Rabu, 30 Oktober 2024

APAKAH ALLAH BERSAMA KITA. HUD AQIDATAKA BAB 2 SOAL 11.

 


BAB 2

MACAM-MACAM TAUHID DAN FAEDAHNYA

SOAL 11

APAKAH ALLAH BERSAMA KITA.

س ۱۱ - هلِ اللهِ معنا ؟

Soal : Apakah Allah bersama kita?

ج 11 - اللَّهُ مَعْنَا بِسَمْعِهِ وَرُؤْيَتِهِ وَعِلْمِهِ .

Jawab: Allah bersama kita pendengaran, penglihatan dan ilmu-Nya.

قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى { سورة طه : ٤٦

“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat kamu berdua." (QS. Thoha [20]: 46).

وَقَالَ :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(إِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ) .( أي بعلمه ( رواه مسلم

"Sesungguhnya kalian menyeru Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian." Yakni ilmu-Nya. (HR. Bukhari 4205, Muslim 2704).

 

-----000-----

 

Penjelasan:

1.   Allah ta’ala berada di atas langit tidak menyatu dengan hamba-Nya.

Banyak dalil-dalil yang telah kita sampaikan, yang menunjukkan Allah di atas ‘Arsyi-Nya.

Diantaranya firman Allah ta’ala:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى.

“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-A’la[87]:1).

Ketika kita berdzikir di saat bersujud:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى.

“Maha suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” (HR. Muslim 772, Tirmidzi 262, 886, Ahmad 3514).

2.   Ma’iyyatullah (kebersamaan Allah) dengan hamba-Nya.

Ma’iyyatullah (kebersamaan Allah) dengan hamba-Nya dengan dua macam:

1)   Ma’iyyatullah ‘ammah (kebersamaan Allah secara umum).

Di mana Allah melihat, mendengar dan mengawasi semua perbuatan hamba-hamba-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ .

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada dan Allah maha mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Hadid[57]:4).

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُو.

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada.” (QS. Al Mujadilah[58]: 7).

Maksud dari ma’iyyatullah ‘ammah (kebersamaan Allah secara umum) yaitu Allah mengawasi hamba-hambanya, mengetahui apa yang mereka perbuat baik lahir maupun batinnya.

أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ.

“Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah[2]:33).

Dengan Allah mengetahui apa yang diperbuat hamba, Allah akan membalas dari setiap amal hamba-hambanya.

2)  Ma’iyatullah khashsah (kebersamaan Allah secara khusus).

Allah ta’ala berfirman:

وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.

“Dan sabarlah kalian! Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal [8]: 46) (QS Al-Baqarah [2]:153).

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا.

“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah[9]:40).

Sehubungan dengan ayat di atas Abu Bakar menceritakan ketika di gua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Anas bin Malik:

نَظَرْتُ إِلَى أَقْدَامِ الْمُشْرِكِينَ عَلَى رُءُوسِنَا وَنَحْنُ فِي الْغَارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ إِلَى قَدَمَيْهِ أَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ، فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا.

"Aku memandang ke arah kedua telapak orang-orang musyrik yang berada di atas kepala kami ketika kami di gua, aku berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ya Rasulullah seandainya salah seorang dari mereka melihat kedua telapak kakinya niscaya dia akan dapat melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Wahai Abu Bakar, apakah dugaanmu tentang dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah.? ( HR. Muslim 2381, Ahmad 11).

Ketika nabi Musa diperintahkan mengingatkan Fir’aun, takut seandainya Mereka membunuhnya Allah ta’ala berfirman:

وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنْبٌ فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ . قَالَ كَلَّا فَاذْهَبَا بِآيَاتِنَا إِنَّا مَعَكُمْ مُسْتَمِعُونَ.

“Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku". Allah ta’ala berfirman, “Tidak (mereka tidak akan dapat membunuhmu). Maka, pergilah berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat). Sesungguhnya Kami menyertaimu mendengarkan (apa yang mereka katakan.” (QS.Asyu’ara[26]:14-15).

Dalam ayat yang lain Allah ta’ala berfirman:

قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى.

“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat kamu berdua." (QS. Thaha [20]: 46).

Adapun ma’iyatullah khashsah (kebersamaan Allah secara khusus) terhadap orang-orang beriman yaitu menunjukkan pertolongan Allah ta’ala, dukungannya. (Syarah al-Aqidah al-Wasithiyyah Syaikh Dr. Shalih  Al-Fauzan).

Dari Abu Musa al Asy‘ari raḍhiyallahu 'anhu berkata, Kami pernah bersama Nabi ṣallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu perjalanan. Maka ketika kami mendekati sebuah lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi ṣallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda:

ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ.

“Wahai sekalian manusia! Tenangkanlah diri kalian, karena kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan tidak ada! Sesungguhnya Dia bersama kalian, sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha dekat.” (HR. Bukhari 4205, Muslim 2704).

3.   Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

Allah ta’ala berfirman:

لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.

“Agar kalian mengetahui sesungguhnya Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu, dan bahwasanya ilmu Allah meliputi segala sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65]: 12)

Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi seandainya terjadi, semenjak bumi belum diciptakan, penciptaaan manusia di dalam perut, apa yang terjadi di dalam tubuh manusia itu sendiri, kehidupan manusia  di dunia dan kembalinya mereka di surga atau neraka, semua dengan pengawasan dan pengetahuan Allah ta’ala. Hal itu sebagaimana jeritan orang-orang kafir nanti ketika mereka masuk neraka dan meminta agar dikembalikan lagi kedunia, seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia Allah mengetahui mereka akan mengulangi kekafiran mereka lagi.

Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ.

“Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Dan sungguh mereka itu pendusta.” (QS. Al-An’am[6]: 28)

4.   Ungkapan kata نَحْنُ (Kami, jama’) terkadang menunjukkan Malaikat sebagai utusan Allah.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ.

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr[15]:9).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jibril:

أَلاَ تَزُورُنَا أَكْثَرَ مِمَّا تَزُورُنَا؟، قَالَ: فَنَزَلَتْ: وَمَا نَتَنَزَّلُ  إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ.

"Apakah gerangan yang mencegahmu untuk tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari biasanya?" Maka turunlah firman Allah ta’ala. “Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu.” (QS. Maryam[19]: 64) hingga akhir ayat. (HR. Bukhari 3218, Ahmad 2078, Tirmidzi 3158).

5.   Kedekatan Allah dengan hambanya yaitu Malaikat dan ilmu Allah.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ.

“Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah[2]: 186).

Hal ini sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau rahimahullah berkata, “Adapun firman Allah Azza wa Jalla :

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf[50]:16).

(maksud dekat ayat di atas) adalah kedekatan dzat para Malaikat dan kedekatan ilmu Allah Azza wa Jalla dari umat manusia. Allah  adalah Rabb (Penguasa) Malaikat dan ruh, sedangkan para Malaikat itu tidak mengetahui apapun kecuali dengan perintah Allah. Dzat para Malaikat lebih dekat kepada hati manusia daripada urat lehernya. Bisa jadi sebagian Malaikat lebih dekat kepada hati manusia daripada sebagian yang lain. Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman dalam ayat berikutnya:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ.

“(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaf[50]:17-18, Majmu’ Fatawa, 5/236).

Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ .

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hud[11]:82).

Mujahid mengatakan bahwa Jibril mengambil kaum Lut dari tempat-tempat penggembalaan ternak dan rumah-rumah mereka, lalu mengangkat mereka bersama ternak dan harta benda mereka. Jibril mengangkat mereka ke atas langit, sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, kemudian mereka dijungkirkan ke tanah. Jibril mengangkat mereka dengan sayap kanannya, dan tatkala Jibril menjungkirkannya ke bumi, maka bagian yang mula-mula terjatuh adalah bagian halaman (pinggiran) kota itu. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Hud[11]:82).

6.   Allah mendekat kepada hambanya sesuai dengan keagungan-Nya.

Sifat Allah ta’ala terbagi dua yaitu Sifat Tsubutiyah dan Salbiyah.

Sifat tsubutiyah (apa yang melekat pada dzat Allah ta’ala, seperti mendengar, melihat, berilmu dan lain-lain) terbagi menjadi dua:

Sifat dzatiah dan fi’liyah.

1)   Tsubutiah dzatiah, adalah sifat yang senantiasa terus ada pada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti As-Sama’, Al-Bashar, Al-Qudrah.

2)    Tsubutiah fi’liyah, adalah sifat yang terkait dengan kehendaknya, seperti berbicara, berbuat, datang, turun dan lain-lain kapanpun sesuai kehendak Allah ta’ala.

Adakalanya sifat Allah termasuk sifat dzatiah dan juga sifat fi’liyah, seperti sifat Al Kalam. (Lihat Syarah Lum’atul I’tiqad, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin).

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا.

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS.An-Nisa[4]:164).

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.” (QS. Al-A’raf[7]: 143).

Imam Syafi’i berkata: “Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy, mendekati makhluk-makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, dan turun ke langit bumi sesuai dengan kehendak-Nya.“ (Mukhtashar Uluw, Firqatun Najiah Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).

7.   Larangan keras mengatakan Allah dimana-mana.

Karena ilmu Allah meliputi segala sesuatu, bukan Dzat Allah ta’ala yang di mana-mana.

8.   Larangan keras mengartikan istiwa’ (bersemayam) dengan istaula (menguasai).

9.   Diantara sunnah Rasulullah menanyakan di manakah Allah.

Hal ini sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menanyakan kepada seorang budak wanita, dan sebagai pengajaran kepada mereka.

10.                     Allah tidak menyatu sama makhluknya.

 

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 30-10-2024

Junaedi Abdullah

 

 

 

Sabtu, 26 Oktober 2024

AKHLAQ SEORANG MUSLIM.

 


Tauhid merupakan prioritas dakwah para nabi dan rasul, begitu juga orang-orang yang meneladani di dalam dakwah mereka, namun bersamaan dengan itu mereka juga mendasari di dalam dakwahnya dengan akhlaq yang mulia.

Orang-orang yang meneladani para nabi dan para rasul hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia.

1.   Pengertian akhlak:

Di dalam bahasa Arab kata “akhlaq” (أخلاق) adalah bentuk jamak dari kata “khuluq” (خلق), yang berakar dari kata kerja “khalaqa” (خلق), yang berarti “menciptakan”. Kata “khuluq” diartikan dengan sikap, tindakan, dan kelakuan.

“Akhlaq” di dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan secara sederhana, yaitu “budi pekerti, kelakuan”, disinonimkan dengan kata-kata “tingkah laku, perangai, dan watak.”

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Akhlaq sebuah bentuk jiwa yang tertanam kuat, yang darinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pertibangan dan pemikiran. (Minhajul Qhasidin, oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi)

Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu:

1)   Akhlaq yang baik, apabila perbuatan-perbuatan tersebut baik.

2)   Akhlaq yang buruk, bila perbuatan-perbuatan tersebut buruk (Minhajul Qhasidin, oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi).

Apa perbedaan antara adab dan akhlaq.

Sebagian ulama menganggap hal itu sama, bagaimana beradab kepada Allah ta’ala, atau bagaimana berakhlaq kepada Allah ta’ala.

Ada juga yang membedakan, adapun perbedaan antara adab dan akhlaq yang paling mudah untuk bisa dipahami yaitu:

1)   Adab adalah sikap seseorang.

Bagaimana seseorang bersikap pada sebuah aturan yang sudah diketahui kebaikannya bersama, seperti adab makan, adab minum, adab ke kamar mandi atau adab seseorang kepada gurunya.

2)   Akhlak adalah sifat seseorang.

Sifat atau karakter seseorang yang dihasilkan dari didikan pada dirinya atau berasal dari takbi’at bawaan. Seperti jujur, dermawan, pembrani dan lain sebagainya.

Asal-muasal terjadinya akhlaq yang baik.

Akhlak bila ditinjau dari asalnya ada dua yaitu:

1)  Ghariziyyah atau Jibiliyah (naluriyah, bawaan).

Akhlak Ghariziyyah atau Jibilliyyah maksudnya Allah telah memberikan ke dalam dirinya akhlak yang mulia itu, dimana ia tumbuh dewasa di atasnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Asyaj Abdul Qais, beliau bersabda:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ، وَالْأَنَاةُ.

“Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah, yaitu kesabaran dan tidak tergesa-gesa.” (HR. Muslim 17, Tirmidzi 2011, Abu Dawud 5225).

2)   Muktasabah (apa yang diusahakan).

Akhlak Muktasabah maksudnya akhlaq yang dihasilkan dari usaha dan  latihan disertai permohonan kepada Allah ta’ala agar memberi akhlaq yang baik. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ  يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

“Barang siapa yang berusaha menjaga dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya. Barang siapa yang merasa cukup dengan pemberian Allah, maka Allah akan cukupkan. Barang siapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan menyabarkan. Tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari 6470, 1469, Abu Dawud 1644).

Ibnu Qudamah berkata, “Seandainya akhlaq tidak bisa bisa dirubah, niscaya nasehat-nasehat tidak akan berarti apapun, bagaimana mungkin seseorang mengingkari bila akhlaq bisa dirubah sementara seseorang melihat binatang buas bisa dijinakkan, anjing diajari kapan dia harus makan, kuda dididik bagaimana jalan yang baik dan dikendalikan dengan baik pula, hanya saja harus diakuai ada takbiat yang mudah dirubah kepada kebaikan dan ada pula yang sulit.” (Minhajul Qhasidin, oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi).

Pada masa jahiliyah kerusakan akhlaq dan moral merajalela, seperti  perzinaan, perjudian dan pembunuhan, namun setelah mereka masuk islam dan mendapatkan hidayah mereka menjadi manusia-manusia pilihan, inilah fakta dimana akhlaq bisa berubah.

2.   Akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau memiliki akhlaq yang mulia, oleh karena itu beliau bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكاَرِمَ اْلأَخْلاَقِ.

“Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 273, dishahihkan syaikh al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah 45).

Ketika beliau berdakwah keTha’if, dakwah beliau ditolak dan beliau disakiti, namun beliau tidak membalas hal itu semua, bahkan beliau berharap kebaikan pada mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا.

“…Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsyabain.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun juga.” (HR. Bukhari 3231, Muslim 1795).

Pujian Allah subhanahu wa ta’ala kepada Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4)

Allah memerintahkan agar kita meneladani Rasul-Nya.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).

Ibnu Katsir berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, (QS. Al-Ahzab[33]:21).

Akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah disaksikan kebaikannya baik dari orang yang memusuhi beliau ataupun orang yang dekat dekat beliau.

Diantara kesaksian tersebut:

Saat merenovasi kakbah.

Mereka berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan hajar aswad, hal itu terjadi 4-5 hari, bahkan hampir saja terjadi peperangan, kemudian Abu Umayah bin Mugirah al-Makzumi menawarkan, siapapun yang pertama kali melewati pintu masjid merekalah yang memutuskan, Allah taqdirkan Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam melewati pintu tersebut, merekapun berseru, “ Telah datang orang yang amanah (terpercaya).” (Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfury).

Kesaksian dari Abu Sufyan dihadapan raja Rum, yang di waktu itu masih menjadi orang kafir.

“Apa yang diperintahkannya kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “Ia memerintahkan kami agar menyembah Allah saja dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Melarang menyembah Tuhan-Tuhan nenek moyang kami. Memerintahkan shalat, sedekah, menjaga kehormatan diri, memenuhi janji, dan menunaikan amanah.” (Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfury).

Kesaksian orang-orang Quraiys ketika Rasulullah diperintahkan untuk berdakwah terang-terangan, kemudian belaiu naik kebukit Shafa, mereka percaya terhadap apa yang di sampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesaksian orang yang dekat dengan Rasullah shallallahu ‘alaihi a sallam:

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ : سُئِلَتْ عَائِشَةُ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَتْ : كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ.

Dari Al-Hasan ia berkata: Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia menjawab: “Akhlaknya adalah Al-Qur’an.” (HR. Ahmad 25813, Shahih menurut Syaikh Syu’aib Al-Arnauth, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al Jami’ 4811).

Keutamaan memiliki akhlaq yang baik, diantaranya:

1)  Menjadikan kecintaan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. An-Nahl[16]:128).

ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.

“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka kamu akan disayangi Dzat yang ada di langit.” (HR. Tirmidzi 1924, Baihaqi 17905, Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash Shahihah 925).

2)  Menjadikan Rasulullah cinta.

Orang yang ingin dicintai Rasulullah hendaknya memiliki akhlaq yang baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi 2018,  dihasankan oleh Syakh al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ 1535, As-Shahihah 791).

3)  Akan menjadi pemberat timbangan pada hari kiamat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ. 

"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia." (HR. Tirmidzi 2002, di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah 876).

Bagaimana seseorang berkata yang baik, tersenyum, bersabar dan lainnya yang semua ini tanpa dirasa merupakan tumpukan-tumpukan pahala yang sangat besar.

4)  Paling banyak memasukkan manusia kedalam surga.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke surga sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ  تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ  الْفَمُ وَالْفَرْجُ.

“Taqwa kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka beliau bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, Lihat As-Shahihah 977).

Bagaimana seseorang bertakwa kepada Allah dan berakhlaq yang mulia akan menjadikan kebaikan di dunia ini sehingga semua urusanya menjadi mudah, mendatangkan berkah, dan menjadikan masuk kedalam surga.

Sebaliknya mulut dan kemaluan dapat mendatangkan dosa, adzab, menjauhkan keberkahan dan memasukkan kedalam neraka.

Dia berbuat syirik, bid’ah, menuduh, menggunjing, marah tanpa alasan yang dibenarkan syari’at semua itu dilakukan dengan lisannya.

5)  Menunjukkan kesempurnaan dan kemuliaan iman seseorang.

Baiknya akhlaq seseorang menunjukkan kesempurnaan imannya, sedangkan orang yang sempurna imannya memiliki keutamaan yang besar, di sisi Allah ta’ala, Rasulullah sallallahu ‘alaaihi wa sallam bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).

Betapa banyak orang yang memiliki hafalan yang banyak, ilmu yang tinggi namun akhlaqnya rendah, oleh karena itu hendaknya mengiringi seseorang ilmu tersebut dengan akhlaq yang mulia sehingga dapat menyempurnakan imannya.

6)  Mendatangkan kecintaan manusia.

Fitrah manusia akan mencintai orang-orang yang berbuat baik.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ.

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali-Imran[3]:159).

Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ ! دُلَّنِـيْ عَلَـىٰ عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ.

“Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai manusia.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah 4102, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 944).

7)  Akhlaq yang baik dapat memuaskan hati manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّكُمْ لَنْ تَسَعُوْا النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ ، وَلٰكِنْ يَسَعُهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الوَجْهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ.

Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan jiwa manusia dengan harta-harta kalian, akan tetapi yang dapat memuaskan jiwa mereka adalah bermuka manis dan berakhlak yang baik. (HR. Tirmidzi 2018, Bazar 8544, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Thargib wa Tharhib 2661).

8)  Meluluhkan hati musuh.

Allah Ta’ala berfirman :

ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (QS. Fushilat : 34).

Banyak para sahabat dahulu yang memusuhi Rasulullah namun akhirnya mendapatkan hidayah tidak lain karena keindahan ajaran islam dan bagusnya akhlaq yang diajarkan Raslullah shallallahu ‘alahi wa sallam.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

الأعمال الصالحة والأخلاق الفاضلة والمعاملات الطيبة تفتح قلوب الأعداء أكثر مما تفتحه السيوف.

“Amal shalih, Akhlak yang mulia dan muamalah yang baik lebih banyak membuka hati para musuh daripada membukanya dengan pedang” (syarh Asy-Syafiah Al-Kafiyah 1/202).

9)  Akhlaq yang baik akan menjadi bukti dan saksi bagi orang lain.

Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu menuturkan:

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ، فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ, ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا، فَقَالَ: وَجَبَتْ, فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ.

“Sahabat Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Sahabat Umar bin Khathab berkata, “Apa yang wajib, ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah ini yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga. Dan orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari 1367, Abu Dawud 3233).

10)  Akhlaq yang baik akan menentramkan hati pelakunya.

Ketika Rasulullah menerima wahyu di permulaan dan berjumpa dengan Jibril sehingga beliau ketakutan dan pulang, meminta istrinya agar menyelimutinya.

Khadijah berkata menentramkan beliau:

كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا؛ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ.

“Demi Allah tidak mungkin! Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sebab engkau selalu bersilaturrahmi, meringankan beban orang lain, memberi orang lain sesuatu yang tidak mereka dapatkan kecuali pada dirimu, gemar menjamu tamu dan engkau membantu orang lain dalam musibah-musibah.” (HR. Bukhari 3, Muslim160).

Masih banyak lagi keutamaan akhlaq yang baik lainnya.

Ibnu Rajab al-Hambali menukil dari dari Muhammad bin Zaid, dimana akhlaq memiliki Rukun(pilar-pilar) yang berjumlah 4, yaitu:

1.   Menjaga lisan.

Dimana lisan akan meninggikan derajat seseorang di surga atau akan menjerumuskannya kedalam neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari, 6018, Muslim, 47)

Barangsiapa yang tidak mampu menjaga lisannya, berarti dia bukan termasuk orang yang berakhlak dengan baik.

Maksudnya adalah menjaga dan menahan lisan dari suatu pembicaraan, kecuali jika di dalamnya mengandung faedah. Sabda Nabi : “… maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” Di dalamnya mengandung ajakan agar seorang Muslim berpikir terlebih dahulu sebelum mengucapkan sesuatu.

2.   Menjauhi sesuatu yang tidak bermanfaat.

Allah ta’ala berfirman:

 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (QS. Al-Hujurat[49]: 12).

Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta(HR. Bukhari-Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari 5143, Muslim 2563).

Perkataan Ulama Salaf tentang Tajassus

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.” (Rifqan Ahlu as-Sunnah bi Ahli as-Sunnah, halaman 10).

Inilah hukum asal prasangka buruk terhadap sesama Muslim, yaitu terlarang. Karena kehormatan seorang Muslim pada asalnya terjaga dan mulia.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ.

“Maka sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan kalian haram atas sesama kalian.” ( HR. Bukhari 105, 1679).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi 2317 Ibnu Majah 3976. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Orang yang penuh dengan  kecurigaan adalah orang yang tidak memiliki adab dan akhlak yang baik. Karena kecurigaan akan mendorong perbuatan yang tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain, sikap seperti ini telah mengeluarkan seseorang untuk memiliki keistimewaan adab dan akhlaq yang baik.

3.   Tenang dan mampu menahan diri, terutama disaat marah.

Untuk memiliki akhlaq yang baik seseorang harus mampu mengendalikan dirinya, oleh karena itu Rasulullah memberi nasehat demikian itu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَوْصِنِيْ ، قَالَ : لَا تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : لَا تَغْضَبْ.

“Berilah aku wasiat” Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!”


لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ.

“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (Bukhari 6114, Muslim 2609).

Ketika seseorang sedang marah, maka hendaknya dia tidak berbicara atau berbuat apapun. Karena jika hal itu dilakukan,  seringkali ucapan dan perbuatannya akan mengeluarkan seseorang itu dari akhlak yang baik.

Oleh karena itu, disebutkan dalam sebuah ucapan terkait jeleknya marah adalah:

الغَضَبُ أَوَّلُهُ جُنُوْنٌ وَأٰخِرُهُ نَدَمٌ.

“Marah itu awalnya perbuatan kegilaan dan pada akhirnya adalah sebuah penyesalan.”

Hal itu terjadi karena saat marah ucapan dan tindakan yang dilakukan umumnya di luar kontrol. Maka bagi seseorang yang sedang marah, hendaknya memiliki pola dan metode untuk mencegahnya. Semisal yang disarankan Nabi dalam haditsnya, yaitu jika marah dalam keadaan berdiri, maka hendaknya duduk. Jika marahnya dalam posisi duduk, maka hendaknya berbaring. Dan dalam riwayat lain, ketika sedang marah, hendaknya diam.

4.   Selamatnya hati.

Hendaknya seseorang yang memiliki akhlaq baik mendasari kecintaan kepada sesama, hendaknya menjauhkan diri dari sifat hasad, iri, dengki, dendam dan juga kebencian tanpa alasan yang dibenarkan syari’at.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه.

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari 13, Muslim 45).

Hadits ini dijadikan sandaran oleh para ulama dalam bab akhlak, yaitu hendaknya hati seseorang itu selamat dari sifat-sifat yang tidak terpuji, baik berupa dengki, hasad dan berbagai macam penyakit hati yang lain. Oleh karena itu, selamatnya hati adalah sandaran utama dari tegaknya akhlak yang baik. Adapun bagi seseorang yang di dalam hatinya ada penyakit-penyakit yang jelek serta isi batin yang rusak, maka tidak akan mungkin akan bisa menjadi orang yang berakhlak baik, karena rusak dan melencengnya hati akan tampak pada sisi lahirnya. (Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzahullahu ta’ala dengan berbagai tambahan).


Jumat, 25 Oktober 2024

BAB 2 HAQ RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.


BAB 2

HAQ RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.

Rasululla shallallahu’alaihi wa sallam adalah adalah orang yang Allah pilih untuk menyampaikan syari’at kepada seluruh manusia, oleh karena itu beliau memiliki haq yang sangat besar.

Diantara haq beliau yang harus ditunaikan adalah:

1.   Mencintainya setelah mencintai Allah melebihi siapapun.

Allah ta’ala berfirman:

 Surah At-Taubah Ayat 24

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ.

"Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.' Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik,"(QS. At-Taubah [9]: 24).

اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri“. (QS. Al-Ahzab[33]:6).

"Dari Anas, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ.

“Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman, menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka." (HR. Bukhari 16, Muslim 43).

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.

“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.“ ( HR. Bukhari 15, Muslim 45, Ahmad 12814).

2.   Makna yang terkandung dalam syahadat.

Adapun makna seseorang bersyahadat, “anna Muhammad Rasulullah” yaitu: mengakui dengan lisan dan meyakini secara lahir dan batin bahwa Muhammad bin ‘Abdullah Al-Qurasyi Al-Hasyimi
(utusan) Allah ‘Azza Wajalla kepada seluruh makhluk, baik dari golongan jin maupun manusia. (Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ.

Katakanlah, (wahai Nabi) "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf[7]:158).

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.

"Dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiya[21]:107).  

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba’[34]:28).

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً.

"Bahwasanya nabi itu diutus khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia." (HR. Bukhari 335, Muslim 521, Ahmad 14264).

3.   Mengamalkan konsekuensinya.

Adapun konsekuensinya yaitu:

تَصْدِيقُهُ فِيمَا أَخْبَرَ.

1)  Membenarkan apa yang beliau beritakan.

طَاعَتُهُ فِيمَا أَمَرَ.

2)  Mentaati apa yang beliau perintahkan.

اجْتِنَابُ مَا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ.

3)  Menjahui apa yang dicegah beliau dan dilarang.

وَأَنْ لاَ يُعْبَدَ اللهُ إِلاَّ بِمَا شَرَعَ.

4)  Dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan.

(Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, kitab Tauhid Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan).

Adapun penjelasan dan dalil-dalil konsekuensi syahadat Rasul di atas yaitu:

1)  Dalil perintah agar membenarkan dan beriman kepada Rasulullah.

Allah ta’ala berfirman:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ.

''Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.'' (QS Al-Ahzab [33]: 40).

فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ.

“Maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nnya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya), dan ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk. (QS. Al-A’raf[7]:158).

2)  Dalil tentang wajibnya ta’at kepada Rasulullah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا .

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-nisa [4]: 59).

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.An-Nisa[4]:65).

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur [24]: 51).

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ.

“Barang siapa mentaati Rasul (Muhammad) sesungguhnya dia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa[4]:80).

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

”Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab[33]:71).

3)  Dalil wajibnya menjahui apa yang dilarang Rasulullah.

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr [59]: 7).

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.

“Apa yang telah kularang kalian darinya, maka jauhilah. Dan apa yang kuperintah kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari 7288. Muslim 1337).

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ.

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan, sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan.”(QS. Al-Mujadilah[58]: ayat 5).

4)  Dalil wajibnya beribadah harus dengan tuntunan Rasulullah.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ.

Katakanlah “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali-Imran[3]:31).

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ.

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura[42]:21).

Allah ta’ala juga mengancam orang-orang yang menyelisihi Rasul-Nya.

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.

“Hendaknya takutlah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau azab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ .مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak.”  “Barangsiapa mengerjakan sesuatu amal yg tidak ada contohnya dari urusan kami maka ia tertolak.(HR. Bukhari 2697 Muslim 1718).

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Setiap umatku akan masuk ke dalam surga kecuali yang enggan. Mereka para sahabat bertanya, “Siapa yang enggan?” Beliau berkata, “Barangsiapa mentaatiku dia masuk ke dalam surga, dan barangsiapa bermaksiat padaku maka dia telah enggan.” (HR. Bukhari 7280, Ahmad 8714).

4.   Memahami rukun syahadat Muhammad Rasullullah.

Rukun syahadat Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dua:

1)   ‘Abduhu. Meyakini bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba Allah. Rukun ini menafikan sifat ifrath (berlebih-lebihan) terhadap Beliau.

2)   Wa Rasuluhu. Meyakini bahwa Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam adalah orang yang benar-benar diutus Allah ta’ala. Rukun ini menafikan sifat tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Kitab tauhid, Syaikh Dr. Shalih Bin Fauzan al-Fauzan).

Penjelasan syarat syahadat Rasul di atas sebagai berikut :

Hendaknya meyakini bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Beliau adalah hamba dan RasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini.

1)  Hamba Allah yang muliakan.

Beliau hamba Allah yang sangat mulia, akan tetapi beliau juga manusia biasa dan berlaku sifat-sifat kemanusiaan sebagaimana manusia lainnya. Hanya saja Rasulullah maksum (terjaga dan dibimbing Allah ta’ala).

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ.

"Katakanlah, Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah satu.." (QS. Al-Kahfi [18]: 110).

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ.

“Katakanlah (wahai Muhammad), ’Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan.” (QS Al-A’raf[7]: 188

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ.

"Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya." (QS. Al-Isra[17]: 1).

Beberapa kali Rasulullah juga pernah lupa di dalam shalat, Rasulullah juga pernah mengajak umul mukminin  Aisyah radhiyallahu’anha bepergian dan tertinggal dari sekedupnya, sementara Rasulullah tidak mengetahui.

Semua ini menunjukkan Rasulullah tidak mengetahui perkara gaib kecuali saat diberi tahu oleh Allah ta’ala. Oleh karena itu beliau tidak memiliki sifat ketuhanan sebagaimana angapan sebagian orang.

2)  Beliau Rasulullah (utusan Allah).

Beliau adalah Rasulullah, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah ta’ala, rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan), tidak boleh direndahkan dan wajib di taati.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ.

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) “ (QS. An-Najm[53]:3-4).

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ.              

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah..” (QS.An-Nisa[4]:64).

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ.

Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” janganlah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman… (At Taubah[9]: 65-66).

5.   Membela Rasulullah

Pembelaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khususnya dari pihak yang ingin mendiskreditkan, memfitnah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam.

Pembelaan beliau di waktu masih hidup yaitu dengan turut berjihad bersama beliau, adapun setelah meninggal Pembelaan kepada beliau dengan menjaga sunnah-sunnahnya dari orang-orang yang menyimpang.

Karena pembelaan kepada beliau berarti juga pembelaan kepada kebenaran dan keberlangsungan ajaran Islam. Allah selalu membela Nabi, dengan menurunkan mukzijat, memberikan kemampuan berdebat, bahkan dengan menurunkan para malaikat kepada beliau.

 Allah ta’ala berfirman:

تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

“(Yaitu) Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.” (QS. Ash-Shaf[61]:11).

Demikianlah semoga bermanfaat.

-----000-----

Sragen 26-10-2024

Junaedi Abdullah.

AMAL-AMAL SETELAH RAMADHAN.

AMAL-AMAL SETELAH RAMADHAN. Setelah menjalankan rangkaian ibadah dibulan Ramadhan banyak kaum muslimin kembali kepada kebiasaannya. ...