مَعَ ٱلْأَدِلَّةِ وَشَرْحِ ٱلْعُلَمَاءِ
SEPULUH
KAIDAH ISTIQAMAH DISERTAI DALIL DAN PENJELASAN PARA ULAMA
Muqaddimah
ٱلْـحَمْدُ
لِلَّهِ ٱلَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ ٱلصَّالِحَاتُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ
إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
أَمَّا بَعْدُ.
Segala
puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala amal shalih menjadi sempurna. Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau, keluarganya, dan
seluruh sahabatnya.
Amma
ba‘du.
Istiqamah merupakan satu kalimat yang mencakup.
Oleh karena itu Allah dan Rasul-Nya
mememrintahkan agar senantiasa istiqamah.
Allah ta’ala berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَا
أُمِرْتَ.
“Dan istiqamahlah sebagaimana yang diperintahkan kepadamu.” (QS.
Hud[11]:112).
Al Baghawi berkata:
أَيِ: اسْتَقِمْ عَلَى
دِينِ رَبِّكَ، وَالْعَمَلِ بِهِ، وَالدُّعَاءِ إِلَيْهِ كَمَا أُمِرْتَ.
“istiqamahlah
di atas agama Tuhanmu, beramal dengannya, berdoa kepadanya sebagaimana yang
diperintahkan kepadamu.” (Tafsir Al-Baghawi, QS. Hud[11]:112).
Dari Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu
‘Amrah—Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قُلْتُ
يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً
غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ” رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah
kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya
kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada
Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim 38).
Ibnu Rajab Al-Hambali berkata:
|
Keimanan seseorang
dituntut agar bisa istiqamah di saat diuji kesenangan maupun kesusahan, di mana
seseorang bisa saja goyah imannya setelah berkumpul dan terpengaruh dengan
orang yang tidak baik, atau di saat menerima ujian, atau melakukan maksiat
sehingga Allah titik hatinya, atau memang memiliki niat-niat yang tidak baik
sehingga Allah sesatkan berdasarkan
hikmah-Nya.
Kejadian semacam ini telah terjadi semenjak
dahulu maupun sekarang.
Diantara kisah tersebut yaitu:
Orang yang turut berperang bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, namun tidak bersabar ketika terluka dan akhirnya
bunuh diri.
Bahwasanya ada seorang
muslimin yang gagah berani dalam peperangan ikut serta bersama Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperhatikan
orang itu kemudian berkata: "Barangsiapa ingin melihat lelaki penghuni neraka,
silahkan lihat orang ini." Seorang laki-laki akhirnya mengikutinya, dan
rupanya lelaki tersebut merupakan orang yang paling berani terhadap orang-orang
musyrik. akhirnya lelaki tersebut terluka dan dia ingin segera mati sebelum
waktunya, maka ia ambil pucuk pedangnya dan ia letakkan di dadanya kemudian ia
hunjamkan hingga tembus diantara kedua lengannya. Orang yang mengikuti lelaki
tersebut langsung menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Saya bersaksi bahwa engkau utusan Allah.'
'apa itu? ' Tanya Nabi. Orang tadi menjawab; 'anda berkata terhadap orang
tersebut; 'siapa yang ingin melihat penghuni neraka, silahkan lihat orang ini,
' orang itu merupakan orang yang paling pemberani diantara kami, kaum muslimin.
Lalu aku tahu, ternyata dia mati tidak diatas keislaman, sebab dikala ia
mendapat luka, ia tak sabar menanti kematian, lalu bunuh diri.' Seketika itu
pula Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh ada seorang
hamba yang melakukan amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi
penghuni surga, dan ada seorang hamba yang mengamalkan amalan-amalan penghuni
surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka, sungguh amalan itu ditentukan
dengan penutupan."
(HR. Bukhari 6607, Ahmad, 22835, Thabrani dalam Al-Mu’jamul Al-Kabir
5799).
Kisah muadzin yang murtad.
Diceritakan bahwa di Mesir pernah ada seorang pria yang senantiasa
ke masjid untuk mengumandangkan adzan dan iqomat sekaligus melaksanakan shalat.
Dalam dirinya terdapat sinar ketaatan dan cahaya ibadah.
Pada suatu hari ia naik ke menara masjid untuk mengumandangkan adzan
seperti biasanya. Di bawah menara tersebut terdapat rumah seorang Nasrani.
Entah mengapa ketika pria ini menengok ke dalam rumah tadi, tanpa
sengaja ia melihat seorang gadis pemilik rumah. Dia terfitnah dengan
kecantikanya. Ia pun turun menemuinya gadis tersebut dan meninggalkan adzan.
Sesampai di rumah tersebut, bertanyalah wanita nashrani itu, “Ada
perlu apa? Apa yang kamu inginkan?
“Aku menginginkanmu.”
“Mengapa?”
“Karena kamu telah menawan akal pikiranku dan mengambil seluruh isi
hatiku.”
“Aku tidak akan tertipu dengan rayuanmu.”
“Aku Ingin menikah denganmu.”
“Engkau muslim, sedangkan aku Nasrani, ayahku tidak akan
menikahkanku denganmu,” sanggah wanita tadi.
“Kalau begitu aku akan pindah ke agama Nashrani.”
“Jika engkau melakukannya, maka aku akan menikah denganmu “ tegas
wanita itu.
Maka si pria langsung memeluk aagama Nashrani demi menikahi gadis
tersebut dan tingggal di rumahnya.
Masih pada hari yang sama, siang harinya pria tadi naik ke atap
rumah untuk satu keperluan. Tiba tiba dia terjatuh dari atap rumah dan akhirnya
meninggal. Ironisnya, dia belum sempat menggauli gadis tersebut padahal sudah
mengorbankan agamanya.
Kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi setiap muslim, agar kita
berhati-hati menjaga imannya supaya tidak mudah terjebak oleh kemilaunya dunia,
cantiknya wanita dan segala rayuan yang ada. Karena menjual agama demi
kesenangan dunia adalah sebuah kerugian yang nyata dan penyesalan yang tiada
tara.
Seorang muslim seharusnya menundukkan pandangan, karena fitnah
setiap saat datang dan kita tidak tahu berawal dari mana kebinasaan itu muncul,
sebagaimana kita juga tidak tahu kebaikan kecil atau kebaikan yang dianggap
besar yang akan memasukkan kita kedalam surga.
(Ibnu Qaiyyim Al jauziah dalam kitabnya Ad-dha’ wa Ad-dhawa’).
Kisah orang yang sakit komplikasi.
Kisah seseorang yang di uji dengan istrinya
dirinya tidak bersabar dan akhirnya bunuh diri.
Seseorang telah di uji dengan sakit
komplikasi, dirinya tidak sabar dan akhirnya bunuh diri dengan menggantung.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
فَوَ اللهِ
الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا.
“Demi Allah yang tidak ada Ilah
selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli
surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah
dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan
ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi
telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga
maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari 3208, Muslim 2643).
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung akhirnya.” (HR. Bukhari 6607).
Adapun sepuluh kaidah istiqamah agar kita bisa istiqamah tersebut yaitu:
١ مِنْ أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلِٱسْتِقَامَةِ: ٱلْإِخْلَاصُ
لِلَّهِ فِي ٱلْقَوْلِ وَٱلْعَمَلِ.
Kaidah
Pertama: Di antara sebab terbesar untuk istiqamah adalah ikhlas kepada Allah
dalam ucapan dan perbuatan.
Allah ta’ala berfirman:
Disebutkan di dalam tafsir Ibnu Katsir, firman Allah ta’ala:
Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka. (QS. Fushshilat[41]: 30).
Yakni
mereka ikhlas dalam beramal semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala saja,
yaitu dengan menaati apa yang telah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala kepada mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Fusilat [41]:30).
Dari Sa'id ibnu Imran yang mengatakan bahwa ia pernah membaca
ayat berikut di hadapan sahabat Abu Bakar As-Siddiq radhiyallahu ‘anhu, yaitu
firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan
pendiriannya. (Fushshilat: 30) Lalu Abu Bakar mengatakan bahwa mereka
adalah orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Fusilat [41]:30).
Berdasarkan penjelasan para sahabat dan para ulama dari
ayat diatas istoqamah mencakup pada tiga hal:
1)
Istiqamah
di atas tauhid.
2)
Istiqamah
di atas ketaatan.
3)
Istiqamah
di atas keikhlasan.
Oleh karena itu memahami kalimat syahadat dengan benar akan diberi pertolongan dengan istiqamah di dunia dan di akhirat.
Allah ta’ala berfirman:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di
akhirat.” (QS. Ibrahim [14]:27).
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan shalih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4/502.)
Siapapun yang memahami tauhid dengan benar, niscaya akan menyadari bahwa tauhid dibutuhkan dalam kehidupannya setiap saat, tauhid akan masuk keseluruh aspek kehidupan manusia, menuntut manusia agar ikhlas di dalam melakukan semua bentuk ibadah, muamalah maupun musibah yang menimpanya, yang wajib dia bersabar dan ikhlas kepada Allah.
Allah ta’ala berfirman:
ومَا أُمِرُوْا إِلاَّلِيَعْبُدُاللهَ مُخْلِصِيْنَ
لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…”(QS. Al-Bayyinah[98] : 5).
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
“Amal
itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR
Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).
Diantara
perkataan ulama agar di dalam ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata:
Sufyan
ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Tidaklah aku mengobati suatu penyakit
yang lebih sulit daripada masalah niatku. Karena ia sering
berbolak-balik.” (lihat Hilyah thalabul ilmi syaikh Bakar bin Abdullah Abu
Zaid).
Diriwayatkan
dari Mutharrif bin Abdullah rahimahullah bahwa dia mengatakan,
”Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Sedangkan baiknya amalan adalah
dengan baiknya niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).
Dari
Ibnul Mubarak rahimahullah, dia mengatakan, ”Betapa banyak amal yang kecil
menjadi besar gara-gara niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil
gara-gara niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).
Sahl
bin Abdullah rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada sesuatu yang lebih
berat bagi jiwa daripada keikhlasan, karena di dalamnya hawa nafsu tidak ambil
bagian sama sekali.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).
قَالَ
ٱبْنُ ٱلْقَيِّمِ رحمه الله: وَالإِخْلَاصُ لِلَّهِ هُوَ أَسَاسُ
ٱلِٱسْتِقَامَةِ، وَبِقَدْرِ مَا يَكُونُ مَعَ ٱلْعَبْدِ مِنْ إِخْلَاصٍ يَكُونُ
ثَبَاتُهُ.
“Keikhlasan
kepada Allah adalah dasar istiqamah. Sejauh mana keikhlasan seseorang, sejauh
itu pula keteguhannya.” (Miftaḥ Dar as-Sa‘adah, 1/106).
٢ مِنْ
أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلِٱسْتِقَامَةِ: ٱلدُّعَآءُ بِالثَّبَاتِ.
Kaidah
Kedua: Di
antara sebab terbesar untuk istiqamah adalah berdoa meminta keteguhan.
Allah
ta’ala:
قَالَ
تَعَالَى : رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً.
“Wahai
Rabb kami, janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu.” (QS. Ali
‘Imran[3]: 8).
قَالَ
رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مُقَلِّبَ
ٱلْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَىٰ دِينِكَ.
“Wahai
Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.” (HR.
Bukhari di dalam Al-Adabu Al-Mufrad 683, Tirmidzi 2140, di shahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Dzilalul Jannah 225).
Kaidah
Ketiga : Di
antara sebab terbesar untuk istiqamah adalah membekali diri dengan ilmu yang
bermanfaat.
Allah
ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.
“Allah
akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang
orang yang di beri ilmu dengan beberapa derajat.” ( QS Al-Mujadilah[58]:11).
قُلْ
هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا
يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ.
“Katakanlah,
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran. (QS. Az-Zumar[39:9).
اِنَّمَا
يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤا.
“Hanya
saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya adalah ulama.” (QS.
Fatir[35]:28).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dishahih oleh Syaikh
Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah 224).
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.
“Barangsiapa
yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan
(pemahaman) agama baginya. “ (HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037).
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا
إِلَى الْجَنَّةِ.
“Barang
siapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga.” (HR. Ahmad 8316, Tirmidzi 2646, Ibnu Majah
223, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah 225).
فَضْلُ
العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ
الكَوَاكِبِ.
“Keutamaan
orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah
adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang
lainnya.” (HR. Abu Dawud 3641, Ibnu Majah 223 di shahihkan Syaikh al-Albani di
dalam Al-Miskah 212).
قَالَ
ٱبْنُ ٱلْقَيِّمِ رحمه الله : فَإِنَّ مَصَابِيحَ ٱلْهُدَىٰ أَهْلُ
ٱلْعِلْمِ وَٱلْإِيمَانِ، وَبِهِمْ تَهْتَدِي ٱلْأُمَمُ.
“Pelita
petunjuk adalah para ahli ilmu dan iman, dan dengan merekalah umat mendapatkan
petunjuk.” (Miftaḥ Dar as-Sa‘adah, 1/73).
٤ مِنْ
أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلِٱسْتِقَامَةِ: تِلَاوَةُ ٱلْقُرْآنِ وَتَدَبُّرُهُ
Kaidah
Keempat: Di
antara sebab terbesar untuk istiqamah adalah membaca Al-Qur'an dan
mentadabburinya.
Allah
ta’ala berfirman:
قَالَ
تَعَالَى : كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ
بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَـٰهُ تَرْتِيلًا
“Demikianlah
agar Kami teguhkan hatimu dengannya, dan Kami membacakannya secara tartil.”
(QS. Al-Furqan[25]: 32).
ﻭَﻧُﻨَﺰّﻝُ
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺂﺀٌ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟّﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﻻَ ﻳَﺰِﻳﺪُ
ﺍﻟﻈّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺇَﻻّ ﺧَﺴَﺎﺭﺍً.
“Dan
Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’ [17]: 82).
قَالَ
ٱبْنُ تَيْمِيَّةَ رحمه الله : وَلَا شَيْءَ أَنْفَعُ لِلْعَبْدِ فِي
ٱثْبَاتِ قَلْبِهِ مِنْ تِلَاوَةِ ٱلْقُرْآنِ مَعَ ٱلتَّدَبُّرِ.
“Tidak
ada yang lebih bermanfaat bagi seseorang dalam meneguhkan hatinya selain
membaca Al-Qur’an disertai tadabbur.” (Majmu‘ al-Fatawa, 14/16).
٥ مِنْ
أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلِٱسْتِقَامَةِ: مُجَالَسَةُ ٱلصَّالِحِينَ وَٱلِٱسْتِفَادَةُ
مِنْهُمْ.
Kaidah
Kelima: Di
antara sebab terbesar untuk istiqamah adalah duduk bersama orang-orang shalih
dan mengambil manfaat dari mereka.
Allah
ta’ala berfirman:
قَالَ
تَعَالَى : وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم
بِٱلْغَدَاةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ.
“Bersabarlah
engkau bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi dan petang hari
dengan mengharap wajah-Nya.” (QS. Al-Kahf[18]: 28).
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.
Wahai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah[9]:119).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ
ٱلْجَلِيسِ ٱلصَّالِحِ وَجَلِيسِ ٱلسُّوْءِ كَحَامِلِ ٱلْمِسْكِ وَنَافِخِ
ٱلْكِيرِ.
“Perumpamaan
teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan
tukang besi. (HR. Bukhari 5534. Muslim 2628).
Allah
ta’ala berfirman:
الرَّجُلُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
“Seseorang
itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di
antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat.” (HR. Abu
Dawud, 4833;Tirmidzi, 2378. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihu
Al-Jami’ 3545).
قَالَ
ٱبْنُ ٱلْجَوْزِيِّ رحمه الله : فَٱلْمُجَالَسَةُ لِلصَّالِحِينَ
تُزَكِّي ٱلنُّفُوسَ وَتُثَبِّتُ عَلَى ٱلْخَيْرِ.
“Bersahabat
dengan orang-orang shalih akan menyucikan jiwa dan meneguhkan di atas
kebaikan.” (Ṣayd al-Khaṭir, hlm. 14).
٦ مِنْ أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلِٱسْتِقَامَةِ: مُلَازَمَةُ ذِكْرِ ٱللَّهِ.
Kaidah
Keenam diantara sebab seseorang istiqamah: Selalu berdzikir kepada Allah.
Allah
ta’ala berfirman:
قَالَ
تَعَالَى : ي يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ
ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا.
“Wahai
orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS.
Al-Aḥzab[33]: 41–42).
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata:
قَالَ
ٱبْنُ ٱلْقَيِّمِ رحمه الله : وَٱلذِّكْرُ يُثَبِّتُ ٱلْقَلْبَ
وَيَقْذِفُ فِيهِ ٱلنُّورَ وَٱلْقُوَّةَ.
“Dzikir
mengokohkan hati dan memancarkan cahaya serta kekuatan ke dalamnya. (Al-Wabil
as-Sayyib, hlm. 73).
٧
مِنْ أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلِٱسْتِقَامَةِ: َٱلِٱفْتِقَارُ إِلَى
ٱللَّهِ.
Kaidah
Ketujuh diantara sebab istiqamah : Merasa sangat butuh kepada Allah.
Allah
ta’ala berfirman:
قَالَ
تَعَالَى : وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِى أَسْتَجِبْ لَكُمْ.
“Dan
Rabb kalian berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuk
kalian." (QS. Ghafir[40]: 60).
قَالَ
ٱلْحَسَنُ ٱلْبَصْرِيُّ رحمه الله : ٱلْعِبَادُ فِي فَاقَةٍ إِلَى
ٱلدُّعَآءِ كَمَا هُمْ فِي فَاقَةٍ إِلَى ٱلرِّزْقِ.
Para
hamba sangat membutuhkan doa sebagaimana mereka membutuhkan rezeki. (Jami‘
al-‘Ulum wa al-Ḥikam, 1/225).
٨ ٱلصَّبْرُ
عَلَى ٱلطَّاعَةِ وَعَنِ ٱلْمَعْصِيَةِ وَعَلَى ٱلْأَقْدَارِ.
Kaidah
Kedelapan: Bersabar
dalam ketaatan, meninggalkan maksiat, dan terhadap takdir Allah.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .
“Wahai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, dan
tetaplah bersiap siaga di perbatasan serta bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 200).
قَالَ
ٱبْنُ تَيْمِيَّةَ رحمه الله : بِٱلصَّبْرِ وَٱلْيَقِينِ تُنَالُ
ٱلْإِمَامَةُ فِي ٱلدِّينِ.
“Dengan
kesabaran dan keyakinan, seseorang akan meraih kedudukan sebagai pemimpin dalam
agama.” (Majmu‘ al-Fatawa, 10/38).
٩ ٱلرَّجَآءُ
فِي رَحْمَةِ ٱللَّهِ وَحُسْنُ ٱلظَّنِّ بِهِ.
Kaidah
Kesembilan: Berharap kepada rahmat Allah dan berbaik sangka kepada-Nya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ ٱلظَّنَّ بِٱللَّه.
Janganlah
salah seorang dari kalian meninggal dunia kecuali dalam keadaan berbaik sangka
kepada Allah. (HR. Muslim 2877).
قَالَ
ٱبْنُ رَجَبٍ رحمه الله : وَحُسْنُ ٱلظَّنِّ يَكُونُ بِرَجَآءِ
رَحْمَتِهِ وَٱلتَّوَكُّلِ عَلَيْهِ وَطَلَبِ مَغْفِرَتِهِ.
Berbaik
sangka kepada Allah adalah dengan berharap pada rahmat-Nya, bertawakal
kepada-Nya, dan memohon ampunan-Nya. (Fatḥ al-Bari, 13/397).
١٠ ٱلتَّوْبَةُ
وَٱلْإِنَابَةُ إِلَى ٱللَّهِ عَلَىٰ دَوَامٍ.
Kaidah
Kesepuluh: Selalu
bertaubat dan kembali kepada Allah secara terus-menerus.
Allah
ta’ala berfirman:
قَالَ
تَعَالَى : وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Dan
bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar
kalian beruntung.” (QS. An-Nur[24]: 31).
قَالَ
ٱلنَّوَوِيُّ رحمه الله : ٱلتَّوْبَةُ وَاجِبَةٌ عَلَى ٱلْفَوْرِ،
وَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ ٱلْمُبَادَرَةُ بِهَا دَائِمًا.
”Taubat
wajib dilakukan segera, dan seorang Muslim seharusnya selalu bersegera dalam
bertaubat.” (Syarḥ Ṣaḥiḥ Muslim, 17/59).
Semoga
bermanfaat Aamiin.
-----000-----
Sragen
9-4-2025
Junaedi
Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar