Senin, 10 Februari 2025

SYARAT DITERIMANYA AMAL. HUD AQIDATAKA BAB 3 SOAL 13.

 


BAB 3

SYARAT-SYARAT DITERIMANYA AMAL.

SOAL 13

SYARAT-SYARAT AGAR AMAL DITERIMANYA.

 

س ١٣ - مَا هِيَ شُرُوطُ قَبُوْلِ الْعَمَلِ ؟

Soal 13: Apakah syarat-syarat agar amal diterima?

ج ۱۳ - شُرُوطُ قَبُولِ الْعَمَل عِنْدَ اللَّهِ ثَلَاثَةٌ :

Jawab: Syarat-syarat agar amal ini diterima di sisi Allah ada tiga macam, (yaitu):

١ - الإِيْمَانُ بِاللَّهِ وَتَوْحِيدُهُ.

1)   Beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya.

قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:

 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُولاً } سورة الْكَهْفِ : ١٠٧

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga Firdaus sebagai tempat tinggal." (QS. Al-Kahfi [18]: 107).

وَقَالَ ( قُلْ آمَنْتُ باللهِ ، ثُمَّ اسْتَقِمْ ) رواه مسلم.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Katakanlah aku beriman, kemudian istiqomahlah di atasnya." (HR. Muslim 38).

٢ - الْإِخْلَاصُ ، وَهُوَ الْعَمَلُ لِلَّهِ مِنْ غَيْرِ رِبَاءٍ وَلَا سُمْعَةٍ.

2)   Ikhlas, yaitu beramal hanya karena Allah tanpa disertai riya (ingin dilihat seseorang) dan sum'ah (ingin didengar seseorang).

قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:{فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ{سورة الزمر: ٢

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: "Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." (QS. Az-Zumar[39]: 2).

۳ - الْمُوَافَقَةُ لِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ.

3)   Sesuai dengan tuntuan Rasulullah.

قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

}وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا{ سورة الحشر٧

"Apa yang dibawa Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang kamu dilarang darinya maka tingglakanlah." (QS. Al-Hasyr[59]: 7).

وَقَالَ : ( مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ ) ( أي مردود ) رواه مسلم.

“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang bukan perintah kami, maka ia tertolak.” “Yakni tertolak.” (HR. Muslim 1718).

 

 

-----000-----

 

Penjelasan:

1.   Pengertian amal shalih.

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia amal memiliki arti, perbuatan baik ataupun buruk.

Ibnu Katsir menyebutkan, عَمَلا  (amal), yaitu segala amal perbuatan.

Adapun صَالِحً (shalih), yaitu apa yang disetujui oleh syariat Allah.(Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Kahfi[18]:110).

2.   Amal shalih memiliki syarat-syarat.

Sebagian ulama menyebutkan dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah, adapun Syaikh disini menyebutkan tiga syarat dengan tambahan iman, dan ini tidak bertentangan.

Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan tertolak, adapun syarat-syarat tersebut yaitu:

1)   Beriman kepada Allah serta mentauhidkan-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُولاً.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga Firdaus sebagai tempat tinggal." (QS. Al-Kahfi [18]: 107).

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Nahl[16]:97).

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah[2]:25).

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، ولا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ، أوَلا أدُلُّكُمْ علَى شيءٍ إذا فَعَلْتُمُوهُ تَحابَبْتُمْ؟ أفْشُوا السَّلامَ بيْنَكُمْ.

“Tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkan salam diantara kalian” (HR. Muslim 54, Ahmad 9084).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ يَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الْغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ كَمَا يَتَرَاءَوْنَ الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَابِرَ فِي الْأُفُقِ مِنْ الْمَشْرِقِ أَوْ الْمَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ لَا يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ ,قَالَ بَلَى وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ.

“Sesungguhnya penduduk surga bisa saling melihat penghuni kamar yang berada diatasnya, sebagaimana kalian melihat bintang yang berkilau yang tersisa diufuk timur maupun barat sesuai kedudukan yang ada diantara mereka”. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apakah itu kedudukannya para nabi, yang tidak mungkin bisa kita capai? Maka beliau menjelaskan, “Tidak, demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan mempercayai para Rasulnya.“ (HR Bukhari 3256, Muslim 2831).

2)   Ikhlas dalam beramal tanpa riya’ dan sum’ah.

Allah ta’ala berfirman:

ومَا أُمِرُوْا إِلاَّلِيَعْبُدُاللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…”(QS. Al-Bayyinah[98] : 5).

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ.

“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar [39]:2).

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.

“Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi[18]:110).

Ibnu Katsir membawakan riwayat, ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengerjakan banyak amal perbuatan karena menginginkan pahala Allah, tetapi aku suka juga bila amal perbuatanku terlihat oleh orang-orang." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab sepatah kata pun kepadanya, hingga turunlah ayat ini, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya. (tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Kahfi[18]: 110).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ .

“Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan selain-Ku bersama diri-Ku maka Kutinggalkan dia bersama kesyirikannya.” (HR. Muslim 2985, Ibnu Majah 4202).

  إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ " قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: " الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah ‘azza wa jalla akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” (HR. Ahmad 23630, Thabarani di dalam al-Mu’jam 4301, lihat Shahihu al-Jami’ 1555).

Bahayanya seseorang beramal dengan dimaksudkan untuk selain Allah ta’ala sebagaimana disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi‘wa sallam, yaitu orang yang berjihad, orang yang mengajarkan Al-Qur’an dan orang yang bersedekah, namun mereka beramal dengan riya’ sehingga berakhir dengan dilempar kedalam neraka. (HR. Muslim 1905).

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Tidaklah aku mengobati suatu penyakit yang lebih sulit daripada masalah niatku. Karena ia sering berbolak-balik.” (lihat Hilyah thalabul ilmi syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid).

Yusuf bin Al Husain Ar-Razi rahimahullah mengatakan, ”Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas. Betapa sering aku berusaha mengenyahkan riya’ dari dalam hatiku, namun sepertinya ia kembali muncul dengan warna yang lain.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).

Ad-Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah. Akan tetapi, ternyata ilmu itu enggan sehingga dia menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim, hal. 20)

Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang saleh adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al-I’tisham, dinukil dari Ma’alim, hal. 20)

Begitu pula ketika ada salah seorang muridnya yang mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar! Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri, maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala, dinukil dari Ma’alim, hal. 22).

Diriwayatkan dari Mutharrif bin Abdullah rahimahullah bahwa dia mengatakan, ”Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Sedangkan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).

Dari Ibnul Mubarak rahimahullah, dia mengatakan, ”Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar gara-gara niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).

Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa daripada keikhlasan, karena di dalamnya hawa nafsu tidak ambil bagian sama sekali.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).

3)   Mengikuti sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Ibnu Katsir mengatakan: “Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Hasyr [59]: 7).

اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ.

”Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain dia dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am [6]: 106).

Allah memberitahukan hal itu dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (QS. Al-Maidah [5]: 67).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ.  

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu ..” (QS. An-Nisaa [4]: 59).

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ.

“Barang siapa mentaati Rasul (Muhammad) sesungguhnya dia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa[4]:80).

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ .

Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian." (QS. Ali Imran [3]:31).

ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ.

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al Baqarah [2]: 147).

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari 7288dan Muslim 1337)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ,  وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .

“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718).

3.   Larangan berbuat bid’ah di dalam agama.

Ibadah sifatnya tauqifiyah, yaitu mengikuti dalil, sehingga tidak boleh seseorang membuat aturan sendiri kemudian menganggap sebuah ibadah atau menyamakan apa yang dibuat tersebut dengan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, demikian inilah yang disebut dengan bid’ah, orang-orang seperti ini telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ.

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS.Asy-Syura[42]:21).

فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ.

“Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. As-Syu’ara [26]:216).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”).

Dari sini kita mengetahui larangan bid’ah yang dimaksud yaitu dalam perkara agama bukan perkara dunia, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ.

“Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu.” (HR. Muslim 2363).

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً.

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Syarah I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah 126. Abul Qasim Al-Lalikai ).         

Imam Malik rahimahullah berkata:

مَنِ ابْتَدَعَ فِي الْإِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً، زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} [المائدة: 3]، فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِينًا، فَلَا يَكُونُ الْيَوْمَ دِينًا.

“Barangsiapa berbuat bid’ah dalam Islam yang ia anggap sebagai bid’ah hasanah, maka ia telah menuduh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengkhianati tugas kerasulan, karena Allah ta’ala berfirman,
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu…” (Al-Maidah[5]:3). Sehingga apa yang hari itu bukan ajaran agama, maka pada hari ini juga bukan ajaran agama.” (Al-I’tisham lisy Syaathibi rahimahullah, 1/65-66).

4.   Islam adalah agama yang sempurna.

Allah ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah [5] : 3).

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ.

Aku tinggalkan kalian dalam keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad 17142, Ibnu Majah 43, Thabrani 619, disahihkan Syaikh al-Albani di Shahihul Jami’ 4369).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ.

“Selalu ada dari umatku senantiasa yang menegakkan perintah Allah. Tidak dapat mencelakai mereka orang yang menghinanya dan juga orang yang menyelisihinya, hingga Allah datangkn kepada mereka perkaranya sedangkan mereka tetap kondisi seperti itu.” (HR. Bukhari 3641).

Imam Al-Baghawi mengatakan:

قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ، أَيْ مُتَمَسِّكَةٌ بِدِينِهَا.

“Senantiasa ada yang selalu menegakkan perintah Allah, yaitu teguh dengan agamanya.” (Syarhu Sunnah, Imam Al-Baghawi, wafat 516 h).

Islam asalnya putih bersih, berjalannya waktu dan jauhnya dari kenabian kemudian setiap orang ataupun kelompok mengambil bagian dari warna putih itu dan kemudian mewarnainya menurut hawa nafsunya, dari sekian warna yang banyak itu masih ada warna putih dimana orang yang datang kemudian menyangka bahwa warna putih itu bagian dari warna-warna yang ada sehingga orang memilih warna (kelompok) yang disukainya, padahal warna putih itu merupakan warna yang masih murni dan akan tetap ada sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits.

5.   Amal perbuatan dan ibadah selain dari islam tidak akan diterima.

Allah ta’ala berfirman.

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 85).

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ.

Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah adalah Islam..” (QS. Ali-Imran[3]: 19)

مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ.

“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim [14]: 18)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا.

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila di datanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.” (QS. An-Nur [24]: 39)

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا.

“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al Furqan [25]: 23).

Adapun dari hadits, dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ’anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللهِ، ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ، وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ، فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ ؟ قَالَ: لَا يَنْفَعُهُ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ.

Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an itu di masa Jahiliyyah biasa menyambung silaturrahim, memberi makan orang miskin, apakah itu akan bermanfaat untuknya?” Rasulullah menjawab, “Tidak wahai Aisyah, karena dia belum pernah sehari pun mengucapkan, “Tuhanku, ampuni kesalahanku di hari pembalasan.” (HR. Muslim 214, Ahmad 24621).

Imam An-Nawawi memberi penjelasan tentang hadits ini dengan menukil perkataan Al-Qadhi bin Iyadh, ia berkata, “Telah terjadi ijmak bahwa amal orang kafir itu tidak berguna bagi mereka dan mereka tak diganjar pahala karenanya, baik berupa kenikmatan maupun keringanan hukuman. Hanya saja sebagian mereka lebih pedih siksanya dibanding yang lain tergantung kejahatan yang telah mereka lakukan.”(Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi 3/87).

Demikianlah syarat diterimannya amal seseorang, oleh karena itu hendaknya seseorang bukan mengukur tentang banyaknya saja tetapi juga harus benar. Semoga bermanfaat.

 

-----000-----

Sragen 11-02-2025.

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUKUM SEPUTAR RAMADHAN 2025.

Mukadimah إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَات...