LARANGAN
BERPECAH BELAH PERINTAH AGAR BERSATU.
Kondisi umat islam saat ini sungguh sangat menyedihkan,
dimana mereka terkotak-kotak, bergolong-golong, sebagian mereka tidak mau
bersama dengan yang lain selain dengan golongannya saja, yang lebih menyedihkan
sebagian mereka menganggap islam yang lain tidak syah karena di luar
kelompoknya. Kita bertoleransi kepada orang yang berbeda pandangan dengan kita, karena hakekat hidayah hanya milik Allah, namun kita tetap saling memberi nasehat karena ini merupakan perintah
Allah dan Rasul-Nya.
Fenomena
seperti di atas telah menjadi sunatullah, namun secara syar’i Allah Allah dan
Rasul-Nya memerintahkan agar kaum muslimin bersatu.
Allah ta’ala
berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ
إِخْوَانًا.
“Dan
berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara...” (QS.
Ali-Imran[3]:103).
Asbabun nuzul
ayat ini, ada seorang lelaki Yahudi lewat di hadapan sejumlah orang penting
dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, maka si Yahudi itu memanas-manasi
mereka dan berhasil menyulut kemarahan kedua belah pihak sehingga hampir saja
mereka berperang.
Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam., maka beliau mendatangi mereka, lalu beliau meredakan dan
melerai mereka serta bersabda:
أَبِدَعْوَى
الْجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟
“Apakah kalian menyerukan seruan Jahiliah, sedangkan
aku ada di antara kalian?”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, membacakan ayat ini kepada mereka (QS. Al-Maidah[3]:103). Akhirnya
mereka menyesali perbuatannya, lalu mereka berdamai, saling berpelukan, dan
semua senjata mereka lemparkan. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada
mereka.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat[49]: 13)
Ath Thabari rahimahullah berkata:“Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kalian -wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada
Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat.
Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari
keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thabari, 21:386)
ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ
ﻧِﻌْﻤَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺇِﺫْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀً ﻓَﺄَﻟَّﻒَ ﺑَﻴْﻦَ
ﻗُﻠُﻮﺑِﻜُﻢْ ﻓَﺄَﺻْﺒَﺤْﺘُﻢْ ﺑِﻨِﻌْﻤَﺘِﻪِ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧًﺎ.
“Ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.”
(QS. Ali Imran[3]: 103)
Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu,ia
berkata:
ﻛُﻨَّﺎ
ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓِﻰ ﻏَﺰَﺍﺓٍ ﻓَﻜَﺴَﻊَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ ﺭَﺟُﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻯُّ ﻳَﺎ ﻟَﻸَﻧْﺼَﺎﺭِ
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻯُّ ﻳَﺎ ﻟَﻠْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ, ﻣَﺎ ﺑَﺎﻝُ ﺩَﻋْﻮَﻯ
ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ , ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﺴَﻊَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ
ﺭَﺟُﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺩَﻋُﻮﻫَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣُﻨْﺘِﻨَﺔٌ.
”Dahulu
kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada satu peperangan,
Lalu ada seorang laki-laki dari kaum Muhajirin yang memukul pantat seorang
lelaki dari kaum Anshar. Maka orang Anshar tadi pun berteriak: ‘Wahai orang
Anshar (tolong aku).’ Orang Muhajirin tersebut pun berteriak: ‘Wahai orang
muhajirin (tolong aku).’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‘Seruan Jahiliyyah macam apa ini?!.’ Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang
muhajirin telah memukul pantat seorang dari kaum Anshar.’ Beliau bersabda:
‘Tinggalkan hal itu, karena hal itu adalah buruk. ” (HR. Bukhari 4905, Muslim 2584)
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ،
أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ،
وَلَا أَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا
بِالتَّقْوَى.
“Wahai sekalian manusia!
Tuhan kalian satu, dan ayah kalian satu (Nabi Adam). Ingatlah. Tidak ada
kelebihan bagi orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan bagi orang ajam atas
orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit
hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan
ketakwaan.” (HR. Ahmad 23489, Baihaqi 4774, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam As-Shahihah 2700).
Diantara prinsip yang harus dipegang seorang muslim
agar selamat di dunia dan akhirat yaitu:
1. Berpegang
dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى
اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisaa [4]: 59).
Menurut Mujahid rahimahullah dan juga lainnya, beliau
mengatakan: “Segala sesuatu yang diperselisihkan di antara manusia menyangkut
masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenai
hal itu dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Nisa[4]:59).
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman
sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (QS.An-Nisa[4]:65).
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min,
bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’
Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS
An-Nur [24]: 51).
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ
اللَّهَ.
“Barang siapa mentaati Rasul (Muhammad) sesungguhnya dia
telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa[4]:80).
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
”Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab[33]:71).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي
قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللَّهِ
وَسُنَّتِي.
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Al-Hakim di dalam mustadraknya 319, Disahihkan oleh Syaikh
al-Albani di dalam Sahihul Jami’ 2937).
2.
Wajibnya mengikuti pemahaman para
sahabat.
Allah ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS. Al Imran [3]: 110).
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ
بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ.
“Maka jika mereka
telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat
petunjuk..” (QS. AL-Baqarah[2]:137).
Orang yang memahami
bahasa arab akan mengetahui bahwasanya yang menjadi khitab (di ajak bicara)
dalam ayat di atas adalah para sahabat.
Lebih jelas lagi apa
yang Allah firmankan pada ayat di bawah ini:
وَالسَّابِقُونَ
الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم
بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ.
“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang
mengikuti mereka (dalam melaksanakan) kebaikan, Allah ridha kepada mereka; dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang di dalamnya terdapat
sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100).
Dari
sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ.
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi
setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi.” (HR. Bukhari 2652, Muslim 2533.
Dengan lafald dari Bukhari).
Abu Sa’id Al
Khudri radiyallahu’anhu berkata, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ
أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا, مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلاَ
نَصِيفَهُ.
“Jangan kalian mencela para sahabatku, seandainya salah seorang kalian
menginfakkan emas sebesar Uhud tidak akan bisa menyamai satu mud-nya mereka
tidak juga setengahnya.” (HR. Bukhari
3673, Muslim 2540).
Inilah kemuliaan para sahabat, mereka manusia pilihan yang menjadi
sahabat Rasul-Nya.
3.
Larangan keras menyelisihi Rasulullah
dan para sahabat.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ
بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا.
“Dan barang siapa
menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang
telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa [4]: 115).
Para sahabat Secara
individu (person) bukanlah manusia yang maksum (bebas dari salah), akan tetapi
apa yang telah ditaqrir (didiamkan dan disetujui) Rasulullah shallallahu
a’laihi wa sallam terhadap para sahabat merupakan dalil kebenaran yang harus
diikuti, begitu pula apa yang telah menjadi kesepakatan para sahabat (ijma’
mereka) adalah merupakan kebenaran.
Dari sahabat Annas
radillahu‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ هَذِهِ الْأُمَّةَ
عَلَى ضَلَالَةٍ أَبَدًا.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umat ini di atas kesesatan
selamanya.” (HR. Ibnu Majah 3940, Hakim 201-202, Tirmidzi 2269 dan diShahihkan
syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 1848, Al-Misykah 173).
4.
Perpecahan merupakan kebiasaan
orang-orang musyrik.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ . مِنَ الَّذِينَ
فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ.
“Janganlah
kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS.
Ar-Rum[30]:30-31).
5.
Perpecahan akan menjauhkan dari rahmat Allah ta’ala.
Allah ta’ala
berfirman:
وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلَّا مَنْ رَحِمَ
رَبُّكَ.
“Tetapi
mereka senantiasa berselisih (pendapat), kecuali orang yang di rahmati
Tuhanmu.” (QS. Hud[11]:118-119).
Oleh karena itu hadits yang menerangkan perselisihan
umatku adalah rahmat, ini merupakan hadits yang dha’if.
Orang-orang yang suka berselisih berargumen pada sebuah hadits
yang dhai’if dan tidak ada asal-usulnya, selalu mereka dengung-dengungkan,
yaitu hadits:
اخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
“Perbedaan pendapat pada umatku adalah rahmat.” (Hadits tidak
ada asalnya, dicantumkan syaikh al-Albani di dalam kitab beliau Sil-silah
al-haditsu adha’ifah wal maudhu’ah wa attsaruha).
Seandainya perselisihan umat itu rahmat berarti persatuan umat
adalah adzab, tentu ini sangat bertentangan dengan firman Allah ta’ala di dalam
Surat Ali-Imran [3]:103) tersebut.
6. Orang yang suka berselisih adalah orang yang tidak mengerti.
Allah menggambarkan keadaan orang-orang kafir dan orang-orang
musyrik yang nampak bersatu padahal hakekatnya mereka bercerai-berai.
Allah
ta’ala berfirman:
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ.
“Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah
belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak
mengerti.” (QS. Al-Hasry [59]:14).
7. Perselisihan dan perpecahan akan melemahkan kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ.
“Janganlah
kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu.”
(Qs. Al-Anfal [8]: 46).
8.
Jalan
kebenaran hanya satu.
Dari ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu beliau berkata:
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ
خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا
شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah
jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis
tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap
jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau
membaca:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا
السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ.
“Dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am[6]:153)(HR.
Ahmad 4142, Abu Dawud 241, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Adh-Dhilal
16-17).
9.
Perhatian Rasulullah di dalam memberikan solusi dari
perselisihan.
Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ
مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً
مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ
يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat
yang membuat hati menjadi bergetar dan mata kami menangis, maka kami berkata,
“Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah,
maka berikanlah wasiat kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar
dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di
antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh
karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah
Khulafaur rosyidin al-mahdiyyin (yang lurus dan mendapatkan petunjuk). Gigitlah
sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Dawud 4607, Tirmidzi
2676. Disahihkan syaikh al-Albani dalam sahihul jami’ 2549).
Dari sahabat Auf ibn Malik radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
افْتَرَقَتِ
الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ،
وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي
الْجَنَّةِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى
ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ
فِي النَّارِ ، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.
“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tuju puluh satu golongan, satu
masuk kedalam Surga, tuju puluh masuk ke dalam Neraka, orang Nasrani terpecah
menjadi tuju puluh dua golongan, tuju puluh satu masuk ke dalam Neraka, satu
masuk ke dalam Surga, Dan demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya,
umatku benar-benar akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu
di Surga, dan yang tujuh puluh dua golongan di Neraka.” Ditanyakan kepada
beliau, “Siapakah mereka satu golongan yang masuk Surga itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Al-Jama’ah.” (HR. Ibnu Majah 3992, Ibnu Hibban 6247, di
shahihkan syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1492).
Dalam riwayat yang
lain Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam bersabda:
كُلُّهُمْ
فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ
اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
“Semua masuk neraka kecuali satu.”
Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa
saja yang meniti di atas jalanku dan para sahabatku.”(HR Tirmidzi 2641. Di
hasankan oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 203).
Sahabat
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ’anhu, menjelaskan kepada kita tentang Al
Jama’ah:
الْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَلَوْ كُنْتَ وَحْدَكَ.
“Al Jama’ah adalah siapa saja
yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau sendiri.”(Dikeluarkan oleh
Al-Lallikai di dalam Syarhu Usuli I’tiqadi Ahli Sunnah 1/109, Al Hafizh At
Thabrani di dalam Musnadnya 1/220 di shahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam
Al-Miskah 1/61).
10.
Inilah islam, agama
sempurna, dan yang telah di ridhai Allah.
Allah ta’ala
berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.
Pada hari ini
telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, telah Aku cukupkan nikmatku bagimu telah
Aku ridhai islam sebagai agamamu.” ( QS. Al-Maidah[5]:3).
Demikianlah hendaknya seorang muslim mengutamakan
dan memiliki komitmen untuk berpegang teguh terhadap agamanya, terlebih dirinya
telah mengetahui kebenaran tersebut, bukan berpaling kepada individu, kelompok,
golongan, yayasan, maupun selainnya di mana hal itu dapat memicu perselisihan
dan perpecahan di kalangan kaum muslimin. Semoga bermanfaat.
Sragen 10-11-2023
Junaedi
Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar