A KEUTUHAN RUMAH
TANGGA.
Setiap pasangan menghendaki agar
rumah tangganya bahagia, namun karena sedikitnya ilmu, salah dalam mengambil
panutan menjadikan rumah tangganya kandas, hal ini yang menjadikan tingkat
perceraian di masyarakat kita meninggat.
Perlu di ketahui untuk mewujudkan
rumah tangga yang bahagia tidak serta-merta terwujud begitu saja, namun ada
tangga-tangga yang harus ditapaki,
perjuangan yang dilakukan bukan tanpa pengorbanan.
Penting untuk mengetahui hal-hal
berikut ini sebagai cara untuk merekatkan pasangan dan mempertahankan sebuah
rumah tangga.
1. Mempelajari
agama islam dengan serius dan kontinyu.
Kunci sukses hidup bahagia tak lepas
dari pengetahuan masing-masing pasangan, semakin dalam pengetahuan agama
masing-masing pasangan, kemudian dipraktekkan dengan baik dan benar di dalam
rumah tangganya niscaya semakin sedikit tingkat perselesihan yang terjadi.
Oleh karena itu rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu
Majah. Dishahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah 224)
Apabila masing-masing pasangan belum
memahami agama dengan benar, hendaknya wajib menuntut ilmu, karena ilmu agama
inilah nantinya yang akan megendalikan masing-masing pasangan, dimulai dengan masalah
aqidah, ibadah, muamalah, karena hal ini selalu di pergunakan, menyangkut sendi
vital dalam rumah tangga, hajad kebutuhan hidup, penentu kenahagiaan dunia dan
akhirat.
Ilmu agama akan berbicara tentang haq
dan kewajiban, baik kepada khaliq maupun makhluk, mengajarkan perkara yang paling peting baru
yang penting.
2. Hendaknya
lemah lembut di dalam bergaul dengan pasanganya.
Dalam memulai hidup berumah tangga, maupun
rumah tangga yang telah dijalani bertahun-tahun banayak pasangan yang tidak
memahami perkara ini. Padahal ini merupakan salah satu haq masing-masing
pasangan, sebagaimana hal ini juga dikatakan syaikh Mahmud Al-Misri di dalam
kitabnya “At-Tazawwaju Al-Islamiyu As-Sangidu.”
Masing-masing pasangan hendaknya berkata
dengan lemah lembut, karena manusia adalah makhluk yang berperasaan bukan
robot, terutama wanita, mereka sangat peka dan mengedepankan perasaan, oleh
karena itu Allah berpesan kepada para suami agar bergaul dengan istrinya dengan
baik. Allah ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
Dan pergaulilah mereka dengan cara yang patut. (QS An
Nisaa’[4]:19)
اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ
الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ … -وَفِي رِوَايَةٍ- الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ
“Berwasiatlah kalian dengan kebaikan
kepada para wanita (para istri), karena wanita itu diciptakan dari tulang
rusuk…” Dalam satu riwayat: “Wanita itu seperti tulang rusuk...” (HR. Bukhari 3331
Muslim 1468)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah-istri beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ
رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang
mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.”
(HR.Bukhari 6927 Muslim 2165)
Begitu pula seorang istri hendaknya berkata lemah lembut
kepada suaminya, menghormati suaminya, tidak mengeraskan suaranya di depan suaminya.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ
َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.
"Seandainya aku boleh menyuruh
seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud
kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi 1159 Ibnu Hibban 1291. Di shahihkan syaikh
al-Albani di dalam Irwaa ul ghaliil 1998).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
tanya, “siapakah wanita yang baik ..” beliau menjawab:
الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا
نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا
بِمَا يَكْرَهُ.
“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami
jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan
hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i 3231,
dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani)
Merupakan tanda sebuah kebaikan
apabila sebuah rumah tangga di dalamnya penuh dengan kasih-sayang,
lemah-lembut, tenang, damai, tentram, sebagaimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam sabdakan:
إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ
بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ
“Sesungguhnya jika Allah
menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan kelembutan
kepada mereka” (HR Ahmad 24427dan dishahikan oleh al-Albani dalam As-Shahihah
523)
3. Memberi
nafkah yang halal.
Setiap pasangan hendaknya saling memahami posisi
masing-masing.
Seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga, penanggung jawab
memberi nafkah bagi keluarganya, Allah ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا
فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم .
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’[4]: 34)
Allah ta’ala memerintahkan agar memberi
nafkah yang halal.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا
فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ.
“Wahai manusia, makanlah olehmu dari apa yang ada dibumi ini yang
halal dan baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya
syaitan itu adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al-Baqarah[2]:168)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ
تَعْبُدُونَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa
yang telah kami rezkikan kepadamu dan bersukurlah kepada Allah jika kamu hanya
menyembah kepada-Nya saja.”(QS. Al-Baqarah[2]:172)
Hendaknya meyakini bahwa sesuatu yang
halal telah sediakan Allah, telah ditulis, dan Allah akan datangkan untuk
dirinya, hanya saja kita tetap wajib berusaha dan bersabar ketika di uji dengan
kekurangan.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرض إِلا عَلَى الله
رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ.
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Al
Lauh Al Mahfuz).” (QS. Hud[11]: 6).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ
الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ
وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ.
“Kemudian diutuslah Malaikat untuk
meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan empat kata,
rezkinya, ajalnya, celaka atau bahagia…” (HR. Bukhari 3208 Muslim 2643)
Rezki kita akan mendatangi kita
sebagaimana ajal yang akan mendatangi kita.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
لَوْ أَنَّ
ابْنَ آدَمَ هَرَبَ مِنْ رِزْقِهِ كَمَا يَهْرُبُ مِنَ الْمَوْتِ لَأَدْرَكَهُ
رِزْقُهُ كَمَا يُدْرِكُهُ الْمَوْتُ
“Seandainya
anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, niscaya
rezekinya akan mendatanginya sebagaimana kematian mendatanginya.” (HR.
Abu Na’im di dalam Hilyah Auliya 7/90 , dishahihkan Syaikh al-Albani dalam
ash-Shahihah: 952)
Hendaknya suami istri bersabar ketika
diuji dengan kekurangan, yakinlah bahwa Allah akan memenuhi rezki kita.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
وَأَنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رُوعِيَ
أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا, فَاتَّقُوا اللهَ
وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ, وَلَا يَحْمِلَنَّكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ
تَطْلُبُوهُ بِمَعَاصِي اللهِ, فَإِنَّهُ لَا يُدْرَكُ مَا عِنْدَ اللهِ إِلَّا
بِطَاعَتِهِ.
“Dan sungguh Ar-Ruhul Amin (Malaikat
Jibril yang terpercaya) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu
jiwa sampai ia menyempurnakan rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan
perbaguslah dalam mencari rezki, dan sekali-kali janganlah lambatnya rezeki
menjadikan kalian mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah, karena
sesungguhnya tidak akan diraih apa yang ada di sisi Allah kecuali dengan
menaati-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam
Al-Kabir 8/166, Lihat Silsilah Al Hadist As Sahihah 2866).
Seorang suami hendaknya bersemangat
di dalam mencari nafkah yang halal.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ
تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغدُوْ خِمَاصًا ،
وتَرُوْحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan
sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, niscaya kalian akan diberikan rizki oleh
Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut
keluar dalam keadaan lapar dan di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR
Tirmidzi 2344, Ibnu Majah 4164, lihat Silsilah Al Hadist As-Sahihah 310).
Sesuatu yang haram hanya akan
mendatangkan kemurkaan Allah, kerusakan bagi dirinya, keluarganya, di dunia
maupun di akhirat.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ.
“Sesungguhnya tidak akan
masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas
untuknya.“ (HR Ahmad 14441 Ibnu Hibban 4514 dan dishahihkan al-Albani At-Ta’liqu
Ragib 3/350)
Adapun wanita tidak diwajibkan untuk
mencari nafkah, seandainya wanita ingin bekerja harus ijin suaminya, bila
suaminya tidak membolehkan wajib dirinya taat, seandainya di ijinkan hendaknya
menjauhkan dari fitnah, seperti berkumpul dengan laki-laki, keluar di malam
hari, dan lain-lain.
Seandainya aman dari fitnah, suami
mengijinkan, hasil yang dimiliki adalah hak istri suami tidak boleh
mengambilnya kecuali atas keridhaannya, begitu pula suami tetap wajib
memberikan nafkah.
Apabila tempat kerja wanita tersebut
banyak maksiat, meskipun suaminya mengijinkan syariat tidak membolehkan hal itu,
hendaknya di tinggalkan.
Sebagaian wanita mereka tidak lagi
menghiraukan rambu-rambu syari’at ini, mereka para wanita bekerja campur baur
dengan para laki-laki. Yang lebih parah mereka meninggalkan tempat tinggalnya
sehinga tidak diragukan lagi kerusakan-kerusakan yang pasti terjadi menimpa
keluarganya.
Nabi Sallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
لا
يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ لَيْلَةٍ إلَّا وَمعهَا
رَجُلٌ ذُو حُرْمَةٍ منها
“Tidak halal bagi seorang
wanita Muslimah, bersafar yang jauhnya sejauh perjalanan sehari semalam,
kecuali bersama lelaki yang merupakan mahramnya.” (HR. Muslim 1339)
Nabi Sallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لاَ
تُسَافِرِ المَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ، وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ
إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ
أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا، وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقَالَ:
اخْرُجْ مَعَهَا.
“Seorang wanita tidak boleh
melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke
rumahnya kecuali ada mahramnya”. Maka seorang sahabat berkata: “wahai
Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) perang ini dan itu, sedangkan
istriku ingin berhaji”. Nabi bersabda: “temanilah istrimu berhaji.” (HR.
Bukhari 1862, Muslim 1341).
Mereka para wanita, baik
yang masih lajang maupun sudah menjadi istri, yang bekerja di luar kota maupun luar
negri telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Jika sudah demikian sulit untuk
mewujudkan ketentraman dan keutuhan rumah tangganya.
Adapun yang paling utama seorang
istri adalah melayani suami dan mendidik anak-anaknya, menjaga harta suami dan
membelanjakan sesuai kebutuhan, disamping beribadah kepada Allah ta’ala,
seperti shalat, puasa, zakat inilah jihadnya bagi para istri.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ
الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ
بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ .
“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat
yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga
kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari
pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661 Ibnu Hibban 4163, Syaikh
al-Albani berkata: “Hasan ligairihi”, lihat pula di dalam Shahihul-Jami’ 660)
4. Bermusyawarah dengan anggota keluarga.
Biasakanlah untuk bermusyawarah
dengan anggota keluarga kita, sepeerti istri maupun anak bila telah di
karuniai.
Hal ini sangat penting, terutama
dalam perkara-perkara penting, seperti buka usaha, infestasi, pinjam-meminjamkan,
berwisata dan lain-lain, karena demikian menjadikan istri merasa tersanjung, dihormati,
dianggap, dan bahkan terkadang mampu mengurai masalah dan memberi usulan yang
bermanfaat.
Allah ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159).
Ketika
terjadi perjanjian Hudaibiyah, dipermulaan apa yang di putuskan dalam
perjanjian tersebut, para sahabat kecewa, ketika beliau memerintahkan mereka,
mereka tidak menghiraukan, kemudian Rasulullah masuk menemui istrinya umu Salamah,
umu Salamah memberikan masukan kepada Beliau dan Beliau menerima, akhirnya kaum
muslimin mengikuti Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam saja menerima masukan istrinya, bagaimana dengan kita, siapakah diri
kita..? hendakya kita malu untuk cari menang sendiri.
Musyawarah menjauhkan sifat otoriter,
lebih adil, menjadikan semua terbuka, yang paling penting seandainya terjadi sesuatu
yang tidak di inginkan, seperti salah langkah sehingga bangkrut, atau berdampak
pada ekonomi rumah tangganya, tidak ada yang saling menyalahkan karena telah di
sepakati bersama. Demikian ini juga dibahas para ulama.
Banyak suami istri mereka memutuskan
sendiri-sendiri perkara yang menyangkut kelangsungan keluarganya, seperti
meminjamkan sertifikat, berinfestasi dan lain-lain sehingga ketika ada kerugian
dan permasalahan, terjadi keributan dalam rumah tangganya dan tidak sedikit
sampai membawa pada perceraian.
5. Dekat dengan
pasangannya.
Pasangan kita
merupakan pakaian kita, yang seharusnya selalu dekat, dan bahkan melekat, baik dari
sisi komunikasi dan juga badan, oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
.
“Mereka itu adalah
pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah
[2]:187)
Perlu diketahui, dekatnya badan
sangat besar pengaruhnya terhadap dekatnya hati, hal ini disampaikan pula oleh
Syaikh Abdurrahman bin Abdullah al-Qarawi di dalam bukunya Az-Zaujan fi khaimah
as-Sa’adah(suami istri dalam tenda kebahagiaan).
Oleh karena itu bagi siapapun yang menghedaki keluarga yang
harmonis sudah selayaknya mengaca dan meneladani apa yang dilakukan Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tapi
perlu di ingat, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum mendekat kepada
istrinya, beliau senantiasa menjaga kebersihannya.
Beliau mengawali dengan bersiwak (menggosok gigi) ketika mau
masuk rumah. Dari Al
Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata:
سَأَلْتُ عَائِشَةَ
قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا
دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.
Aku bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lakukan ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.(menggosok
gigi)” (HR. Muslim 253)
Rasulullah
biasa bercengkrama sesaat sebelum tidur dengan istrinya,
Berkata Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhu:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي
مَيْمُونَةَ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً، ثُمَّ رَقَدَ .
“Aku menginap di rumah bibiku
Maimunah (istri Nabi), Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa saat, kemudian beliau
tidur.” (HR. Bukhari 4569)
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan istrinya di malam hari. dikisahkan dalam sebuah hadits riwayat Imam
Muslim, dari umul mukminin Aisyah radiallahu’anha, dia berkata:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ فَإِذَا
بَقِيَ الْوِتْرُ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ فَإِذَا أَوْتَرَ
قَالَ قُومِي فَأَوْتِرِي يَا عَائِشَةُ.
“Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat malam,
dan ketika tersisa shalat witir, beliau membangunkan aku dan kemudian aku
shalat witir.” Dalam sebuah riwayat disebutkan; Ketika Nabi sallallahu ‘alaihi
wa sallam sudah shalat witir, beliau berkata “Bangunlah, dan shalatlah witir
wahai Aisyah.” (HR. Muslim 744)
وَعَنْ
أَبِي سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالاَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أهْلَهُ مِنَ اللَّيْلِ
فَصَلَّيَا – أَوْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَمِيعاً ، كُتِبَا في الذَّاكِرِينَ
وَالذَّاكِرَاتِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan Abu Sa’id
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila seorang lelaki membangunkan istrinya pada waktu malam, lalu
mereka berdua shalat atau shalat dua rakaat Bersama, akan dituliskan keduanya
ke dalam golongan laki-laki dan perempuan ahli dzikir.” (HR. Abu Daud 1309,
Ibnu Majah 1335, Ibnu Hibban 2568, Syaikh al-Albani menshahihkan di dalam
shahih Abu Dawud 1182).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam biasa bermanja dan tiduran di pangkuan ibunda
Aisyah sebagaimana salah satu riwayat hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ رَأْسَهُ فِي حِجْرِي فَيَقْرَأُ وَأَنَا حَائِضٌ
Dari
Aisyah dia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meletakkan
kepalanya di atas pangkuanku, lalu beliau membaca (Al-Quran), sementara saya
dalam keadaan haid.” (HR. bukhari 297, Abu Daud 260, Ahmad 24862, Ibnu Majah
634)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mencium
istrinya ketika hendak shalat.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ
صلى الله عليه وسلم قَبَّلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ .
Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya, dan
beliau tidak berwudhu’ (lagi). (HR. Tirmidzi 86, Abu Dawud 178 di shahihkan
Syaikh al-Albani)
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi bersama dengan istrinya.
Umul
mukminin Aisyah radiallahu’anha beliau berkata:
قَالَتْ
عَائِشَةُ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ
إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ.
“Aku dan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam mandi
bersama dalam suatu wadah yang satu sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.”
(HR. Bukhari 273 Muslim 321)
Ummu Salamah juga menceritakan:
وَكُنْتُ
أَغْتَسِلُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ
وَاحِدٍ قَالَتْ: وَكَانَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ.
“Aku
pernah mandi bersama Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam
sebuah wadah yang sama. Beliau Sallallahu ‘alaihi wa Sallam menciumku
sedangkan beliau sedang dalam keadaan berpuasa.”(HR. Ahmad 26566 dengan syarat
Bukhari Muslim).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga
pernah berlomba dengan istrinya, beliau memerintahkan rombongan duluan, “
Kalian duluan”
Kemudian beliau bersabda:
تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ
“Kemarilah
sampai aku bisa mengalahkanmu..” “Akupun lomba lari dengan Beliau dan aku bisa
mengalahkan beliau.” Hingga setelah aku mulai gemuk, berlemak dan sudah lupa
dengan perlombaan yang dulu, aku pergi bersama beliau untuk melakukan safar.
Beliau meminta kepada rombongan, “Silahkan kalian jalan duluan.” Merekapun
jalan duluan, lalu Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengajakku,
تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ
“Kemarilah
sampai aku bisa mengalahkanmu…” Akupun lomba lari dengan beliau, beliaupun bisa
mengalahkanku. Beliau tertawa dan mengatakan, “Ini pembalasan yang kemarin.”
(HR. Ahmad 26277, Abu Dawud 2578 Ibnu Hibban 4691 di shahihkan oleh Syaikh
al-Albni di dalam shahihul jami’ 7007)
Umul
mukminin Aisyah menyisir rambut Rasulullah.
Aisyah radhiallahu ‘Anha berkata:
كُنْتُ أُرَجِّلُ رَأْسَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ وأنا حائض
“Aku menyisir kepala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, dan saat itu aku sedang haid.” (HR.Bukhari 295 Abu Dawud 100)
Seorang suami bisa
mengajak istrinya untuk saling menyimak bacaan Al-Qur’annya, saling mengisi
kekurangannya, seperti makhraj, tahsin, dan tajwidnya.
Seorang
suami bisa mengajak istrinya seperti latihan memanah, senam dan yang lainnya,
adakalanya dia bisa berlomba, seperti jalan cepat, melempar batu di dalam air ataupun renang di
tempat yang aman.
Begitu
pula seorang istri bisa membantu memotong kuku suaminya, mencabut bulu ketiak,
memijat suami ketika kelelahan, menyisir rambutnya, dan menjumlah keuangan
suaminya.
Demikianlah
seharusnya suami istri, Semua ini akan mejadikan hubungan keluarga menjadi harmonis,
bayangkan jika suami istri jauh tanpa komunikasi, keluar masuk selalu diam,
makan minum tidur semua masing-masing tanpa komonikasi tentu akan menjenuhkan
di dalam hidupnya.
Hal
demikian ini sangat berbahaya sekali apabila terus-menerus di dalam rumah tangga
mereka, mereka tak mendapatkan keharmonisan di dalam rumah tangganya, ini
memudahkan syaitan masuk dan menguasainya, ketika orang fasik menggoda masing-masing
pasangan, sangat mudah untuk meruntuhkan keimanan mereka, karena keadaan
seperti ini sudah bisa ditebak, umumnya jauh komunikasi, jauhnya fisik, jauh pula
hubungan badan, padahal hal itu merupakan kebutuhan setiap pasangan.
Hendaknya
menyadari syaitan selalu mengintai dan menghendaki rumah tangga seseorang
berantakan hingga terjadi perceraian, demikianlah badai itu akan mudah
memporak-perandakan bangunan rumah tangga tersebut.
6.
Qana’ah (puas terhadap karunia Allah)
Penting bagi pasangan suami istri memiliki sifat qana’ah, yaitu
merasa puas dengan karunia Allah, dimana dijaman ini sangat besar tantangan
bagi kaum hawa, terkadang suami memiliki penghasilan pas-pasan, sementara
kebutuhan banyak, belum lagi mereka para pedagang tidak hanya di pasar dan di
toko-toko saja, tapi sudah merambah kemana-mana, di group facebook, WA,
telegram dan lain-lain, oleh karena itu belanja online menjadi trend bagi para
wanita.
Persaingan ekonomi dimasyarakat yang sangat cepat ini, sangat
mempengaruhi sebagian orang-orang yang hatinya lemah, mereka merasa tidak mampu
megikuti, sehingga memunculkan permasalahan dirumah tangga mereka terutama
seorang istri, seperti sering cekcok, rewel, kecewa, membandingkan dengan
tetangga sebelah, bahkan tidak sedikit yang akhirnya minta cerai dengan
suaminya.
Bila hal ini tidak di
luruskan akan membawa kepada kehancuran rumah tangga. Yang di mulai dari
memaksakan kehendak tanpa mengukur kemampuan sehingga terlilit hutang yang banyak,
bahkan tidak sediki yang terjerumus di dalam riba.
Disinilah pentingnya seseorang beramal dengan ilmunya, menata
hatinya agar bersyukur dan qana’ah, agar hati tidak galau, bingung, sedih dan kecewa
terhadap karunia Allah berikan.
Perlu
diketahui setiap orang itu memiliki garis taqdir sendiri-sendiri sebagaimana
ajal yang menyertainya tiap-tiap orang, sehingga tidak bisa di samakan rezki
masing-masing orang.
Sebagaimana yang kita saksikan,
semangat orang itu berbeda-beda, derita dan cobaan orang itu berbeda-beda,
demikian pula ajalnya juga berbeda-beda, jika demikan jelas rezki mereka tentu
juga berbeda-beda.
Rezki bukan hanya terpaut pada materi
atau uang saja, tapi anak yang shalih, badan yang sehat, ilmu yang bermanfaat, terhindar
dari musibah, pikiran tenang dan lain-lain, sehingga bisa jadi ketika kita
menghendaki seperti apa yang dimiliki orang lain, justru orang lain tersebut
menginginkan apa yang Allah berikan kepada kita, oleh karena itu
hitung-hituglah nikat Allah itu dan sadarilah semua yang Allah berikan kepada
kita sangat banyak.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ
مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ .
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah.” (QS.
An-Nahl[16]:53)
Berapapun pemberian Allah ketika seseorang tidak mampu bersyukur yang
ada hanyalah kurang dan terus kurang.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ
الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ.
“Barang
siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri
sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad 4:278. Di hasankan Syaikh
Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 667)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ
أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ
“Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu
lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan
tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah.” (HR. Al-Bukhari 6439 Muslim
1048 dengan lafad Bukhari)
Dalam lafazh lain disebutkan,
عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ
سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِى خُطْبَتِهِ يَقُولُ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ
يَقُولُ لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ
وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا
أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ
، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ.
“Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia
berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas
mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan
emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi
yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan
Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari 6438).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
telah membimbing kita untuk menumbuhkan rasa syukur agar kita melihat orang di
bawah kita.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ
هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ
أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat
orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian
tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." (HR Bukhari
6490 Muslim 296)
Allah mengancam para wanita yang mereka tidak bersyukur kepada
suaminya.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا
النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ
الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ
شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.
“Diperlihatkan kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan
penghuninya adalah para wanita yang ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam
ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada Allah..? Nabi bersabda: “Mereka ingkar
kepada suaminya dan ingkar kepada kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat
baik kepada salah seorang mereka selama satu tahun, kemuadia wanita tersebut
melihat satu kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat
engkau berbuat baik sedikitpun” (HR. Bukhari 1052 Muslim 907)
7.
Menjadikan akhirat sebagai tujuan bahtera rumah
tangganya.
Hendaknya
pasangan suami istri menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, karena hal ini
akan menetramkan hatinya, menjauhkan keserakahan, tamak, rakus terhadap dunia, tak
lagi menghiraukan perkataan miring orang lain, bila sudah berada pada jalur
yang benar.
Allah
ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
“Katakanlah: sesungguhnya
shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.” (QS. Al An’am[6]:162)
Bukan suatu yang rahasia lagi bila seseorang hidup di tengah
masyarakat semua di komentari, yang baik di komentari apalagi yang buruk,
meluruskan niat dan tujuan hidup sangat penting didalam hidup seseorang.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ.
“Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adzariat[51]:56)
Sebenarnya dengan mengingat tujuan hidup tersebut, seseorang akan
terkendali, karena tujuan hidup bukanlah mengejar harta yang melimpah, pangkat
yang tinggi, popularitas dan lain sebagainya, meskipun mencari harta banyak
dengan cara yang benar dan di keluarkan haqnya itu boleh, namun bila sampai
meninggalkan ibadah kepada Allah dan hanya itu yang menjadi tujuan hidupnya
itulah yang tidak boleh.
Begitu pula apabila seseorang menjadikan dunia ini sebagai tujuan
hidupnya dengan melalaikan akhirat niscaya akan berantakan rumah tangganya,
jauh dari kebahagiaan, dan siapapun yang berpaling dari agama ini akan
merasakan hidup menderita, baik di dunia maupun di akhirat.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh,
dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada
hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha[20]:124)
Ibnu
katsir menyebutkan, “Menyelisihi perintah-Ku, apa yang aku turunkan kepada
Rasul-Ku, berpaling dan mengambil petunjuk selain peyunjuk-Ku, “Dia akan
menjalani kehidupan yang sempit” yaitu di dunia, hati yang tidak tenang, hati
yang tidak longgar bahkan terasa di dalam dada kesempitan.” (Tafsir Ibnu Katsir
QS. Taha[20]:124)
Kenapa demikian, karena yang terbetik dalam
pikirannya hanyalah bagaimana bisa sukses, bisa kaya, banyak harta, bisa
mengalahkan kanan kirinya, segera memiliki mobil mewah, rumah wah, dan
lain-lain, sehingga malas untuk beribadah.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ
فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما
كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في
قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.
“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan
urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia
kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat
sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di
dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai
sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu Majah 4105 dan di shahihkan syaikh al-Albani)
Inilah kabar
gembira dan sekaligus ancaman bagi siapapun, barang siapa yang mengejar akhirat
Allah akan sertakan dunia baginya, namun barang siapa di dalam hidupnya hanya
mengejar dunia dirinya akan sengsara.
Padahal kekayaan itu hakekatnya bukan hanya semata-mata banyaknya
harta.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ
كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya
kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa
cukup.” (HR. Bukhari 6446 Muslim 1051)
Beberapa contoh yang Allah tunjukkan.
Fir’aun, memiliki kekuasaan dan kekuatan pasukan, namun
ketika dirinya kafir kepada Allah ta’ala semua yang dimiliki tak ada nilaiya,
bahkan menjadi bencana bagi dirinya, dahulu di dalam hidupnya selalu dihantui
dengan kehancuran kerajaanya, sebelum benar-benar ditenggelamkan di dalam
lautan. Kekuasaan yang dimilikinyapun tak mampu mewujudkan kebahagiaan.
Qorun meskipun bergelimang harta yang kunci-kuci gudangnya
tidak kuat di pikul oleh dua orang yang kuat, akan tetapi dirinya kafir dan
sombong merasa kesuksesan yang di terima tidak lain karena kepandaian yang di
miliki sendiri, akhirnya diapun benamkan di dalam bumi. Qarun tidak juga bisa
merasakan bahagia.
Berapa banyak selebritis di dunia ini yang mereka terpaksa
harus bunuh diri, tidak lain karena keyataan hidup yang tak mampu untuk di
hadapi, ternyata popularitas yang didambakan setiap orang itu tidak juga dapat
membahagiakan.
Oleh karena itu siapapun yang mengejar dunia, baik harta,
pangkat, popularitas, maupun kemegahan yang lainnya tanpa di dasari keimanan
niscaya dia tidak akan mendapatkan kebahagiaan kecuali semu, bahkan dirinya
akan disiksa dengannya.
8. Hendaknya pasangan suami istri selalu bertaqwa kepada Allah.
Taqwa sangat besar
pengaruhnya di dalam menentukan kebahagiaan hidup keluarga seseorang.
Taqwa maknanya:
seorang hamba memasang perisai yang melindungi dirinya dari apa yang ia takutkan
dan khawatirkan.
Ketakwaan hamba kepada
Allah berarti membuat perisai yang melidungi Antara dirinya dan yang ia
takutkan dari-Nya yaitu kemurkaan dan siksa-Nya. Caranya dengan menjalankan
ketaatan kepadanya dan menjahui dari mendurhakai-Nya. (Lihat jami’ul ulum wal
hikam, Ibnu Rajab Al Hambai, hadis ke-18)
Bila suami istri telah
mampu benar-benar merealisasikan keimanan dan ketaqwaannya, hatinya di liputi
kebahagiaan, ketenangan, ketentraman tidak ada rasa kuatir dan kecemasan.
Allah ta’ala berfirman:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا
وَكَانُوا يَتَّقُونَ.
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang
yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus[10]:62-63)
Tidak ada rasa kuatir tentang hari esok, karena rezkinya telah
ditanggung oleh Allah, tidak ada kuatir rezkinya tertukar terhadap orang lain,
semuanya dia yakini bahwa Allah akan meberikan yang terbaik bagi dirinya.
Bila kita perhatikan semua perintah Allah dan larangannya akan kita
dapatkan murni membawa kepada kebaikan dan berujung pada ketaqwaan.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
“Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
juga orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah[2]:21)
Begitu pula ayat yang memerintahkan berpuasa.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)
Orang yang bertaqwa memiliki derajat yang
tinggi.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ..
“Sesungguhnya orang yang
paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (QS.
Al-Hujrat[49]:13.)
Allah ta’ala menyeru kepada orang yang
beriman agar mereka benar-benar bertaqwa. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
"Wahai
orang-orang yang beriman Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadanya
dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Al-Imran[3]:102)
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat “Bertakwalah pada Allah dengan
sebenar-benarnya takwa” yang terdapat dalam surah Al- Imran ayat 102, beliau
berkata:
أَنْ يُطَاعَ فَلاَ يُعْصَى ، وَيُذْكَرُ فَلاَ يُنْسَى ، وَأَنْ
يُشْكَرَ فَلاَ يُكَفَّرُ
“Maksud
ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus
diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.”
(Lihat An-nasih wal Mansuh, Abu Ja’far juga Jami’ul ‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu
Rajab Al-Hambali)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
“Bertaqwalah
kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan
engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang
lain dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad 21536, Tirmidzi 1987 di shahihkan
oleh syaikh al-Albani di dalam Shahihul jami’ 97)
Hendaknya suami
istri bertaqwa kepada Allah ta’ala dimanapu berada.
Sebagai suami
hendaknya bertaqwa dirumah, dijalan, dikantor dan dimanapun berada.
Sebagai istri
hendaknya dia bertaqwa di rumah bagaimana dirinya melayani suami, ketika suami
tidak ada, ketika bepergian, ketika dipasar, ketika bersama teman-temannya
maupun ketika menggunakan harta suaminya.
Bertaqwa akan
dimudahkan urusannya.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ
حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ.
“Barang
siapa bertaqwa kepada Allah, Allah akan memudahkan urusannya, dan memberinya
rezki dari arah yang tidak di sangka-sangka.” (QS. At-Thalaq[65]:2-3)
Bertaqwa
akan mendatangkan kecintaan Allah.
Allah ta’ala berfirman:
بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَّقِينَ.
“Barang
siapa memenuhi janjinya dan bertakwa, sesungguhnya Allah mencintai oraqng-orang
yang bertaqwa.” (QS.Al-Imran[3]:76)
Bertakwa
merupakan sebaik-baik bekal.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
“Dan berbekallah, karena
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah[2]:197)
Orang
yang bertaqwa akan mewarisi surga.
تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ
تَقِيًّا
“Itulah surga yang akan
kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang bertaqwa.” (QS.Maryam[19]:63)
Setiap keluarga
bertaqwa kepada Allah bukan hanya membawa kebaikan bagi dirinya namun juga akan
mendatangkan kebaikan bagi masyarakat, oleh karena itu Allah akan mendatangkan
keberkahan dari langit dan bumi apa bila suatu negri tersebut penduduknya
bertaqwa kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ
كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri.” (QS.Al-A’raf [7]:96)
9. Suami
istri hendaknya senantiasa banyak berdzikir kepada Allah.
Berdzikir yaitu mengingat Allah ta’ala, baik dengan membaca
Al-Qur’an, bershalawat kepada Rasulullah, bertasbih, bertahmid, bertakbir,
istigfar dan mengigat-ingat perintah dan larangan Allah ta’ala.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ
بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.
“Orang-orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, dengan
berdzikir kepada Allah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du[13]:28).
Perumpamaan rumah yang di pakai berdzikir
kepada Allah seperti orang yang hidup, sedangkan rumah yang tidakdipakai berdzikir
kepada seperti orang yang mati. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيهِ،
وَالْبَيْتِ الَّذِي لَا يُذْكَرُ اللهُ فِيهِ، مَثَلُ الْحَيِّ.
“Perumpamaan rumah yang disebut
nama Allah di dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya,
seperti perumpamaan orang hidup dan mati.” (HR. Muslim 779).
Hendaknya menjauhkan rumahnya dari syaitan dengan membaca
surat Al Baqarah. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ
مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ.
“Jangan
jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan itu akan lari
dari rumah yang dibacakan surat Al-Baqarah di dalamnya.” (HR. Muslim 780
Ahmad 9042)
Hedaknya membiasakan dengan
berdoa dengan doa-doa yang di anjurkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam,
seperti doa keluar rumah, masuk dengan salam, mau tidur, bangun tidur,
ketoilet, makan, minum dan lain-lain.
Begitu pula memperdengarkan
suara lantunan ayat-ayat suci, cramah-cramah agama, membaca buku, dan menulis
yang bermanfaat.
Seseorang banyak berdzikir akan
mendatangkan ketentraman, kedamaian, menjauhkan musibah, seperti memperbanyak
istigfar, menjauhkan syaitan dan mendatangkan manfaat yang lainnya.
10.
Menjahui
berbagai macam kemaksiatan di dalam rumah.
Hendaknya suami istri
menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjahui berbagai macam keburukan dan
kemaksiatan.
Kemaksiatan yang paling besar
adalah kesyirikan, dimana Allah melarang keras hambanya.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(QS. An Nisaa [4]: 48)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ
مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ وَقُلْتُ أَنَا وَمَنْ مَاتَ
لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّة
“Barang siapa mati dalam keadaan menyekutukan
Allah dia akan masuk kedalam neraka, barang siapa mati tidak menyekutukan Allah
dia akan masuk kedalam surga.” (HR.
Bukhari 4227, Muslim 92)
Allah
ta’ala berfirman:
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ
الرَّحِيمُ.
“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa,
tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS.
Al-Baqarah[2]:163)
Bila
tauhid seseorang telah kuat, hatinya tidak lagi risau dengan rezki yang
dihadapi, karena dirinya meyakini Allah ta’ala yang menciptakan, mengatur dan
yang akan memberi rezkinya.
Hendaknya
menyadari semua yang ada tidak lain pemberian Allah ta’ala. Allah ta’ala
berfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ
غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ.
“Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang
dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada ilah
(sesembahan yang berhak) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari
ketauhidan)?” (QS. Fathir[35]: 3).
Jangan
sampai suami istri mereka menghendaki suami maupun istrinya cinta dengan cara
kedukun, atau ingin kaya secara instan, kemudian mencari pesugihan, ingin berwibawa,
ingin dagangannya laris, kemudian mendatangi dukun.
Padahal
mendatangi seorang dukun adalah larangan keras. Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا
فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً.
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan
bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak akan diterima
selama empat puluh hari.” (HR. Muslim 2230).
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam juga bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِناً
أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى
مُحَمَّدٍ.
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang
ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Quran
yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad 9536. Tirmidzi 135 Abu
Dawud 3904 di sahihkan syaikh al-Albani di dalam shahihul jami’ 5939)
Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui
perkara gaib, mengaku mengetahui perkara yang akan datang, mengaku mampu
mengembalikan barang yang hilang, meramal berbagai kejadia dan memisahkan
pasangan suami istri.
Mendatanginya adalah haram, bertanya kepadanya
menjadikan tidak diterima shalatnya empat puluh hari, mempercayainya adalah
kekufuran terhadap apa yang di bawa oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa
sallam.
Sesungguhnya yang mengetahui perkara gaib
hanyalah Allah ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن
فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ.
“Katakanlah:
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib
kecuali hanya Allah.” (QS. An-Naml[27]: 65)
Hanya saja terkadang Allah memberi tahu
perkara gaib kepada rasul-Nya.
عَالِمُ الْغَيْبِ
فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداًلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ…
“ (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang
gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu
kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya..” (QS. Al-Jin[72]: 26-27)
Allah menyebutkan secara umum bahwa para nabi
dan rasul mereka tidak mengetahui perkara gaib kecuali saat-saat tertentu yang
di ijinkan Allah.
Allah memperjelas hal itu dengan
firmannya:
وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ.
“Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-A’raf[7]: 88)
Pengaruh tauhid bagi suami istri sagat besar, menjadikan
hatinya tentram, damai, tabah, sabar atas apapun yang dihadapi.
Demikian pula hendaknya rumah dijauhkan dari
berbagai macam suara syaitan (musik), para pemium khamer, dadu, orang-orang berjudi, bercampur laki-laki dan
perempuan, dan juga kemaksiatan lainya.
Allah ‘Azza wa jalla,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman[31]: 6)
Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat
senior Nabi berkata ketika ditanya tentang maksud ayat ini, maka beliau
menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah dan mengulangi
perkataannya sebanyak tiga kali. (Lihat tafsir Ibnu Katsir QS. Lukman[31]:6)
لَيَكُونَنَّ
مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ، وَالخَمْرَ
وَالمَعَازِفَ.
”Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan
zina, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik.” (HR.Bukhari 5590)
Hendaknya dijauhi laki-laki yang menyerupai
perempuan ataupun perempuan yang menyerupai laki-laki.
11.
Mengisi waktu dengan beramal shalih.
Kehidupan kita hanyalah kumpulan dari
detik, jam, hari, bulan dan tahun, dimana kita akan mempertanggung jawabkan
waktu yang telah kita lalui tersebut, oleh karena hendaknya di isi dengan
beramal shalih.
Allah ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
“Barangsiapa
mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. An-Nahl[16]:97)
Selain berdzikir dan membaca Al Qur’an yang
kita sebutkan, juga dengan menyantuni yatim-piatu, wajah berseri-seri, bertutur
kata ramah, dan mengunjungi tetangga yang sakit menolong orang yang membutuhkan
dan mendatangi undangan.
12.
Berbakti kepada orang tua.
Orang tua merupakan orang yang harus
dihormati untuk suami dan istri, apabila mereka menghendaki kebaikan dunia dan
akhirat, inilah diantara jalan yang di bentangkan Allah ta’ala. Allah ta’ala
berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
“Dan hendaklah kamu beribadah hanya kepada Allah dan janganlah mempersekutukan dengan
sesuatu apapun juga dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapak,”
(QS. An Nisaa’ [4]: 36)
Mencintai mereka meskipun masih kafir, berusaha
mendakwahi mereka. Allah ta’ala berfirman:
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ
مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا.
“Ingatlah
ketika ia Berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, Mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu
sedikitpun.” (QS. Maryam [19]: 42)
Mentaati
mereka di dalam kebaikan selama tidak menyuruh kepada kemaksiatan.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا
لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا
مَعْرُوفًا.
"Dan jika keduanya memaksamu
mempersekutukan sesuatu dengan-Ku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka
janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara
yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).
Mendahulukan mereka dan memberi harta
jika mereka membutuhkan. (Kisah tiga orang yang terjebak di dalam gua HR.
Bukhari 2102, Muslim 2743)
Berkata lemah lembut bila
bermuamalah dengan mereka terlebih bila telah tua.
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا...
“Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” ucapkanlah perkataan yang
mulia.” (QS. Al Israa’ [17]: 23)
Berakhlak
mulia dengan kedua orang diantaranya:
Seperti,
berkata yag baik, sopan, wajah berseri-seri, memberi sebagian rizqinya jika
orang tua miskin, taat perintahnya dalam perkara yang ma’ruf ataupun mubah,
tidak berbuat jahat, senantiasa memperhatikan, mengunjungi, mengajak bicara,
ringan tangan, memperhatikan pakaiannya, kesehatannya, tempat tinggalnya,
makananya dan lain-lain.
Adapun
akhlak buruk pada orang tua diantaraya:
Membentak,
atau ucapan, “Ah, he, hus, bodoh, tuli, tua bangka, bengak, kolot, crewet,
rewel, keras kepala, bahu tanah, buta, pikun atau menyebut anggota badan seperti: telinga,
mata, mulut, hidung, atau permintaan
diluar kemampuan orang tua sehingga memberatkan pikirinya.
Terkadang
dengan perbuatan, seperti, monyong, membelalakkan mata, membangkang perintahnya
untuk kebaikan atau mubah, memukul, membanting barang, mengangkat senjata(ini
di laknat, apalagi pada orang tua)bersikap bahil, pelit, medit padahal dirinya
longgar, sedang orang tua kesulitan ekonomi.
Tidak
mau mengunjungi, mementingkan anak istri di banding orang tuanya, dengan
berbagai macam alasan yang menampakkan kesibukan, seperti: lagi kerja, lagi
meteng, lagi keluar kota, lagi rapat dan lain sebagainya.
Mengakali
orang tua, seperti: memberi sedikit dengan harapan dibalas yang banyak,
mengambil barang berharga milik orang tua tanpa ijin dan kerelaanya, seperti
mobil, rumah, sertifikat tanah, dan surat berharga lainnya, tiba-tiba semua itu
beralih nama menjadi miliknya.
13.
Pasangan suami istri hendaknya menyambung
silaturrahmi.
Menyambung silaturahmi banyak di tinggalkan kaum
muslimin, termasuk suami istri, padahal banyak sekali masalah muncul dari sini,
Allah ta’ala perintahkan agar menyambung silaturahmi.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]: 90)
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ
عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ
أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.
“ (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah
(perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk
disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang
rugi.” (QS. Al-Baqarah[2]:27)
Di perintahkan untuk di sambung yaitu tali silaturahmi,
sebagaimana di tafsirkan banyak ahli tafsir.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
رواه البخاري ومسلم.
Dari Anas bin Malik radiallahu
‘anhu berkata bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ”Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezkinya dan
dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahim.” (HR.
Bukhari 5986 Muslim2557).
لَيْسَ الْوَاصِلُ
بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.
"Silaturahmi bukanlah
yang saling membalas kebaikan, akan tetapi seseorang yang berusaha menyambung
hubungan persaudaraannya meskipun diputus hubungan persaudaraan dengan
dirinya." (HR. Bukhari 5991 Abu Daud 1697 Tirmidzi 1908).
Silaturahim adalah jembatan
kasih sayang, satu sama lain bisa saling menanyakan keadaannya, meminjami
modal atau sekedar membantu memberi pekerjaan, semua itu akan
menjembatani dua sisi yang berbeda, saling menyantuni dan akan mempererat kekeluargaan,
sehingga muncul kasih dan sayang sesama saudara.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ
أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا,
وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ .
“Tidak halal
bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka
bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik
di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari
6037 dan Muslim 2560 Ahmad 1589 Abu Dawud 4914)
Ancaman orang yang tidak mau menyambung
silaturahmi.
Seolah-olah dia memakan bara dari api dan tidak
mendapat pertolongan Allah.
Abu Hurairah berkata, “Seorang pria mendatangi Rasulullah ‘alaihi wa sallam dan berkata:
قَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ
إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَىَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَىَّ .
فَقَالَ " لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ
وَلاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى
ذَلِكَ.
“Wahai
Rasulullah, saya punya keluarga aku menyambung silaturrahmi dengan mereka,
mereka memutuskannya denganku, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka
berbuat jelek kepadaku, aku bersikap lembut kepada mereka, mereka bersikap
kasar kepadak,” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Kalau memang keadaannya seperti yang engkau katakan, maka seolah-olah engkau
memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan senantiasa
mengiringimu selama engkau seperti itu.” (HR. Bukhari di dalam
Adabul-Mufrad 52, Muslim 2558, Ahmad 2991, Ibnu Hibban 451)
Tidak dipanjangkan umurnya, dan tidak di luaskan rezkinya.
Sebagaimana mafhum mukhalafah dari hadits di atas yang menyebutkan
akan di luaskan rezkinya dan dipanjangkan umurnya.
Tertunda baginya ampunan pada setiap hari Senin
dan Kamis.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُفْتَحُ
أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ
عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا
هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا.
“Pintu surga dibuka pada hari Senin dan
Kamis. Setiap hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan
diampuni, kecuali seseorang yang terjadi permusuhan antara dirinya dan
saudaranya. dikatakan pada mereka, tunggulah mereka sampai mereka berdua
berdamai, tunggulah mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Bukhari di
dalam Adabul-Mufrad 411, Muslim 2565 Tirmidzi 2023).
Akan disegerakan azabnya di
dunia sebelum di akhirat.
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ
أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا
يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ.
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk
disegerakan balasannya oleh Allah dari pada perbuatan melampaui batas dan
memutus silaturahmi.” (HR. Abu Daud 4902, Tirmidzi 2511, dan Ibnu Majah
4211, Di shahih Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 915)
Akan di putus hubungannya dengan Allah ta’ala.
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ
بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ
اللَّهُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, (ar-rahim berkata) “Barangsiapa
menyambung aku Allah akan menyambung padanya, barangsiapa yang memutus aku
Allah akan memutus kepadanya.” (HR. Muslim 2555 Ahmad 6524)
Abdurrahman ibnu ‘Auf berkata bahwa dia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ
اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ.
“Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar
Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang
menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya,
niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Bukhari di dalam Adabul-Mufrad 53,
Ahmad 1681, Abu Dawud 1695, Syaikh al-Albani berkata shahih di dalam Sil-silah
Ash-Shahihah 2597)
Di ancam dengan neraka, ini menunjukkan dosa
memutus silaturrahmi adalah dosa besar, sebagaimana di sebutkan al-Imam
Adzahabi.
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ.
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan,
yaitu memutuskan silaturahmi.” (HR. Bukhari 5984 Muslim 2556)
14.
Suami istri hendaknya
menyisihkan hartanya untuk bersedekah.
Allah ta’ala memerintahkan kita agar bersedekah, baik dalam
kedaan lapang maupun sempit, demikian pula Allah akan melipat gandakan bagi
orang-orang yang bersedekah karena Allah, jangan sampai seseorang menyesal
hingga tiba ajalnya belum bersedekah, Allah ta’ala berfirman:
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا
رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ
لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ
الصَّالِحِينَ.
“Infakkanlah sebagian dari apa yang Aku berikan
kepada kalian, sebelum kematian mendatangi kalian, kemudian dia berkata: “Ya
Rab, andai Engkau menunda ajalku sedikit saja, agar aku bisa bersedekah dan aku
menjadi orang shaleh.” (QS. Al Munafiqun[63]: 10)
Allah ta’ala memerintahkan kepada kita agar
bersedekah dengan harta yang kita cintai.
لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ.
“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai
kalian infakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran[3]: 92)
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ
العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا:
اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ
مُمْسِكًا تَلَفًا.
“Setiap datang waktu pagi, ada dua malaikat yang
turun dan keduanya berdoa. Malaikat pertama memohon kepada Allah, ‘Ya Allah,
berikanlah ganti bagi orang yang memberi nafkah’, sementara malaikat satunya
berdoa, ‘Ya Allah, berikan kehancuran bagi orang yang pelit.’ (HR. Bukhari 1442
Muslim1010)
Demikianlah malaikat akan mendoakan kebaikan
orang yang berderma dengan hartanya,dan mendoakan keburukan terhadap
orang-orang yang bahil dan pelit.
Adapun keutamaan sedekah sangat banyak sekali,
diantaranya:
1. Sedekah merupakan bukti keimanan
seseorang.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
وَالصَّلَاةُ نُورٌ،
وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ
عَلَيْكَ.
“Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti,
sabar itu penerang, sementara Al-Quran bisa menjadi pembelamu atau sebaliknya,
menjadi penuntutmu.” (HR. Muslim 223)
2. Sedekah
dapat menyelamatkan dari api neraka
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ
بِشِقِّ تَمْرَةٍ, فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ.
“Jauhilah api neraka, walau hanya dengan
bersedekah sebiji kurma. Jika kamu tidak punya, maka bisa dengan kalimah
thayyibah.” (HR. Bukhari 6540 Muslim 1016)
3. Sedekah akan menyelamatkan seseorang dari
panasnya hari kiamat.
كُلُّ امْرِئٍ فِى ظِلِّ
صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ . قال
الألباني: إسناده صحيح على شرط مسلم
“Setiap orang akan berada di naungan amalan
sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.” HR.
Ahmad, Ibnu Khudaimah syaikh Al Bani berkata shahih dengan syarat
Muslim.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ:
اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ
فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ
ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ .
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak
ada naungan kecuali naungan-Nya: Imam yang adil. Seorang pemuda yang tumbuh
dewasa dalam beribadah kepada Allah. Seorang yang hatinya bergantung ke masjid.
Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya
dan berpisah karena-Nya. Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang
wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku
takut kepada Allah. Seseorang yang bershadaqah dengan menyembunyikannya
sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya. Seseorang
yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR
Bukhari 660 Muslim 1031)
4. Sedekah akan melipat gandakan harta.
Terkadang Allah membuka pintu rizki dari harta
yang disedekahkan. Sebagaimana terdapat dalam Al Qur’an dan hadits:
مَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ
لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.
“Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah maha luas
(karunia-Nya) lagi maha mengetahui.”(QS. Al-Baqarah [2]: 261)
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ.
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR.
Muslim 2588)
5. Sedekah menjadikan harta
menjadi berkah.
يَمْحَقُ اللَّهُ
الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 276)
6. Sedekah akan
menghapus dosa dan mendatangkan keridhan Allah.
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ
الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ.
“Sedekah akan menghapus dosa sebagaimana air dapat mematikan api.” (HR.
Ahmad 22133 Ibnu Majah 3973 dan di shahihkan syaikh al-Albani).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا
رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ
الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا.
“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing
di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu menngelilingi sumur tersebut
sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu wanita itu melepas sepatunya
(lalu menimba air dengannya). Ia pun diampuni karena amalannya tersebut.” (HR.
Muslim 2245)
7. Sedekah
akan meredam panasnya kubur seseorang.
إِنَّ الصَّدَقَةَ
لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ الْقُبُورِ، وَإِنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ
“Sesungguhnya sedekah akan memadamkan panas
kubur bagi pelakunya. Sungguh pada hari kiamat, seorang mukmin akan berlindung
di bawah naungan sedekahnya.” Silsilah As-Shahihah, Syaikh Al Bani 3484.
8. Sedekah akan tetap
mengalir pahalanya meskipun pelakunya sudah meninggal.
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ
مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka
terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang
diambil manfaatnya, atau do’a anak yang shalih.” (HR. Muslim 2245)
9. Sedekah
akan menjauhkan sifat kemunafikan.
Dahulu orang munafik mentertawakan orang beriman
yang bisa bersedekah dengan sedikit harta, lantas Allah membela dari orang
munafik tersebut.
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ
الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ
إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ.
(Orang-orang munafik itu) “yaitu orang-orang
yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan
(mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS
At-Taubah[9]: 79)
10. Sedekah dapat
sebagai sarana penyembuhan penyakit seseorang.
دَاوُوا مَرْضَاكُمْ
بِالصَّدَقَةِ
“Obati orang sakit di antara kalian dengan
sedekah.” (Jamius shahih 3358, targib wa tarhib 744).
Adapun
sedekah yang paling utama yaitu dengan menyembunyikan sedekah itu apabila
dikuatirkan muncul riya’.
Allah ta’ala berfirman:
إِن تُبْدُواْ
الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِىَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتؤْتُوهَا الفُقَرَاءِ فَهُوَ
خَيرٌ لَّكُمْ.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada
orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS.
Al-Baqarah[2]: 271)
Orang yang paling utama menerima sedekah kita adalah
orang yang menjadi tanggungan kita. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا
كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ.
“Sedekah yang terbaik adalah yang
dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR.
Bukhari 1426)
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ
فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ
بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا
أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ.
“Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah,
dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu
sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk
keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim 995)
Termasuk yang memiliki hak yang sangat besar
adalah orang tua kita sebagaimana hadis yang panjang, tentang tiga orang yang
terjerembab di dalam gua.
عَجَبًا ِلأَمْرِ
الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ
لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ.
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah
baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin.
Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan
kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka
yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim 2999)
Demikian
besarnya keutamaan sedekah suami istri bisa menyisihkan sedikit atau banyak
sesuai kondisi rezki yang Allah berikan.
15.
Bersabar
terhadap apa yang mengenai.
Angin tidak
selamanya sepoi, kadang tenang kadang mencekam, disaat ujian itu datang
hendaknya bersabar dan mendekat kepada Allah ta’ala.
Tak ada satu keluargapun pasti semua akan mendapatkan ujian.
Kadang
angin menimpa prahu rumah tangga datang sepoi-sepoi, tapi terkadang datang ombak
besar di sertai dengan badai.
Jika
demikian hendaknya meminta pertolongan kepada Allah, berdoa kepada Allah, mendekat kepada Allah.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan) nya.”(QS. Ath Thalaq[65]:3)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah, Allah akan mudahkan
perkaranya.” (QS. At-Thalaq[65]:4)
Allah akan menolong hamba-hambanya yang bertakwa.
Karena kesuksesan kita hakekatnya adalah kelak di akhirat.
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ
النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.
“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (QS Al Imran[3]:185)
Demikianlah semoga
bermanfaat.
Sragen 5-01-2022
Junaedi
Abdullah.
py259 fake designer bags nv355
BalasHapus