Kamis, 14 November 2024

HAKEKAT DUNIA

 

HAKEKAT DUNIA

 

Dunia hanyalah salah satu lintasan manusia, yang di dalamnya manusia diuji dengan berbagai perintah dan larangan, Allah yang maha pemurah menguatkan hamba-hambanya yang beriman dengan membimbing mereka melalui rasul-rasul yang diutus dan kitab yang dibawa.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.

Kami berfirman, "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah[2]:38).

Ibnu Katsir berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang peringatan yang ditujukan kepada Adam dan istrinya serta iblis ketika mereka diturunkan dari surga. Yang dimaksud ialah anak cucunya, bahwa Allah kelak akan menurunkan kitab-kitab dan mengutus nabi-nabi serta rasul-rasul (di kalangan mereka yang akan memberi peringatan kepada kaumnya masing-masing). Demikianlah menurut penafsiran Abul Aliyah; dia mengatakan bahwa petunjuk tersebut dimaksudkan adalah para nabi dan para rasul, serta penjelasan-penjelasan dan keterangan-Nya (melalui ayat- ayat-Nya).” (Tafsir Ibnu Katsir, QS Al-Baqarah[2]:38).

Hendaknya seseorang mengetahui bahwa petunjuk keselamatan adalah mengikuti apa yang dibawa oleh para utusan Allah yaitu kitab-kitab, yang pada akhirnya mereka harus mengikuti nabi kita nabi Muhammad sllallahu ‘alaihi wa sallam.

Untuk mengetahui seluk beluk hakekat dunia ini agar kita selamat darinya yaitu diantaranya:

1.   Kita tinggal di dunia hanya sebentar.

Oleh karena itu dunia secara secara bahasa arab, yaitu dari akar kata “dana-yadnu-dunyanan” yang bermakna dekat dan singkat.

Allah ta’ala berfirman:

قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian sesungguhnya mengetahui.” (QS. Al-Mukminun[23]:114).

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ.

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari 6416, Tirmidzi 3296).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.

Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah 4236, Tirmidzi 3550 dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 757).

2.   Takbiat manusia menciantai dunia.

Allah berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran[3]: 14).

 

Demikianlah watak asli manusia, sehingga banyak yang terjerumus dengan dunia padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ .

“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)

3.   Dunia hanyalah permainan dan sendau gurau yang melalaikan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Al-Imran[3]:185).

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kalian serta berbangga-bangga dalam banyaknya harta dan anak.” (QS.Al-Hadid[57]:20).

4.   Pembagian manusia dalam menyikapi dunia

1)   Orang kafir.

Orang kafir, mereka tidak lagi memperhatikan batasan-batasan dunia, merek mencurahkan seluruh waktunya untuk akhirat.

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak mem­peroleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.Hud[11]:15-16).

Allah akan membalas mereka di akhirat dengan neraka.

فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ.

Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS. Attaubah[9]:55).

 

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran[3]:178).

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ.

“Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong.” (QS. Al Imran[3]:91).

2)  Orang islam yang berlebih-lebihan kecintaannya terhadap dunia.

Mereka menyia-nyiakan kewajiban dan memburu dunia sehingga mereka dzalim terhadap dirinya, orang lain dan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ.

“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (Ghafir[40]:39).

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” ( QS. Al-An’am[6]:44).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.

”Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan dilihat dari jalur lain).

3)   Mereka mengetahui hakekat dunia, dan mengambil secukupnya saja.

Mereka mengejar akhirat namun tidak melupakan dunia.

Allah ta’ala berfirman:


وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا .

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi .”( QS. Al Qashash [28]:77).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi w sallam bersabda:

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ، جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan dalam pandangannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang Allah telah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan hatinya merasa cukup, dan dunia akan datang dalam keadaan merendah.(HR. IBnu Majah 4105, dishahihkan Syaikh al-Bani di dalam as-Shahihah 950).

وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ – فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ.

“Demi Allah, tidaklah dunia ini bagi akhirat melainkan seperti jari tangan salah seorang dari kalian yang ini  -Yahya (perowi) mengisyaratkan dengan jari telunjuk- yang dicelupkan ke dalam air laut, maka lihatlah air yang kembali.” (HR. Muslim 7376).

 

الدُّنْيَا سِجْنُ المُؤْمِنْ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ.

Dunia merupakan penjara bagi orang-orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir.” HR. Muslim 2956).

5.   Orang berakal mengejar akhirat.

Oleh karena itu banyak para ulama mereka yang Zuhud, Zuhud adalah sikap hidup yang menjauhi duniawi dan lebih mementingkan akhiratSecara bahasa, zuhud berarti berpaling, meninggalkan, atau tidak menyukai. 

Atau wara’ Wara' adalah sifat mulia dalam Islam yang berarti berhati-hati untuk menghindari perkara syubhat dan menjauhi yang haramWara' merupakan sikap yang lahir dari keimanan yang kuat, rasa takut kepada Allah, dan kesadaran akan kehidupan akhirat. 

6.   Berpegang terhadap kitabullah dan sunnah rasul-Nya.

Jika seseorang berpaling dari ini sudah bisa dipastikan akan binasa di dunia dan akhirat.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha [20] : 124).

Ibnu Katsir mengatakan:

{وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي}

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku.” (QS.Thaha[20]: 124).

Yaitu menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya.

{فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا}

“Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”. (QS. Thaha[20]: 124).

“Yakni kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya; walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang disukainya.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Thaha[20]: 124).

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا، لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ.

"Aku telah tinggalkan untuk kalian petunjuk yang terang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang berpaling darinya setelahku melainkan ia akan binasa.” (HR. Ahmad 17142, Ibnu Majah 43, al-Hakim di dalam Mustadraknya 331,  dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 936).

اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا

“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.”(HR Tirmizi – Hasan)

Demikianlah semoga kita selamat dari fitnah dunia ini. Aaamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 14-11-2024

Junaedi Abdullah.



Selasa, 05 November 2024

15 HAQ, HAQ KE 3 HAQ ORANG TUA.

 



BAB 3

HAQ ORANG TUA.

 

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya, sehingga amalan ini adalah amalan yang sangat mulia.

Hal itu karena orang tua merupakan lantaran keberadaan dirinya di dunia ini, demikian pula perjuangan orang tua sangat berat sehingga Allah perintahkan manusia berbakti kepada orang tuanya.

Besarnya kedudukan orang tua sampai-sampai Allah iringkan dengan haq-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.

“Dan hendaklah kamu beribadah hanya kepada Allah dan janganlah mempersekutukan dengan sesuatu apapun juga dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapak,” (QS. An Nisaa’ [4]: 36)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ.

“Amalan apakah yang di cintai Allah?” Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya” “Kemudian apa” “Berbakti kepada orang tua” “Kemudian apa” “Jihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad 3998 Muslim 85).

Semua interaksi dan komonikasi berupa ketaatan yang menjadikan orang tua ridha termasuk katagori berbakti, begitu pula semua interaksi diluar ketaatan kepada Allah yang menjadikan orang tua murka termasuk durhaka.

Hal-hal yang berkaitan dengan orang tua yang semestinya kita ketahui dan kita lakukan yaitu:

1.   Mengingat jasa orang tua.

Besarnya jasa seorang ibu.

Ibu kita adalah wanita yang sangat berjasa, semenjak hamil, makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, badan terasa lemah, membawa kandungan anaknya selama 9 bulan umumnya, selama itu pula dirinya menahan kesabaran, hal itu tidak lain agar anak yang dikandung dalam keadaan sehat.

Setelah sekian lama menahan kesabaran maka dia pun harus mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan anak yang dikandungnya.

Setelah anaknya lahir, orang tua tak bedanya seperti pembantu bagi anaknya, dia harus menjaga setiap kali bangun, menyusuinya, membersihkan kotorannya tanpa kenal waktu tak kenal lelah.

Hal ini berjalan sampai dua tahun, oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Lukman [31]:14).

Setelah disapih, ibu menemaninya, bermain, bercanda, mengajarinya hal-hal yang perlu, menyiapkan makannya, pakaianya, terkadang rela tidak makan semata-mata agar anaknya bisa makan, hal ini dilakukan hingga anak tumbuh dewasa.

Itulah seorang ibu yang selalu berkorban, tak kenal lelah dalam menjaga dan mendidik anaknya.

Besarnya jasa seorang ayah.

Ayah selalu turut memperhatikan perkembanganmu, semenjak di dalam kandungan, menemani dan menjaga ibumu, menyiapkan segala sesuatu untuk kelahiranmu.

Seorang ayah tidak pernah perduli dan tidak pernah perhitungan terhadap apa yang dikeluarkan untuk kelangsungan hidupmu, mulai dari membiayai kesehatanmu di dalam kandungan, menyiapkan biaya kelahiranmu sampai turut serta bagaimana mendidik kamu agar kelak menjadi orang yang berguna bagi orang tua, nusa dan bangsa.

Seorang ayah rela dirinya menderita agar anaknya bisa meraih kesuksesan,  tak kenal panas tak kenal hujan semata-mata agar dirumahnya tidak terdengar tangisanmu karena kelaparan, atau meminta kebutuhan.

Terkadang ayah tidak perduli harus menahan sakit yang dideritanya, hal itu karena sedikitnya uang yang semata-mata untuk keperluan anaknya.

Demikian perjuangan panjang seorang ayah hingga anak-anaknya bisa berdikari secara mandiri.

2.   Kewajiabn berbakti kepada kedua orang tua.

Adapun diantara bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua yaitu:

1)  Wajah berseri-seri.

Ketika seseorang mampu berbasa-basi dan muka berseri-seri dengan orang lain, maka dengan orang tua tentu lebih ditekankan lagi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ

“Janganlah engkau meremehkan suatu kebaikan, walaupun sekedar bermuka manis ketika engkau bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim2626).

Hendaknya seseorang menampakkan wajah berseri-seri di hadapan orang tua, dan menahan kekecewaan dari manapun asalnya, hal ini agar orang tua tidak bersedih ketika melihat anaknya berwajah muram dan sedih.

2)  Bertutur kata dan berperangai lemah lembut.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا.

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al Israa’ [17]: 23).

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (QS. Al-Isra’ [17]:24).

3)  Mentaatinya selama tidak maksiat kepada Allah taa’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.

"Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan-Ku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).

Asbaabun nuzul ayat ini berkaitan dengan Sa’ad bin Abi Waqas dan ibunya Hamnah. Yang meminta Sa’ad untuk kembali kepada agama jahiliyah namun beliau enggan. (Lihat tafsir Ibnu katsir QS. Luqman[31]15)

لاَ طَاعَةَ فَيٍ مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ

 

“Tiada kewajiban untuk taat (kepada seseorang) yang memerintahkan untuk durhaka kepada Allah Kewajiban taat hanya pada hal yang ma’ruf.” (HR. Bukhari 7257, Muslim 1840, Ahmad 724, Abu Dawud 2625).

Dalam perkara-perkara mubah apabila anak di beri kemampuan hendaknya anak mentaati orang tua dan mengalah.

Begitu pula apabila anak sedang melakukan amalan sunnah dan orang tua memerintahkan sesuatu maka hendaknya didahulukan perintah orang tua, sebagaimana faidah dari hadits Juraij.

Disebutkan dalam sebuah kaedah:

فَإِنْ تَزَاحَمَ عَدَدُ الْمَصَالِحِ يُقَدَّمُ الأَعْلَى مِنَ الْمَصَالِح.

“Jika berbenturan beberapa maslahat hendaknya di dahulukan yang paling tinggi dari maslahat tersebut.” (Risalah Fil Qawa’idi il Fiqiyah oleh Syaikh ‘Abdurrahman Ibni Nashir Assa’di).

4)  Mendakwahi orang tua apa bila belum mendapatkan hidayah.

Sebagaimana nabi Ibrahim beliau mendapati orang tuanya dalam keadaan musyrik beliau mendakwahinya:

Allah ta’ala berfirman:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا.

“ Ingatlah ketika ia Berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun.” (QS. Maryam [19]: 42).

Dari Abu Kasir, Yazid bin Abdurrahman, Abu Hurairah bercerita kepadaku, “Dulu aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam ketika dia masih musyrik. Suatu hari aku mendakwahinya namun dia malah memperdengarkan kepadaku cacian kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tentu merupakan kalimat-kalimat yang tidak kusukai untuk kudengar.

فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي، قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي كُنْتُ أَدْعُو أُمِّي إِلَى الْإِسْلَامِ فَتَأْبَى عَلَيَّ، فَدَعَوْتُهَا الْيَوْمَ فَأَسْمَعَتْنِي فِيكَ مَا أَكْرَهُ، فَادْعُ اللهَ أَنْ يَهْدِيَ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ.

“Aku pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menangis. Ketika telah berada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku berkata, “Ya Rasulullah, sungguh aku berusaha untuk mendakwahi ibuku agar masuk Islam namun dia masih saja menolak ajakanku. Hari ini kembali beliau aku dakwahi namun dia malah mencaci dirimu. Oleh karena itu berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan hidayah kepada ibu-nya Abu Hurairah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah kepada ibu dari Abu Hurairah...” (HR. Muslim 4291).

Maka ibunya (Umaimah) mendapat hidayah.

5)  Memperhatikan kebutuhan orang tua.

Membantu dengan tenaga bila mungkin membutuhkan tenaganya, tempat tinggalnya, layak atau tidak, bila memang kita diberi kemampuan, merawat kesehatannya, jika ada yang dirasakan sakit, keperluannya sehari-hari, bila memang kita ada kelebihan, menghibur dan bercengkrama dengannya agar tidak sedih dan kesepian.

Ini semua masuk dalam firman Allah ta’ala:

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.

“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).

Dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ قِيْلَ: مَنْ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ اَدْرَكَ اَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِاَحَدُهُمَااَوْكِلَيْهِمَافَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ.

Celaka, celaka, Dia celaka, Lalu beliau ditanya orang, Siapakah yang celaka, ya Rasulullah? Jawab Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim 2551).

Oleh karena itu hendaknya merawat orang tua dengan sebaik-baiknya.

6)  Ijin ketika hedak berjihad atau melakukan sesuatu yang besar.

Jangan sampai membuat orang tua kecewa sedih dan kecewa.

Dalam sebuah riwayat disebutkan:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.

 “Seseorang datang, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya datang ke sini untuk ikut berjihad bersama anda. Saya datang ke sini dalam keadaan kedua orang tua saya menangis.” Maka beliau bersabda, “Kembali lagi temui kedua orang tuamu, buatlah mereka tertawa, sebagaimana engkau membuat mereka menangis.” (HR. Bukhari 3004, Muslim 2549, Abbu Dawud 2529, Ahmad 7062).

Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata:

أَنَّ رَجُلًا هَاجَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْيَمَنِ فَقَالَ: هَلْ لَكَ أَحَدٌ بِالْيَمَنِ؟، قَالَ: أَبَوَايَ، قَالَ: أَذِنَا لَكَ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: ارْجِعْ إِلَيْهِمَا فَاسْتَأْذِنْهُمَا، فَإِنْ أَذِنَا لَكَ فَجَاهِدْ، وَإِلَّا فَبِرَّهُمَا.

“Seseorang berhijrah menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari Yaman. Maka beliau (Nabi shallallahu alaihi wa sallam) bertanya, ‘Apakah engkau memiliki kerabat di Yaman?” Dia menjawab, ‘Kedua orang tuaku.” Maka beliau berkata, “Apakah keduanya telah mengizinkan kamu?” Beliau berkata, “Tidak.” Maka Nabi shallalllahu alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada keduanya, jika kedunya mengizinkan, maka berjihadlah, jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya.” (HR. Abu Dawud 2530, Baihaqi 17831, Ibnu Hibban 422, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 2283).

7)  Mendahulukan orang tua dibandingkan anak istrinya.

Hal ini apabila orang tua fakir (membutuhkan), Sebagaimana kisah tiga orang yang terjebak di dalam gua.

Salah satu dari mereka berdoa: “Ya Allah, dahulu saya memiliki kedua orang tua yang sudah renta. Saya tidak memberi minuman di  malam hari untuk keluarga saya atau hewan ternak saya, sebelum saya memberi  minuman untuk keduanya. Suatu saat saya ada keperluan hingga pulang larut dan belum sempat saya beri minum. Maka saya buatkan minuman untuk mereka, namun ternyata saya dapatkan mereka telah tertidur. Saya tidak ingin memberikan minum kepada keluarga dan hewan ternak saya sebelum saya memberikan minum untuk keduanya, maka saya tunggu mereka bangun dari tidur sambil memegangi wadah minuman tersebut. Saya pun tidak ingin membangunkan keduanya, sementara anak-anak saya menangis-nangis kelaparan dan memegangi kaki saya. Begitu seterusnya hingga terbit fajar. Kemudian terbit fajar, lalu aku membangunkan keduanya dan memberinya minum. 

“Ya Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap wajah-Mu, lepaskanlah kami dari batu ini.” Lalu batu itu bergeser sedikit, namun mereka belum dapat keluar darinya. (HR. Bukhari 2272).

8)  Memaafkan orang tua apabila keliru.

Seorang anak tidak mengetahui seberapa banyak kesalahan yang diperbuat terhadap orang tuanya, namun orang tua dengan lapang dada sesalu memaafkan anaknya, oleh karena itu tidak pantas bagi seorang anak sampai tidak mau memaafkan orang tuanya.

Allah ta’ala berfirman:

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memberi maaf kepada orang lain, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran [3]:134).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ.

“Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Azza wa Jalla akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari Kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari.”  (HR Abu Daud 4777, Tirmidzi 2493, Ahmad 15637, di hasankan syaikh al-Albani di dalam al Misykah 5088).

9)  Menjaga hubungan baik orang yang dekat dengan orang tua kita.

Islam mengajarkan kesetiaan, menjaga kebaikan dan mengingatnya, baik kepada orang tua dan kerabat orang tua.

Ditanyakan kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا.

“Wahai Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya meninggal?” Beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun untuknya, melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui jalan mereka berdua, dan memuliakan teman-temannya.” (HR Abu Dawud 5142 tetapi hadits ini didha’ifkan syaikh al-Albani).

Namun ada hadits yang shahih diriwayatkan imam Muslim.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi bersabda:

أَبَرُّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ وُدَّ أَبِيهِ.

"Sesungguhnya sebaik-baik kebajikan adalah seseorang menyambung tali persaudaraan dengan orang-orang yang dicintai ayahnya." ( HR. Muslim 2552, Thabrani 7997).

10)  Mendoakan kebaikan pada orang tua.

Hendaknya mendoakan orang karena Allah ta’ala mengajarkan demikian.

وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.                              

Katakanlah, “Ya Tuhanku kasihanilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka mengasihi aku di waktu kecil.” (QS. Al-Israa’[17]:24).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: أَنَّى هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ.

“Sungguh seorang akan ditinggikan derajatnya di surga, maka dia bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.“ (HR. Ibnu Majah 3660, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1598).

 

3.   Bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua.

Bentuk-bentuk kedurhakaan kepada orang tua di antaranya:

1)  Wajah ceberut, manyun dan membelalakkan mata.

2)  Berkata dan berbuat kasar, seperti:

Berani memukul orang tua, membentak atau ucapan, “Ah, hee, hus, bodoh, tuli, tua bangka, bengak, kolot, crewet, rewel, keras kepala, bahu tanah, buta, pikun atau  menyebut anggota badan seperti: telinga, mata, mulut, hidung.

3) Membiarkan orang tua di dalam kekafiran atau kemusyrikan.

4)  Tidak mentaatinya meskipun di dalam kebaikan.

5)Tidak menghiraukan orang tua yang berada dalam kesusuahan.

6)  Mengusir orang tua.

7)  Tidak mengakui orang tuannya.

8)  Tidak mau mengunjungi orang tua dan kerabatnya.

9)  Mementingkan istri dan anak-anaknya.

10) Membebani orang tua dengan permintaan yang tidak di sanggupi.

4.   Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua.

 

1)  Berbakti merupakan amalan yang paling utama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ.

“Amalan apakah yang di cintai Allah?” Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya” “Kemudian apa” “Berbakti kepada orang tua” “Kemudian apa” “Jihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad 3998 Muslim 85).

2)  Akan di mudahkan baginya untuk masuk ke dalam surga.

Surga memiliki beberapa pintu, salah satunya adalah pintu birrul walidain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ .

“Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Sia-siakanlah (sehingga kalian masuk neraka), atau jagalah orang tua kalian (jika kalian menginginkan masuk pintu surga tersebut).” (HR. Tirmidzi 1900, Ibnu Majah 3663, Ibnu Hibban 425, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 914).

3)  Dikabulkan doa-doanya dan dimudahkan kesulitan-kesulitanya.

Dahulu ‘Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu mendapatkan pesan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar menemui Uwais bin ‘Amir, dari Yaman seorang yang sangat berbakti kepada orang tuanya agar didoakan ampunan oleh Allah ta’ala.

Dari Usair bin Jabir, ia berkata, ‘Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya:

أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: لَكَ وَالِدَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ فَاسْتَغْفِرْ لِي، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ.

“Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Sampai ‘Umar mendatangi ‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin ‘Amir?” Uwais menjawab, “Iya, benar.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod, dari Qarn?” Uwais menjawab, “Iya.”

Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.” Uwais menjawab, “Iya.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu?” Uwais menjawab, “Iya.”

Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan doanya. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.” Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.” Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan pada Allah. (HR. Muslim 2542).

Salah satu sebab dimudahkan seseorang di dalam menghadapi kesulitan-kesulitannya yaitu bertawasul dengan amal shalihnya, diantaranya berbakti kepada orang tua tersebut, sebagaimana disebutkan (HR. Bukhari 2272) yang kita sebutkan pada poin ke 7, diantara bentuk-bentuk berbakti kepada orang tua.

4)  Akan dimudahkan rezkinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.

“Siapa yang suka dilapangkan rezkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari 5985, Muslim 2557 Abu Dawud 1693).

Dan menyambung silaturrahmi yang paling utama adalah dengan orang tua.

5)  Akan mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya kelak.

Apa yang dilakukan akan diperhatikan oleh anak-anaknya sehingga orang tua akan menuai apa yang telah dilakukan terhadap orang tuanya.

Allah ta’ala juga berfirman:

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ.

“Tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman[55]: 60).

 

5.   Bahaya durhaka kepada orang tua.

Hendaknya kita takut kepada Allah apa bila sampai durhaka kepada orang tua kita, di antara bahaya yang akan didapatkan yaitu:

1)  Terhalangi dari masuk surga.

Seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuannya diancam dengan nerka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ، وَلَا مُكَذِّبٌ بِقَدَرٍ.

“Tidak masuk surga anak yang durhaka, pecandu khamer dan orang yang mendustakan taqdir.” (HR. Ahmad 27484, al-Bazzar 4106, dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 675).

2)  Mendapatkan kemurkaan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

“Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua. (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 2, Tirmidzi dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ 3506).

3)  Durhaka pada orang tua akan disegerakan siksanya di dunia sebelum diakhirat.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَبَابَانِ مُعَجَّلَانِ عُقُوبَتُهُمَا فِي الدُّنْيَا الْبَغْيُ وَالْعُقُوقُ:

“Dua perbuatan dosa yang Allah segerakan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan durhaka kepdada orang tua.” (HR. Hakim dalam Mustadraknya 7350, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1120).

4)  Bisa mendapatkan doa buruk orang tua kepada anak.

Sebagaimana kisah Juraij.

نَادَتِ امْرَأَةٌ ابْنَهَا وَهُوَ فِي صَوْمَعَةٍ، قَالَتْ: يَا جُرَيْجُ، قَالَ: اللَّهُمَّ أُمِّي وَصَلاَتِي، قَالَتْ: يَا جُرَيْجُ، قَالَ: اللَّهُمَّ أُمِّي وَصَلاَتِي، قَالَتْ: يَا جُرَيْجُ، قَالَ: اللَّهُمَّ أُمِّي وَصَلاَتِي، قَالَتْ: اللَّهُمَّ لاَ يَمُوتُ جُرَيْجٌ حَتَّى يَنْظُرَ فِي وُجُوهِ المَيَامِيس

“(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Ya Allah, Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij kembali bertanya di dalam hati, ” ya Allah, Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”Ya Allah, lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.” Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya….  (HR. Bukhari 1206, Muslim 2550).

Rasulullah sallallahu’al.aihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.

“Ada tiga do’a yang mustajab, tidak ada keraguan tentang hal itu; do’a orang tua (untuk anaknya), do’a musafir, dan do’a orang terdzalimi.” (HR. Ahmad 7510Tirmidzi 3448, Abu Daud 1536, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam As-Shahihah 596).

5)  Akan menjauhkan keberkahan di dalam hidupnya.

Seorang anak apabila mendapatkan keridhan orang tuanya, dirinya akan diberkahi oleh Allah ta’ala, sebaliknya apabila tidak mendapatkan keridhan orang tua hidupnya bisa jadi akan sengsara.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ.

“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. (HR. Tirmidzi 1899 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah 516).

Karena keberkahan Allah itu akan turun apabila seseorang menjalankan ketaatan dan perintah Allah serta  menjahui larangannya.

Demikianlah semoga kita menjadi orang yang berbakti kepada orang tua. Aamiin.

 

-----000-----

 

 

Sragen 011-11-2024.

Junaedi Abdullah.

HAKEKAT DUNIA

  HAKEKAT DUNIA   Dunia hanyalah salah satu lintasan manusia, yang di dalamnya manusia diuji dengan berbagai perintah dan larangan, Alla...