Jumat, 11 Juli 2025

SEJARAH RASULULLAH 3. PERNIKAHAN DENGAN KHATIJAH

 



SIRAH NABAWIAH

BAB 3

MENIKAH DENGAN KHADIJAH

 

Ketika beliau pulang ke Mekkah dan Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya, begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari budaknya, Maisarah perihal budi pekerti beliau nan demikian manis, sifat-sifat yang mulia, ketajaman berpikir, cara bicara yang jujur dan cara hidup yang penuh amanah, maka dia seakan menemukan apa yang didambakannya selama ini (yakni, calon pendamping idaman-penj.). Padahal, banyak sekali para pemuka dan kepala suku yang demikian antusias untuk menikahinya namun semuanya dia tolak. Akhirnya dia menyampaikan curahan hatinya kepada teman wanitanya Nafisah binti Munayyah yang kemudian bergegas menemui beliau dan membeberkan rahasia tersebut kepadanya seraya menganjurkan agar beliau menikahi Khadijah. Beliau pun menyetujuinya dan merundingkan hal tersebut dengan paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamarnya buat beliau. Tak berapa lama setelah itu, pernikahan dilangsungkan. Akad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar. Pernikahan tersebut berlangsung dua bulan setelah kepulangan beliau dari negeri Syam. Beliau menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor onta muda. Ketika itu, Khadijah sudah berusia 40 tahun. Dia adalah wanita yang paling terhormat nasabnya, paling banyak hartanya dan paling cerdas otaknya di kalangan kaumnya. Dialah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah beliau tidak pernah memadunya dengan wanita lain hingga dia wafat.

 

Semua putra-putri beliau berasal dari pernikahan beliau dengannya kecuali putra beliau, Ibrahim. Putra-putri beliau dari hasil perkawinan dengannya tersebut adalah:

1. Al-Qasim (dengan nama ini beliau dijuluki)

2. Zainab

3. Ruqayyah

4. Ummu Kultsum

5. Fathimah

6. 'Abdullah (julukannya adalah ath-Thayyib [yang baik] dan ath-Thahir [yang suci]).

Semua putra beliau meninggal dunia di masa kanak-kanak, sedangkan putri-putri beliau semuanya hidup pada masa Islam dan memeluk Islam serta juga ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia semasa beliau masih hidup kecuali Fathimah yang meninggal dunia enam bulan setelah beliau wafat. (1 Ibnu Hisyam, Op.cit., h. 189.191, Fathul Bariy, Op. cit., VII/507; Talgth, Op. cit. h. 7. IN antara sumber-sumber tersebut terdapat perbedaan tingan dan yang kami ambil yang menurut kami lebih kuat).

 

Membangun Ka'bah Dan Menyelesaikan Pertikaian

Pada saat beliau berusia 35 tahun, kabilah Quraisy membangun kembali Ka'bah karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa tumpukan-tumpukan batu-batu berukuran di atas tinggi badan manusia, yaitu setinggi 9 hasta sejak dari masa Isma'il dan tidak memiliki atap sehingga yang tersimpan di dalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri.

Di samping itu, karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka'bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, lima tahun sebelum beliau diutus menjadi Rasul, Mekkah pernah dilanda banjir badang, airnya meluap dan mengalir ke al-Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan Ka'bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak membangun-nya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya dari dana mahar yang didapat secara zhalim, transaksi ribawi dan hasil tindak kezhaliman terhadap seseorang.

Semula mereka merasa segan untuk merobohkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh al-Walid bin al-Mughirah al-Makhzumiy. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya sesudah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka terus melakukan perobohan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim. Kemudian, mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi per bagian bangunan Ka'bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian. Setiap kabilah mengumpulkan sejumlah batu sesuai dengan jatah masing-masing, lalu dimulailah pembangunannya. Sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum. Tatkala pengerjaan tersebut sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling berhak mendapat kehormatan meletakkannya ke tempat semula dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam. Bahkan semakin meruncing hingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al-Haram. Untunglah, Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumiy menawarkan penyelesaian pertikaian di antara mereka lewat satu cara, yaitu menjadikan pemutus perkara tersebut kepada siapa yang paling dahulu memasuki pintu masjid. Tawaran ini dapat diterima oleh semua pihak dan atas kehendak Allah Ta'ala, Rasulullah lah orang yang pertama memasukinya. Tatkala melihatnya, mereka saling menyeru, "Inilah al-Amin (orang yang amanah)! Kami rela! Inilah Muhammad!" Dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau meminta sehelai selendang dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengahnya, lalu meminta agar semua kepala kabilah yang bertikai memegangi ujung selendang tersebut dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya tinggi-tinggi hingga manakala mereka telah mengangkatnya sampai ke tempatnya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dengan tanggannya dan meletakkan ditempatnya semula, ini merupakan Solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.

 

FASE MEKКАН

Setelah Rasulullah dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah

dan risalah, kehidupan beliau dapat dibagi menjadi dua fase yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:

1. Fase Mekkah: berlangsung selama + 13 tahun

2. Fase Madinah: berlangsung selama 10 tahun penuh

Masing-masing fase mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama terhadap kondisikondisi yang dilalui oleh da'wah dalam kedua fase tersebut.

 

Fase Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:

 

1. Tahapan da'wah sirriyyah (da'wah secara sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.

2. Tahapan da'wah jahriyyah (da'wah secara terang-terangan) kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun keempat kenabian hingga Rasulullah hijrah ke Madinah.

3. Tahapan da'wah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun kesepuluh kenabian, di mana juga mencakup Fase Madinah dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah.

 

Adapun mengenai tahapan-tahapan Fase Madinah, rincian pembahasannya akan diketengahkan pada saatnya nanti.

 

DI BAWAH NAUNGAN KENABIAN DAN KERASULAN

Di Gua Hira

Tatkala usia beliau sudah mendekati 40 tahun dan perenungan-nya terdahulu telah memperluas jurang pemikiran antara diri beliau dan kaumnya, beliau mulai suka mengasingkan diri. Karenanya, beliau biasa membawa roti yang terbuat dari gandum dan bekal air menuju gua Hira' yang terletak di Jabal Nur, yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah. Gua ini merupakan gua yang sejuk, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta dengan ukuran zira al-Hadid (hasta ukuran besi). Beliau tinggal di dalam gua tersebut bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya, menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan kekuasaan yang menciptakan sedemikian sempurna di balik itu. Beliau tidak dapat tenang melihat kondisi kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik yang usang dan gambaran tentangnya yang demikian rapuh, akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang terang, manhaj yang jelas ataupun jalan yang harus dituju, yang berkenan di hatinya dan disetujuinya.

 

Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil oleh beliau ini merupakan bagian dari tadbir (skenario) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya kontak dengan kesibukan-kesibukan duniawi, goncangan kehidupan dan ambisi-ambisi kecil manusia yang mengusik kehidupan menjadi sebagai suatu perubahan, untuk kemudian mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah yang agung, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah. Uzlah yang sudah diatur oleh Allah ini terjadi tiga tahun menjelang beliau diangkat sebagai rasul. Beliau menjalani 'uzlah ini selama sebulan dengan semangat hidup yang penuh kebebasan dan merenungi keghaiban yang tersembunyi di balik kehidupan tersebut hingga tiba waktunya untuk berinteraksi dengannya saat Allah memperkenankannya. (Kisah aslinya dapat dilihat pada Shahih al-Bukhariy, Jld. III, Sirah Ibnu Hisyam, Op.cit)

 

JIBRIL TURUN MEMBAWA WAHYU

 

Tatkala usia beliau genap empat puluh tahun yang merupakan puncak kematangan, dan ada pula yang menyatakan bahwa di usia inilah para rasul diutus tanda-tanda nubuwwah (kenabian) nampak dan bersinar, di antaranya; adanya sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau, juga beliau tidak bermimpi kecuali sangat jelas, sejelas fajar subuh yang menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan-sementara masa kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun- sehingga ru ya shadiqah (mimpi yang benar) ini merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Ketika pengasingan dirinya ('uzlah) di gua Hira' memasuki tahun ketiga, tepatnya di bulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmat-Nya terlimpahkan kepada segenap penduduk bumi, lalu dimuliakanlah beliau dengan mengangkatnya sebagai nabi, lalu Jibril turun kepadanya dengan membawa beberapa ayat al-Qur'an. ( bnu Hajar berkata, "al-Baihaqiy mengisahkan bahwa masa ru yd (mimpi) berlangsung selama enam bulan. Berdasarkan hal ini, maka permulaan kenabian dengan adanya ru'yd tersebut terjadi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi ul Awal, setelah genap berusia 40 tahun. Sedangkan wahyu dalam kondisi terjaga terjadi pada bulan Rama-dhan" (Fathul Bariy, 1/27)

 

Setelah memperhatikan dan mengamati beberapa bukti penguat dan dalil-dalil, kita dapat menentukan terjadinya peristiwa tersebut secara tepat, yaitu pada hari Senin, tanggal 21 Ramadhan, di malam hari, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya, beliau saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut Kalender Hijriah dan sekitar usia 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasar-kan kalender Masehi.? (Terdapat perbedaan yang sangat signifikan di antara para sejarawan mengenai bulan apa pertama kalinya Rasulullah dimuliakan dengan kenabian dan turunnya wahyu, mayoritas mengatakan terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, ada juga yang mengatakan terjadi pada bulan Ramadhan, ada lagi yang mengatakan terjadi pada bulan Rajab Lihat Mukhtashar Strutir Rasál, karya Syaikh Abdullah bin Muhammad bin 'Abdul Wahhab an-Najdiy, h. 75).

Kami menguatkan pendapat kedua, yaitu pada bulan Ramadhan berdasarkan firman Allah Ta'ala (artinya) "Di Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya al-Qur'an" (al-Baqarah: 185) dan firman-Nya (artinya) "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya jal Qur'an) pada malam yang dimuliakan (Lailatul Qadr) (al-Qadr 1) Sebagaimana diketahui bubwa Lailatul Qadr terjadi pada bulan Ramadhan dan ialah yang dimaksud dengan Human-Nya (artinya) "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan" (ad-Dukhan 3) Juga karena Nabi mengasingkan dirinya di Gua Hira pada bulan Ramadhan di mana telah diketahui bahwa peristiwa malaikat Jibril pada bulan tersebut.

Kemudian para sejarawan yang berpendapat bahwa turunnya wahyu pertama kali adalah di bulan Ramadhan, berbeda pendapat lagi seputar tanggal berapa tepatnya terjadi. Ada yang mengatakan pada tanggal 7, ada yang mengatakan pada tanggal 17 dan ada yang mengatakan pada tanggal 18 (Lihat, Mukhtashar Stratir Rasil Ibad h. 85,

 

Mari kita dengar secara langsung penuturan Aisyah ash Shiddiqah (istri Rasulullah) kepada kita mengenai peristiwa yang merupakan titik permulaan kenabian tersebut, yang selanjutnya mulai membuka tabir-tabir gelapnya kekufuran dan kesesatan sehingga dapat mengubah alur kehidupan dan meluruskan garis sejarah, Aisyah berkata, "Wahyu yang mula pertama dialami oleh Rasulullah adalah berupa ar-ru'ya ash-shalihah (mimpi yang benar) dalam tidur. Beliau tidak bermimpi melainkan sangat jelas, sejelas fajar shubuh yang menyingsing, kemudian beliau mulai suka menyendiri dan beliau melakukannya di gua Hira'; di mana beliau beribadah di dalamnya selama beberapa malam. Selanjutnya kembali ke keluarganya dan mengambil perbekalan untuk itu, kemudian kembali lagi kepada istrinya, Khadijah, dan mengambil perbekalan yang sama. Hingga akhirnya, pada suatu hari, datanglah kebenaran kepadanya saat beliau berada di gua Hira' tersebut. Seorang malaikat datang menghampiri sembari berkata, "Bacalah!", (beliau berkata) lalu aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca!." Beliau bertutur lagi, "Kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga, lalu setelah itu melepaskanku sembari berkata, "Bacalah!" Aku tetap menjawab, "Aku tidak bisa membaca!" Lalu untuk kedua kalinya, dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga kemudian melepaskanku seraya berkata lagi, "Baca-lah!" Aku tetap menjawab, "Aku tidak bisa membaca!" Kemudian dia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, sembari berkata,

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

“ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!  .  Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.  Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia.  yang mengajar (manusia) dengan pena.  Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq [96]:1-5).

 

 

 

Rahmaturn Lil' Alamin, 1/49). Sedangkan Syaikh al-Khudhariy di dalam kitabnya Muhádiurdt bersikukuh menyatakan bahwa itu terjadi pada tanggal 17 (Lihat, Muhadharát Tarikh al-Umam al-Islamiyyah, karya al-Khudhariy, Jld. L. h. 69).

 

Kami menguatkan bahwa itu malah terjadi pada tanggal 21 karena semua peneliti Sirat atau mayoritas mereka sepakat, diutusnya Nabi adalah pada hari Senin. Pendapat mereka ini dipertegas oleh hadits yang diriwayatkan para Imam hadits dari Abu Qata-dah bahwasanya Rasulullah ditanya perihal berpuasa pada hari Senin, lalu beliau menjawab, "Pada hari itu aku dilalurkan dan pada hari itu pula diturunkan wahyu kepadaku." Dalam lafazh riwayat yang lain berbunyi (artinya), "Ihulah hari di mana aku dilahirkan dan aku diutus atau diturunkan mayu kepadaku" (Shahih Muslim, 1/368, Ahmad, V/297, 299, al-Baihaqty, IV/286, 300; al-Hakim, II/602). Hari serin pada bulan Ramadhan tahun itu hanya jatuh pada tanggal 7, 14, 21 dan 28. Riwayat-riwayat yang shahih menunjukkan bahwa Lailatul Qadr hanya terjadi pada malam-malam ganjil (witir) dari malam-malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan dan selalu berpindah di antara hari-hari itu. Bila kita padukan antara firman Allah (artinya): "Sesungguhnya Kami telah memurunkannya (al-Qur'an dikan (Lailatul Qadr) dan riwayat Abu Qatadah bahwa beliau diutus pada hari Senin, juga perhitungan kalender secara ilmiah tentang kapan terjadinya hari Senin di bulan Ramadhan tahun itu, akan kita dapatkan fakta bahwa beliau diutus pada tanggal 21 malam Ramadhan

Setelah itu Rasulullah pulang dengan merekam bacaan tersebut dalam kondisi gemetar, lantas menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid, sembari berucap, "Selimuti aku! Selimuti aku!" Beliau pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau bertanya kepada Kha-dijah, "Ada apa denganku ini?" Lantas beliau menuturkan kisahnya (dan berkata), "Aku amat khawatir terhadap diriku!" Khadijah berkata, "Sekali-kali tidak akan demikian! Demi Allah! Dia tidak akan menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah penyambung tali kerabat, pemikul beban orang lain yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta pendukung setiap upaya penegakan kebenaran." Kemudian Khadijah berangkat bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin 'Abdul 'Uzza, sepupu Khadijah. Dia adalah seorang penganut agama Nashrani pada masa Jahiliyyah dan mampu menukil beberapa tulisan dari injil dengan tulisan 'Ibrani sebanyak yang mampu ditulisnya atas kehendak Allah-. Dia juga, seorang yang sudah tua renta dan buta. Maka berkatalah Khadijah kepadanya, "Wahai sepupuku! Dengar-kanlah (cerita) dari keponakanmu ini!"

Waraqah berkata, "Wahai keponakanku! Apa yang engkau lihat?"

Lalu Rasulullah membeberkan pengalaman yang sudah dilihatnya. Waraqah berkata kepadanya, "Itu adalah makhluk kepercayaan Allah (Jibril) yang telah Allah utus kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu! Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!"

Rasulullah bertanya, "Apakah mereka akan mengusirku?"

Dia menjawab, "Ya! Tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa ini melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membelamu dengan segenap jiwa-ragaku."

Kemudian tak berapa lama dari itu Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus (mengalami masa vakum).

1 Lihat, Shahih al-Bukhariy, 1/2.3. Al-Bukhariy juga mengeluarkannya di dalam kitab at-

Wahyu Mengalami Masa Vakum

Mengenai masa vakum ini, menurut riwayat Ibnu Sa'd dari Ibnu Abbas terdapat informasi bahwa ia hanya berlangsung selama beberapa hari. Pendapat inilah yang kuat bahkan dapat dipastikan, setelah mengadakan penelitian dari segala aspeknya. Adapun riwayat yang masyhur bahwa hal itu berlangsung selama tiga tahun atau dua tahun setengah tidaklah benar sama sekali, namun di sini bukan momen ig tepat untuk membantahnya secara terperinci.

Pada masa vakum tersebut, Rasulullah dirundung kesedihan yang mendalam dan diselimuti oleh kebingungan dan kepanikan.

Dalam kitab "at-Ta'bir", Imam al-Bukhari meriwayatkan naskah sebagai berikut:

 

"Berdasarkan informasi yang sampai kepada kami, wahyu pun mengalami masa vakum sehingga membuat Nabi sedih dan berulang kali berlari kencang agar dapat terjerembab dari puncak-puncak gunung, namun setiap beliau mencapai puncak gunung untuk mencampakkan dirinya, malaikat Jibril menampakkan wujudnya seraya berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan Allah!" Spirit ini dapat menenangkan dan menstabilkan kembali jiwa beliau. Lalu beliau pulang. Namun manakala masa vakum itu masih terus berlanjut beliau pun mengulangi tindakan sebagaimana sebelumnya; dan ketika dia mencapai puncak gunung, malaikat Jibril kembali menampakkan wujudnya dan berkata kepadanya seperti sebelumnya.2

 

JIBRIL TURUN KEMBALI MEMBAWA WAHYU

 

Ibnu Hajar ber ata, "Adanya masa vakum itu bertujuan untuk menghilangkan ke kutan yang dialami oleh Rasulullah dan membuatnya pena aran untuk mengalaminya kembali." Ketika hal itu benar-benar terjadi pada beliau, dan beliau mulai menanti-nanti datangnya wahyu, maka datanglah malaikat Jibril untuk kedua kalinya.

 

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwasanya dia mendengar Rasulullah menceritakan tentang masa vakum itu, beliau betutur, "Ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba

 

Tafsir dan Kitab Tahir Ru ya naman sedikit berbeda lafazhnya.

 

1 Lihat Fatipul Barry, 1/27, XII/360

 

2 Shahih al-Bukhariy, Op.cit., Kitab at-Tahir, bab Autealu Ma Budi'a bihi Rasulullahminal

 

Waliye, ar-Ru yu ash-Shuldugak, II/100340

 

3 Lihat, Fathul Bariy, Opat, 1/27

 

-----000-----

 

Disadur dari Arrahiqul makhtum

Sragen 11-07-2025, Abu Ibrahim Junaedi Abdullah


Selasa, 08 Juli 2025

10 NASEHAT UNTUK ANAK

 


penting…!

10 NASEHAT UNTUK ANAKKU

 

1.   Wahai anakku, engkau adalah tangung jawabku untuk menunjukkan kebenaran dan menjauhkan keburukan kepadamu, oleh karena itu taatilah aku jika apa yang kukatakan kebenaran sedang kamu memiliki kemampuan, karena aku menghendaki keselamatan di duniamu dan juga akhiratmu.

 

2.   Wahai anakku, engkau dan aku memiliki modal yang sama, besar dan berharga melebihi emas dan perak yaitu waktu, barang siapa yang menyadari hal ini dan menggunakan di dalam kebaikan niscaya Allah akan mengangkat derajatnya.

 

3.   Wahai anakku, apa yang ada di tanganmu berupa hp, leptop, computer yang tersambung dengan internet adalah sarana, hal itu tak ubahnya seperti pisau bermata dua, jika kamu tidak menggunakan di dalam ketaatan pasti akan menyeretmu kedalam kemaksiatan, waspadalah karena semua ada tanggung jawabnya dan semua ada tanda-tandanya.

 

4.   Wahai anakku, engkau bisa bersembunyi dari pandangan manusia, tapi engkau tidak akan bisa bersembunyi dari pandangan Allah dan malaikat-Nya, maka malulah untuk bermaksiat kepada Allah sebelum malu dengan manusia karena Allah yang telah memberimu nikmat.

 

5.   Wahai anakku, ketahuilah di antara tanda kemuliaan sebuah generasi yaitu dengan mencintai ilmu dan mencarinya terus-menerus, sedangkan ciri kehancuran generasi adalah senantiasa mengejar hiburan dan kesenangan serta menyia-nyiakan modalnya (umur).

 

6.   Wahai anakku, janganlah kamu malu kepada manusia hanya karena kekurangan dunia, tidak mampu seperti orang yang diberi harta, karena hal itu bukanlah aib, mereka tidak bertanggung jawab terhadapmu demikian pula kamu tidak bertanggung jawab terhadap mereka, karena kehidupan ini adalah ujian dan masing-masing, barang siapa bisa menyelesaikan dengan sebaik-baiknya maka dia telah selamat.

 

7.   Wahai anakku, meskipun takdir telah ditentukan demikian pula kemuliaan dan kehinaan, kekayaan dan kemiskinan, ketahuilah bahwasanya Allah akan memudahkan siapapun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, maka berjuanglah dengan sekuat tenagamu untuk mendapatkan kemuliaan dunia, seandainya engkau diuji dengan kekurangan dunia kalah dengan mereka, jangan sampai engkau mengalah dalam urusan akhirat.

 

8.   Wahai anakku, apa yang ada di dalam hatimu akan tercermin dari lahirmu, baik perkataan maupun perbuatan, oleh karena itu hiasilah hatimu dengan kebaikan dan jauhkanlah dari segala penyakit hati, karena rusaknya badan umumnya di awali dengan rusaknya hati.

 

9.   Wahai anakku, meskipun aku tidak mewariskan harta benda kepadamu setidaknya aku mewariskan ilmu, karena dengan ilmu itu hendaknya kamu bertakwa kepada Allah ta’ala, yang dengan ketakwaan itu Allah akan menjamin rezeki hamba-Nya.

 

10.                     Wahai anakku, kita berkumpul di dunia ini, aku berharap nanti kita juga bisa berkumpul di akhirat (surga) yang penuh dengan kenikmatan, barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, meninggal dalam keadaan beriman, selamat dari neraka dan masuk kedalam surga sesungguhnya dia telah sukses, dan inilah hakekat kesuksesan yang sebenarnya, apalah artinya seseorang sukses di dunia sementara di akhirat dirinya celaka, wal ‘iya dzubillah.

Demikianlah tulisan ini semoga engkau bisa memahami dan mengamalkan, Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 09-07-2025

Orang tuamu.


SEJARAH RASULULLAH 3. PERNIKAHAN DENGAN KHATIJAH

  SIRAH NABAWIAH BAB 3 MENIKAH DENGAN KHADIJAH   Ketika beliau pulang ke Mekkah dan Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhada...