Jumat, 25 Juli 2025

SEORANG MUSLIM DI DALAM MENCARI REZEKI.

 



SEORANG MUSLIM DI DALAM MENCARI REZEKI.

 

Sebagai seorang muslim hendaknya kita memiliki prinsip yang jelas di dalam mencari nafkah, membangun keyakinan kita dengan benar sehingga di manapun dan apapun kondisi kita, kita tidak mempermasalahkan, bahkan kita senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala atas berbagai nikmat yang diberikan.

Hal itu tidak serta merta muncul begitu saja namun dibangun di atas ilmu dan keyakinan yang benar, dengan demikian hati seseorang akan menjadi tentram.

Adapun prinsip yang harus diyakini setiap muslim tersebut di antaranya:

1.   Allah menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya di muka bumi.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرض إِلا عَلَى الله رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Al Lauh Al Mahfuz).” (QS. Hud[11]: 6).

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا.

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu.” QS. Al-Baqarah[2]:29)

وَأَنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا.

“Dan sungguh Ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril yang terpercaya) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu jiwa sampai ia menyempurnakan rezekinya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8/166, Lihat Silsilah Al Hadits As-Sahihah 2866).

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ هَرَبَ مِنْ رِزْقِهِ كَمَا يَهْرُبُ مِنَ الْمَوْتِ لَأَدْرَكَهُ رِزْقُهُ كَمَا يُدْرِكُهُ الْمَوْتُ.

Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, niscaya rezekinya akan mendatanginya sebagaimana kematian mendatanginya. (HR. Abu Na’im di dalam Hilyah Auliya 7/90 , dihasankan Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 952)

2.   Rezeki telah ditulis Allah sebelum kita lahir.

Allah telah memerintahkan malaikat untuk menulis rezki tersebut sebelum kita lahir.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ.

“..Kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, rezkinya, ajalnya, celaka atau bahagia…” (HR. al-Bukhari 3208, Muslim 2643).

3.   Kewajiban mencari rezeki yang halal.

Sesungguhnya Allah ta’ala memerintahkan kepada kita agar memakan dari rezki yang halal dan baik.

Allah ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ.

“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata.” (QS. Al-Baqarah[2]:168).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang telah kami rezekikan kepadamu dan bersukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya saja.”(QS. Al-Baqarah[2]:172).

لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ.

"Sungguh, jika salah seorang di antara kalian membawa seikat kayu bakar di punggungnya (untuk dijual), itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang, yang bisa jadi orang itu memberinya atau menolaknya." (HR. Bukhari 2074, Muslim 1042).

4.   Larangan mencari, menerima dan memakan harta yang haram.

Setelah kita mengetahui bahwa rezeki yang halal telah dijamin oleh Allah maka Allah dan Rasul-Nya melarang mencari ataupun memakan harta yang haram.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

"Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (jangan pula) kamu menyuap harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah[2]: 188).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَأَنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا, فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ, وَلَا يَحْمِلَنَّكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِمَعَاصِي اللهِ, فَإِنَّهُ لَا يُدْرَكُ مَا عِنْدَ اللهِ إِلَّا بِطَاعَتِهِ.

“Dan sungguh Ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril yang terpercaya) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu jiwa sampai ia menyempurnakan rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezki, dan sekali-kali janganlah lambatnya rezeki menjadikan kalian mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya tidak akan diraih apa yang ada di sisi Allah kecuali dengan menaati-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8/166, Lihat Silsilah Al Hadits As-Sahihah 2866).

 لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ .

"Akan datang pada manusia suatu  zaman, di mana seseorang tidak lagi memperdulikan dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram." (HR. Bukhari 2083, Ahmad 9620).

Keharaman yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya mencakup dzati dan maknawi.

Dzatnya seperti firman Allah ta’ala:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah[2]:173).

Adapun haram secara maknawi di antaranya, riba, suap menyuap, menipu, korupsi, penjualan barang haram dll.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]:275).

يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا وَيُرْبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah[2]:276).

Dari Abdullah bin Handzalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

دِرْهَمُ رِبًا يَأكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ, أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً.

“Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan ia mengetahuinya, lebih buruk dari tiga puluh enam kali berzina.”(HR. Ahmad 21957, Darakutni 2843, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1033).

Diriwayatkan oleh Jabir radhiyallaahu Anhu:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semua (berdosa).” (HR. al-Bukhari 5962, Muslim 1598, Ahmad 660).

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.”(HR at-Tirmidzi 1337, Ahmad 6532, Abu Dawud 3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5093).

5.   Mencari rezeki berusaha keras bertakwa dan bertawakal.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ.

“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. At-Thalaq[65]:2-3).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغدُوْ خِمَاصًا ، وتَرُوْحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, niscaya kalian akan diberikan rizki oleh Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut keluar dalam keadaan lapar dan di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR at-Tirmidzi 2344, Ibnu Majah 4164, Ahmad 370, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Sahihah 310).

Pernahkah kita lihat burung-burung itu memiliki lumbung yang di pakai untuk menyimpan makanananya untuk hari esok…?

Pernahkah kita lihat burung-burung itu memiliki rekening…?

Pernahkah kita lihat burung-burung itu berdiam diri di sarang tanpa usaha…? Tidak, bahkan berterbangan dari ranting satu keranting yang lainnya. Bukankah ini sebuah usaha…?

Sedang burung-burung itu mereka tidak memiliki akal, tidak mampu meminjam kepada yang lain, namun Allah memberinya rezki, sehingga hidup.

Sungguh malu seandainya kita manusia yang di beri akal namun tidak mau berusaha, bermalas-malasan minta di kasihani orang lain.

Rasulullah sallallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى.

“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” (HR.Bukhari 1427 Muslim 1033)

6.   Bahaya memakan harta haram.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَزُولُ قَدِمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: عَنْ عُمُرُهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ.

“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan“. (HR. at-Tirmidzi 2417, Ahmad 1/97 Ibnu Abi Syaibah 3/234 dan di shahihkan syaikh al-Albani)

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ.

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.“ (HR Ahmad 14441 Ibnu Hibban 4514 dan dishahihkan al-Albani At-Ta’liqu Ragib 3/350)

7.   Kaya dan miskin buka suatu tanda cinta dan benci Allah.

Allah ta’ala berfirman:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا.

“Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan, berkatalah dia, “Tuhanku telah memuliakanku.” Sementara itu, apabila Dia mengujinya lalu membatasi rezekinya, berkatalah dia, “Tuhanku telah menghinaku.” sekali-kali tidak.  ” (QS. Al-Fajr[89]:15-17).

Bahkan terkadang pemberian harta tersebut merupakan istidraj (pembinasaan Allah dengan cara halus) dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:216).

 فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” ( QS. Al-An’am[6]:44).

Hal itu ditandai dengan kekafiran seseorang atau semakin jauhnya seseorang dari kebenaran.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.

”Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. al-Baihaqi 819, ath-Thabrani 8272, dishahihkan  Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 414 ).

8.   Berbaik sangka kepada Allah ta’ala.

Pada asalnya Allah ta’ala menjamin rezekinya kepada semua hambanya namun ada kalanya hamba tersebut diuji, oleh karena itu hendaknya seseorang berbaik sangka kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.

“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:155).

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْـٔٗا وَهُوَ خَيْرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah[2]:175).

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ.

"Dan kalau sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan melampaui batas di muka bumi. Tetapi Dia menurunkan (rezeki itu) menurut kadar yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (terhadap hamba-hamba-Nya)." ( QS.Asy-Syura[42]:27).

9.   Manusia tidak pernah puas terhadap dunia.

Allah ta’ala berfirman:

اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ

“Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir.” (QS. Al-Ma’arij[70]:19).

Ibnu Zubair pernah berkhutbah, wahai manusia sesungguhnya Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا  وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا  وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ.

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah..”( HR. Bukhari. 6438).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, hakekat orang yang kaya bukanlah yang banyak harta:

 

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari 6446, Muslim 1051).

مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ.

“Tidaklah dunia ini jika dibanding akhirat seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.”( HR.Muslim 2858).

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan dalam pandangannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang Allah telah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan hatinya merasa cukup, dan dunia akan datang dalam keadaan merendah.(HR. IBnu Majah 4105, dishahihkan Syaikh al-Bani di dalam as-Shahihah 950).

لَوْ كَانَتِ ٱلدُّنْيَا تَعْدِلُ عِندَ ٱللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَىٰ كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ.

"Seandainya dunia itu sebanding (bernilai) di sisi Allah seperti sayap nyamuk, niscaya Dia tidak akan memberi orang kafir seteguk air pun darinya." (HR. at-Tirmidzi 2320, Ibnu Majah 4110, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’ 5292).

10.                     Banyak bersyukur dan berdoa.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ  .

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. (QS. Saba’ [34]: 13].

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

 

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ  ,مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ, وَعِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ, فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا.

 "Siapa saja di antara kalian yang merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan pada badannya, dan ia memiliki makanan untuk harinya itu, maka seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya". (HR Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad 300 At-Tirmidzi 2346, Ibnu Majah 4141, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah 2318).

Agar hati seseoarang bersyukur kepada Allah ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan resebnya kepada kita:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى, وَالتُّقَى, وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri (kehormatan), dan kecukupan."  (HR. Muslim 2721, at-Tirmidzi 3489, Ahmad 4162).

Namun apabila hati masih merasa sedih, tidak puas terhadap apa yang didapatkan maka dia bisa berdoa kepada Allah ta’ala agar di beri kepuasan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.

“.Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 26-07-2025

Junaedi Abdullah.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEORANG MUSLIM DI DALAM MENCARI REZEKI.

  SEORANG MUSLIM DI DALAM MENCARI REZEKI.   Sebagai seorang muslim hendaknya kita memiliki prinsip yang jelas di dalam mencari nafkah, m...