Semua orang menghendaki memiliki rumh
tangga yang bahagia, namun tidaklah semua orang bisa mewujudkan hal itu, bahkan
tidak sedikit prahu rumah tangga yang mereka naiki kandas dan berakhir dengan
perceraian.
Hal itu dikarenakan latar belakang
dan cara pandang setiap orang yang berbeda-beda, ketika mereka tidak mau
berjalan sesuai apa yang dituntunkan Allah dan Rasul-Nya merekapun tak akan
mendapatkan apa yang mereka cari yaitu kebahagiaan.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20] : 124).
Oleh karena itu berikut ini tjahapan-tahapan di dalam
menggapai rumah tangga agar bahagia diantaranya:
1. Menikah.
Menikah adalah salah satu sarana mewujudkan rumah tangga
bahagia, demikian pula menikah merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Allah ta’ala befirman:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَة.
“Maka
nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua tiga atau empat. Bila kalian takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah
satu perempuan saja.” (QS An
Nisa [4]:3)
وَمِنْ
ءَايَٰتِهِۦٓ
أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوا إلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum [30]:21)
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ،
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ
لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai
para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah.
Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat
menekan syahwatnya (menjadikan tameng).” HR. Bukhari 5066 Muslim 1402.
اَلنِّكَاحُ مِنْ
سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Menikah
adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan
dari golonganku.” (HR Ibnu Majah 1846 Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah
2383)
تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي
مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ
“Menikahlah,
karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat
lain pada hari Kiamat.” (HR. Al-Baihaqi (VII/78) dan dikuatkan oleh Syaikh
al-Albani dalam kitab ash-Shahiihah)
2.
Memilih suami atau istri yang baik.
وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ
خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ.
Dan sungguh wanita budak
yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS
Al-Baqarah[2]:221)
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ
خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ.
Dan sungguh laki-laki budak
yang mu’min lebih baik dari laki-laki musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS
Al-Baqarah[2]:221)
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا
وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang
taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari 5090, Muslim 1466).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Turmudzi 1084, Ibn Majah 1967, dan yang lainnya. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani).
3. Bila salah
satu tertinggal agamanya hendaknya belajar.
Kewajiban menuntut ilmu tidak dibatasi dengan umur, hendaknya
berusaha segera mengejar ketinggalannya. Allah ta’ala memuji orang-orang yang
beriman dan berilmu:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang orang yang di beri ilmu dengan beberapa derajat.” ( QS
Al-Mujadilah[58]:11)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu
Majah. Dishahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah 224)
Pengetahuan agama inilah nantinya yang akan megendalikan bahtera
rumah tangganya dan menjadikan dasar pijakan di dalam mengarungi kehidupan.
Dengan demikian suami istri akan menjadi pasangan ideal berbicara
berdasarkan ilmu, diam berdasarkan ilmu, memerintah berdasarkan ilmu, melarang
berdasarkan ilmu setiap tindakan didasari ilmu.
4. Menutup masa
silam.
Banyak pasutri ketika mereka sudah menikah tidak menyadari
hal ini, padahal dirinya tidak lagi lajang, hendaknya menutup masa lalu.
Bukalah lembaran baru dan lupakan kenangan lama, jangan
sampai kebahagiaannya rusak dengan masa silam yang kelam.
Tutuplah kekurangan di masa silam dengan kebaikan niscaya
akan menghapuskan hal itu. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ
السَّيِّئَاتِ..
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (QS. Hud [11]:114)
كُلُّ
أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ…
“Seluruh umatku mu’afa (dimaafkan
dosanya), kecuali orang yang melakukan dengan terang-terangan.” (HR Bukhari 6069,
Muslim 2990).
Dari
Abu Dzar ia berkata
Rasululullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا
كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ
بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah
setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergaulilah
manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi 1987 di hasankan Syaikh
al-Albani di dalam Al-Misykah 5083)
5.
Mengetahui hak dan kewajiban masing-masing
أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى
نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan
isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.” (HR Tirmidzi 1163,
dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Ibni Majah 1851)
Haq
seorang istri.
1)
Mempergauli dengan cara yang baik.
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ.
“Dan
bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS An Nisaa’[4]:19)
2)
Mendidiknya.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
“ Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.
At-Tahrim[66]:6)
3)
Lemah lembut.
Lembut
bukan berarti lemah, tegas bukan berarti keras, hendaknya menggunakan secara
hikmah, Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْتَوْصُوْا
بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ … -وَفِي
رِوَايَةٍ- الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ.
“Berwasiatlah
kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri), karena wanita itu
diciptakan dari tulang rusuk…” Dalam satu riwayat: “Wanita itu seperti tulang
rusuk….” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
خُلُقًا.
“Orang
yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling
bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik
akhlaknya terhadap istri-istrinya.” (HR Thirmidzi 1162 Ibnu Majah
1987 dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 284)
4)
Memberinya makan, pakaian dan tempat.
Allah
ta’ala berfirman:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana
kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu..” (QS. At-Thalaq[65]:6)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا
طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ
تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.
“Engkau
memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau
berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta
janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” (HR. Abu Dawud 2142, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 687)
Termasuk hal
ini apa saja yang berkaitan dengan kebutuhan pokok, maupun berjangka.
Keseharian
seperti belanja, dan keperluan menjaga dirinya seperti untuk bersolek.
Kebutuhan
berjangka seperti, diajak rekreasi dan lain-lain.
5)
Menjaga kebersihan dan kerapian dirinya.
Dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata:
سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ
شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ
قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.
Aku bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lakukan ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.”
(HR. Muslim 253)
Ibnu Abbas
radiyallahu ‘anhu biasa merapikan dirinya ketika hal itu di tanyakan beliau
menjawab, “ Sungguh aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka melihat
istriku berhias untuk diriku.” (Tafsir Al Qurtubi, di nukil dari As-Suluk
Al-Ijtima’ fil islam, syaikh Hasan Ayub hal, 183-184)
6)
Menghormati semua keluarga istrinya.
Hendaknya
tidak menampakkan pilih kasih di dalam muamalah dengan saudara-saudara istrinya
kecuali dijumpai sifat-sifat buruk yang bisa merusak hubungan rumah tangganya
atau bila memang salah satunya membutuhkan uluran tangan.
Hak suami
1)
Memberikan sepenuhnya hak memimpin rumah tangga
kepada suami.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا
أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم.
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS.
An-Nisaa’[4]: 34)
2)
Menghargai suami.
Suami
memiliki kedudukan yang besar, hendaknya seorang istri menyadari hal itu,
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا
أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya
aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan
seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi 1159, Ibnu Hibban 1291, di
shahihkan syaikh al- Albani di dalam Al-Irwaa’ ul ghaliil 1998)
3)
Wajib mentaati suami di dalam kebaikan.
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ
تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.
“Jika
seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan memenuhinya,
maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari 5193, Muslim
1436)
Dalam
ajaran Islam, seorang isteri dilarang berpuasa sunnah knecuali dengan izin
suaminya, apabila suami berada di rumahnya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam:
لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا
شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنْ فِيْ بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ.
“Tidak
boleh seorang wanita puasa (sunnah) sedangkan suaminya ada dirumah kecuali
dengan izinnya.” ( HR. Muslim 1026)
ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ
صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ
كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ
مُتَصَارِمَانِ.
“Ada tiga
kelompok yang shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya
(tidak diterima oleh Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu
membencinya, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan
dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah
I/311, no 971 dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih 1128)
إِذَا صَلَّتِ
الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ
بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ.
“Apabila
seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya
ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661,
Ibnu Hibban 1296, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahihul-Jami’)
4)
Tidak kufur terhadap kebaikan suami.
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا
أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ
قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ
إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ
مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.
“Diperlihatkan
kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang
ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada
Allah ? Nabi bersabda: “Mereka ingkar kepada suaminya dan ingkar kepada
kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang mereka
(istri-istrimu) selama satu tahun, kemuadian wanita tersebut melihat satu
kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat engkau berbuat
baik sedikitpun.” (HR. Bukhari 1052 Muslim 907)
5)
Berdandan untuk suami.
Banyak sekali wanita sekarang tidak paham hal ini, sehingga
mereka memiliki kebiasaan yang buruk dan terbalik, hal ini bisa dilihat ketika
mereka keluar untuk keperluannya sendiri atau keundangan, arisan mereka
berdandan, sementara ketika mereka di rumah tak mau berdandan untuk suaminya
sendiri.
Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam di tanya, Siapakah
wanita yang baik itu..?,” beliau menjawab:
الَّتِي
تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي
نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ.
“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika
suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan
hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. Ahmad 9658, An-Nasa’i
3231, di hasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Al-Irwa’ 1786)
6) Amanah dan tidak boros di dalam menjaga harta
suami.
Perbuatan tabdzir
merupakan salah satu dari perbuatan yang amat disukai oleh syaitan.
Allah
ta’ala berfirman:
وَلا
تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ.
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al
Isra’ [17]: 26-27)
Qotadah rahimahullah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan)
adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang
keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
QS. Al Isra’ [17]: 26-27)
7) Menghormati semua
keluarga suami.
Hendaknya seorang istri menjaga lisannya dan tidak berkata
buruk kepada keluarga suaminya, karena hal itu bisa menyulut kemarahan suami,
sedangkan kemarahan suami adalah bencana rumah tangganya.
Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari
bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah
bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu
kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali
yang aku tidak mampu mengerjakannya.”
Maka, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
فَانْظُرِي
أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu
(merupakan) Surgamu dan Nerakamu.”
6. Musyawarah
dengan istri dalam perkara yang dipandang perlu.
Biasakanlah untuk bermusyawarah dengan istri dalam
perkara-perkara penting, seperti buka usaha, infestasi, berwisata dan
lain-lain, karena demikian menjadikan istri merasa dihormati, dianggap, dan
menanamkan rasa percaya diri sebagai seorang istri, bahkan terkadang istri memiliki
ide-dan usulan yang bermanfaat.
Allah ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159)
Musyawarah menjauhkan sifat otoriter,
lebih adil, terbuka, memberi kesempatan bicara kepada anggota rumah tangga,
seandainya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, tidak ada yang saling
menyalahkan karena telah di sepakati bersama. Demikian ini juga dibahas para
ulama.
7.
Qana’ah (puas terhadap karunia Allah)
Penting
bagi pasangan suami istri memiliki sifat qana’ah, dimana dijaman ini semua
diiklankan bertaburan dimana-mana, belum lagi di permudah dengan belanja onlie.
Persaingan
ekonomi masyarakat sangat cepat, bila tidak pandai menata hatinya, dirinya bisa
gusar, bingung, sedih, dan galau.
Hendaknya
yang di lakukan pasangan suami istri tersebut:
1)
Mensyukuri apa yang ada.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ
الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ.
“Barang siapa yang
tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang
banyak.” (HR. Ahmad, 4:278. Di hasankan Syaikh Al-Albani dalam
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 667)
2) Melihat orang di bawah kita.
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ
هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ
أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan
jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut,
agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu" (HR
Bukhari 6490, Muslim 296)
3)
Kaya itu adalah kepuasan hati.
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ
كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya
kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa
cukup.” (HR. Bukhari 6446 Muslim 1051)
4)
Semakin tamak terhadap dunia semakin haus.
Ibarat meminum
air lautan, semakin diminum semakin haus, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ
وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ
إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya
seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah
lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah
(yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (HR.
Bukhari 6439 dan Muslim 1048)
5) Menjadikan akhirat tujuan hidup
keluarganya.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Katakanlah: “sesungguhnya shalatku,
sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.
Al An’am[6]:162)
مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ
فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما
كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في
قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.
Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam Bersabda, “Barang siapa yang menjadikan dunia
sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan urusannya, menjadikan miskin di
dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya.
Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah menghimpun
urusannya, menjadikan kecukupan ada di dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya
sementara ia memandangnya sebagai sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu Majah 4105 dan
di shahihkan syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 950)
6)
Keberhasilan sesungguhnya adalah membawa
keluarga masuk Syurga.
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ
النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.
“Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.” QS Al Imran[3]:185.
Apabila
dirinya belum mendapatkan bagian dunia ini hendaknya bersabar dan bagi orang
yang bertaqwa akan ada kenikmatan yang menanti yaitu syurga kelak di akhirat in
syaa Allah, Aamiin.
Demikianlah semoga bermanfaat.
Sragen 02-09-2022
Junaedi Abdullah.