirinya, malaikat Jibril menampakkan wujudnya
seraya berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau adalah benar-benar
utusan Allah!" Spirit ini dapat menenangkan dan menstabilkan kembali jiwa
beliau. Lalu beliau pulang. Namun manakala masa vakum itu masih terus berlanjut
beliau pun mengulangi tindakan sebagaimana sebelumnya; dan ketika dia mencapai
puncak gunung, malaikat Jibril kembali menampakkan wujudnya dan berkata
kepadanya seperti sebelumnya.2
JIBRIL TURUN KEMBALI MEMBAWA WAHYU
Ibnu Hajar ber ata, "Adanya masa
vakum itu bertujuan untuk menghilangkan ke kutan yang dialami oleh Rasulullah
dan membuatnya pena aran untuk mengalaminya kembali." Ketika hal itu
benar-benar terjadi pada beliau, dan beliau mulai menanti-nanti datangnya
wahyu, maka datanglah malaikat Jibril untuk kedua kalinya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari
Jabir bin Abdullah bahwasanya dia mendengar Rasulullah menceritakan tentang
masa vakum itu, beliau betutur, "Ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba
Tafsir dan Kitab Tahir Ru ya naman
sedikit berbeda lafazhnya.
1 Lihat Fatipul Barry, 1/27, XII/360
2 Shahih al-Bukhariy, Op.cit., Kitab
at-Tahir, bab Autealu Ma Budi'a bihi Rasulullahminal
Waliye, ar-Ru yu ash-Shuldugak,
II/100340
3 Lihat, Fathul Bariy, Opat, 1/27
-----000-----
Disadur
dari Arrahiqul makhtum
Sragen
11-07-2025, Abu Ibrahim Junaedi Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar