Selasa, 19 Juli 2022
DIANTARA ADAB DAN AKHLAQ KEPADA ORANG TUA
Sabtu, 16 Juli 2022
AMALAN YANG HENDAKNYA DILAKUKAN ANAK YANG BERMANFAAT BAGI ORANG TUA YANG TELAH MENINGGAL.
Amalan apa
yang bermanfaat bagi orang tua yang sudah meninggal dunia..?
Jawab:
1.
Semua amal shalih yang dilakukan anak,
orang tua akan mendapatkan.
Baik bacaan Al-Qur’an, shalat, puasa, zakat, serta ibadah
yang lain, semua itu orang tua akan turut serta mendapatkan pahalanya.
Dalilnya firman Allah ta’ala berfirman:
أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ.
Mereka itulah yang
memperoleh ganjaran dari apa yang telah mereka usahakan, dan Allah Maha Cepat
perhitungan-Nya. (QS. Al-Baqarah[2]: 202)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ
“Jika seorang wafat, maka terputuslah
amalannya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih
yang mendoakannya.” (HR. Muslim. 1631)
إِنَّ
أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ، وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ.
“Sebaik-baik rizki adalah yang kalian
makan dari usaha (jerih payah) kalian sendiri. Dan sungguh anak-anak kalian itu
termasuk dari usaha kalian.” (HR. Ahmad 25259, Tirmidzi 1358, Ibnu Majah 2290 dishahihkan
Syaikh al-Albani, hadits dari umul mukminin Aisyah radhiyallahu’anha)
Ada dua makna doa:
1)
Doa mas alah: permohonan doa kepada Allah.
2)
Doa ibadah: berupa seluruh amal ibadanya kepada Allah ta’ala,
karena tujuan dari ibadah kita adalah memohon pahala kepada Allah.
Di dalam hadits di atas yaitu “Anak shalih yang
mendoakan kedua orang tuanya”. Sementara makna doa mencakup dua macam di
atas. Menunjukkan doa anak dan amal shalih yang ia kerjakan, otomatis orang
tuanya mendapatkan manfaat dan pahalanya. (sebagaimana dijelaskan oleh para
ulama, seperti syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin dan syaikh al-Albani di
dalam kitabnya kitabu Al-Janaiz)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: رَفَعَتِ
امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَهَا، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلِهَذَا حَجٌّ؟ قَالَ:
نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ.
Dari Ibnu Abbas, Ada seorang wanita
mengangkat putranya kepada Nabi pada haji Wada’ seraya berkata : “Wahai
Rasulullah, apakah anak ini akan mendapatkan pahala hajinya ?”. Rasulullah menjawab
: “Betul, dan engkau juga memperoleh pahala.” ( HR. Muslim 1336)
2.
Hendaknya dirinya melunasi hutang orang
tua jika memiliki hutang.
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ
رَجُلًا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ أُحْيِيَ، ثُمَّ قُتِلَ، ثُمَّ
أُحْيِيَ، ثُمَّ قُتِلَ، وَعَلَيْهِ دَيْنٌ، مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى
دَيْنُهُ
.
“Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki
terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua
kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai
hutangnya itu dilunasi.” (HR.
Nasai 4684, Baihaqi 10693 di hasankan oleh Syaikh al-Albani Shahih At-Targhib
wa Tarhib 1804)
نَفْسُ
الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ.
“Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu
dilunaskannya.” ( HR. Abu Dawud 2512 Tirmidzi
1078 di Shahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Miskah 2915)
3.
Menunaikan wasiatnya.
Apabila orang tua berwasiat yang tidak bertentangan
dengan Al Qur’an dan Sunnah hendaknya ditunaikan. Allah ta’ala berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا
حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ . فَمَنْ بَدَّلَهُ
بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.
“Diwajibkan
atasmu, apabila seorang di antara kamu mendapatkan (tanda-tanda) kematian, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa. Barangsiapa mengubahnya (wasiat itu),
setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang
mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]:180-181)
Dan dari ‘Abdillah bin ‘Umar Radhiyallahu
anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ
إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ.
“Seorang muslim tidak layak memiliki
sesuatu yang harus ia wasiatkan, kemudian ia tidur dua malam, kecuali jika
wasiat itu tertulis di sampingnya.” (HR. Bukhari 2738, Abu Dawud 2862)
Hendaknya seorang muslim menulis wasiat terlebih dalam
perkara yang sifatnya wajib untuk di tunaikan seperti hutang dan lain-lain. Begitupula
orang menunaikan wasiat tidak boleh mengganti wasiat trsebut sesuai
kehendaknya.
4.
Membayar qodo’ puasa wajib orang tua.
Dalil
dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ.
“Barang siapa meninggal masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli
warisnya menggantikan puasanya.” ( HR. Bukhari 1952, Muslim 1147, Ibnu Hibban 3569)
5.
Membayar qodo’ nadzarnya.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan
dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam lantas mengatakan:
اقْضِهِ عَنْهَا.
“Tunaikanlah nadzar ibumu.” ( HR. Bukhari 2761, Abu Dawud 3307)
6. Menyambung silaturrahmi
dan persahabatan orang tua dahulu.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ
وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ
أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.
(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah
(perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang
yang rugi.” ( QS.Al-Baqarah[2]:27)
Abdullah
bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ
الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Seorang
yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang
dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi
adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya putus” (HR. Bukhari 5991 Abu Dawud
1697)
Dari
Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ
يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari 5985 Muslim 2557 Abu Dawud 1693)
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ.
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari orang dekat ayahnya.” (HR. Muslim 2552, Baihaqi 7768)
Adapun
kisahnya secara lengkap:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَجُلًا مِنَ
الْأَعْرَابِ لَقِيَهُ بِطَرِيقِ مَكَّةَ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ عَبْدُ اللهِ،
وَحَمَلَهُ عَلَى حِمَارٍ كَانَ يَرْكَبُهُ. وَأَعْطَاهُ عِمَامَةً، كَانَتْ عَلَى
رَأْسِهِ فَقَالَ ابْنُ دِينَارٍ: فَقُلْنَا لَهُ: أَصْلَحَكَ اللهُ إِنَّهُمُ
الْأَعْرَابُ وَإِنَّهُمْ يَرْضَوْنَ بِالْيَسِيرِ، فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: إِنَّ
أَبَا هَذَا كَانَ وُدًّا لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ
الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
Dari Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan, Abdullah bin Umar
radhiallahu anhuma pernah berkata bahwa, “Ada seorang lelaki Badui bertemu
dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian Abdullah bin Umar
memberi salam dan menaikannya ke atas keledainya serta memberikan sorban yang
dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar, “Semoga Allah
memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan
sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” Abdullah bin Umar berkata,
“Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah orang yang dekat dengan Umar bin
Khathab (ayah Ibnu Umar). Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari orang dekat ayahnya.” (HR. Muslim 2552)
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teman-teman Khatijah radiyallahu
‘anha.
وَإِنْ
كَانَ لَيَذْبَحُ الشَّاةَ فَيَظَلُّ يَتَتَبَّعُ بِأَعْضَائِهَا صَدَائِقَ
خَدِيجَةَ.
"Beliau suatu ketika menyembelih
seekor kambing, kemudian beliau potong-potong menjadi beberapa bagian, setelah
itu beliau kirimkan kepada teman-teman Khadijah." (HR. Thabrani di dalam Mu’jamul Khabir
15)
Demikianlah kemuliaan islam dan keindahan ajarannya,
semoga Allah memberikan taufiqnya kepada kita untuk mampu mengamalkannya,
Aamiin
Sragen 17-Juli 2022.
Junaedi Abdullah.
KIAT-KIAT ISTIQOMAH
Selasa, 12 Juli 2022
PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK DAN MENGOPTIMALKAN POTENSINYA
Anak
merupakan amanah yang Allah berikan kepada kita, siapapun yang menyia-nyiakan
amanah-Nya dia akan berdosa.
Begitu pula
seorang ayah hendaknya menjaga keluarganya dari api neraka.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
“ Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim[66]:6)
Bagaimana kita menjaga
keluarga kita dari api neraka …?
Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “
Hendaknya di ajarkan kepada mereka adab.” (Tafsir Ibnu Katsir QS.
At-Tahrim[66]:6)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ،
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. (HR. Bukhari 2554, Muslim 1829)
Penting bagi
orang tua di dalam memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Mendidik
agamanya, meliputi aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalah.
Allah ta’ala
berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada
anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah
engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.” ( QS. Lukman[31]:13)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ
إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ.
“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa karena ia telah
menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (HR Ahmad 6828, Abu Dawud 1692 An-Nasa’i 1072 di
shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 1485)
Menyia-nyiakan anak, yang paling parah adalah membiarkannya
begitu saja tanpa diberikan pendidikan dan tidak mengajarkannya adab Islam,
terutama dalam masalah ini adalah tauhid, dimana Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam selalu menekankan hal ini, salah satu misal kepada anak
pamannya yaitu Ibnu Abbas.
يَا غُلاَمُ، إِنِّي
أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ
تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ
بِاللهِ.
“Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untaian
kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya
kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau
hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau
hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 2516, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam
shahih Tirmidzi 2043)
Ternyata pendidikan tauhid sejak dini memiliki faedah besar,
dimana diantaranya seorang anak akan lebih siap dengan perbedaan dan kekurangan
yang ada pada dirinya, baik sifatnya materi, maupun lainnya.
2. Memberi nafkah yang halal kepada anak-anak kita.
Mungkin sebagian orang menyangka materi kita “pendidikan
anak ini tidak ada kaitannya dengan memberi nafkah, ini pandangan yang keliru,
di mana para ulama menjelaskan tentang pentingnya memberi nafkah yang halal
agar anak-anak kita menjadi orang yang shalih dan shalihah.
Dewasa ini banyak orang tua tak lagi memperhatikan
penghasilan yang didapat, apakah halal atau haram.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ
كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah[2]:172)
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى
النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ
أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan
datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk
mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang
haram.” (HR. Bukhari 2083)
Harta halal akan menjadikan sebuah keuarga di berkahi, mudahnya terkabul doa anak maupun orang tuanya.
3. Menjadikan tujuan pendidikan untuk akhirat, bukan
hanya dunia saja.
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am[6]:162)
مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ
فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما
كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في
قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.
“Barang
siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan
urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia
kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat
sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di
dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai
sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu
Majah 4105 dan di shahihkan syaikh Al Bani)
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ
الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
“Tidaklah
kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan
kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari 6446 Muslim 1051)
Oleh karena itu ada istilah “ Tanam padi rumput akan ikut, tanam rumput padi tidak akan ikut.”
4. Tidak cukup bagi orang tua hanya mencukupi materi
saja.
Banyak orang tua memandang bila sudah memberi nafkah
materi dianggap cukup, padahal tidak demikian, anak-anak kita membutuhkan kasih
sayang, bimbingan dan peerhatian, sehingga mereka tumbuh sesuai yang kita
harapkan, bila hal itu tidak di lakukan niscaya mereka akan menyepelekan.
Allah ta’ala berfiman:
فَخَلَفَ مِنْ
بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ
يَلْقَوْنَ غَيًّا.
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam[19]:59)
Memberikan kebutuhan sandang, pangan
serta papan (rumah) itu adalah kebaikan jika kita mampu, tapi lebih dari itu,
ada tanggung jawab moral yang besar untuk memberikan pendidikan yang layak, dan
menjadikan anak-anak kita bagaimana mereka supaya menjadi orang-orang shalih
dan bertaqwa, inilah yang paling penting.
Umar bin Abdul Aziz ketika mau meninggal di tanya, mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam kondisi tidak memiliki apa-apa? Dia berkata:
اِنَّ وَلِيِّ َۧ اللّٰهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى
الصّٰلِحِيْنَ
"Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Alquran). Dia melindungi orang-orang saleh' (QS Al Araf [7]: 196).
Dikisahkan, setelah kematian Umar bin Abdul Aziz, anak-anaknya terlihat menghibahkan 80 kuda untuk kepentingan jihad. Berbeda dengan anak-anak Sulaiman bin Abdul Malik, yang meski diwarisi harta banyak, tetapi tetap saja meminta-minta ke anak-anak Umar bin Abdul Aziz. (Al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir)
Sebuah kisah bagaimana seorang anak jadi korban ketidak
pahaman orang tua terhadap anaknya.
Dimana anak ini sering ditinggal ibu bapaknya hanya di
serahkan kepada pebantunya, hatinya merasa kesal, hingga pada suatu hari mobil
mewahnya di gores-gores dengan benda tajam, hal ini menjadikan orang tua marah
sejadi-jadinya, anak pitupun di pukul berkali-kali sehingga akhirnya sakit, ketika
di larikan kerumah sakit ternyata tidak lagi bisa tertolong, siapakah yang
salah…? Tentu orang berakal akan tahu jawabanya.
5. Pentingnya keteladanan orang tua kepada anak.
Sebagaimana apa yang dijelaskan para ulama bahwa peran
orang tua sangat besar sekali dalam membentuk kepribadian anak-anaknya.
Oleh karena itu hendaknya orang tua berhati-hati dalam
berinteraksi di depan anak-anaknya.
Jauhkan sifat-sifat tercela, seperti dusta, khianat, dendam, hasad,
iri, dengki, kata-kata kasar, kotor, ingkar janji, memutus silaturahmi, dan
perbuatan buruk lainnya.
Apa yang disuguhkan
kepada anak secara otomatis akan ditiru oleh anaknya.
Begitupula sikap istri kepada orang tua, dimana Sebuah kisah
seorang ibu kejam kepada orang tuannya, anakpun akan meniru.
Hendaknya membiasakan yang baik pada anaknya, berkata jujur, menepati janji, amanah, berkata yang baik di depan mereka, senantiasa mengajak kepada kebaikan, memberi contoh nyata, inilah yang akan direkam anak tersebut.
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ.
“Tidak ada
balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman[55]:60)
Ada ungkapan
yang mengatakan “ Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”
6. Tidak
menyamakan dalam hal kecerdasan kepada sesama anak.
Banyak orang tua yang mereka tidak memahami hal ini, sehingga
ketika mendapatkan rapot anaknya baik mereka berlebihan dalam kasih sayang
sebaliknya ketika mendapati rapot anak yang nilainya jelek membenci dan
menguucilkan.
Kecerdasan anak itu berbeda-beda, sebagai orang tua hendaknya
memotivasi dan mengoptimalkan kemampuan anak, di satu sisi jelek mungkin sisi
yang lain baik, atau mungkin anak kita punya bakat terpendam yang butuh untuk
diasah.
Ada satu kisah yang mengharukan di mana orang tua melihat
rapot anaknya tidak baik kemudian berkata yang sangat berbahaya, “ Nggak usah
pulang..!!” akhirnya anak tersebut tertabrak kendaraan dan meninggal dunia.
7. Melatih anak
untuk memiliki rasa tanggung jawab.
Sebagian orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita
meskipun sesaat, biasa memanjakan anak, seperti ketika anak mendapat pekerjaan
rumah, sebagian anak tidak pernah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena sudah
di kerjakan ibunya, bahkan sebagian anak tidak mengetahui kalau dirinya dapat
pekerjaan rumah. Yang benar dalam masalah ini, boleh saja orang tua membantu
anaknya agar anak mampu berfikir dan melakukan tugasnya dengan baik.
Apabila semua tugas yang melakukan orang tua apa jadinya
ketika anak mendapatkan soal serupa sementara juru kunci jawaban (ibu/atau
bapaknya) di rumah, tentu akan menjadikan anak menderita mentalnya, dan juga
terseret-seret dalam pelajaran akhirnya anak tersiksa dan trauma di dalam
belajar.
8. Melatih anak
untuk memiliki sikap amanah.
Sebagai orang tua sekali waktu hendaknya memperhatikan sikap
anaknya, dari tugas yang sepele seperti belanja, dan urusan yang berkaitan
dengan uang, hendaknya anak dijelaskan adakalanya orang tua memberi,
adalakalanya tidak memberi, tidak boleh anak mengambil upah sendiri setiap
tugas yang diberikan.
Rusaknya masyarakat kita dimana ryiswah (menyuap) merajalela
di masyarakat kita, bahkan sekalipun bertugas masih juga meminta uang pelicin,
jelas ini berdosa.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR.
Ahmad 6532, Abu Dawud 3582, Tirmidzi, 1337, Hadits ini di shahih oleh syaikh
Al-Albani)
Jangan sampai anak memiliki kebiasaan seperti itu, sehingga
terbawa hingga dewasanya nanti.
9. Memberikan
hadiah disaat melakukan sesuatu yang besar.
Salah satu motivasi orang tua yaitu memberikan hadiah ketika
anak mendapatkan keberhasilan atau melakukan sesuatu yang besar manfaatnya.
Atau bisa juga dengan memberi daya tarik tersendiri, seperti siapa yang bisa
hafal 1 juz ini dia akan mendapatkan ini atau bisa diajak kesini… siapa yang
bisa menjawab pertanyyan ilmiah dia akan mendapat ini.. demikian kadang dapat
memotivasi semangat anak untuk baca buku.
10.
Hendaknya
di perhatikan teman-temannya.
Anak
yang baik akan mempengaruhi kebaikan bagi anak kita, walaupun terkadang berat
di terima, berbeda dengan teman yang buruk, seakan-akan memberi solusi ternyata
mendorong dalam keburukan, oleh karena itu Allah perintahkan kita agar bersama
orang-orang yang baik.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Wahai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar (jujur).” (At-Taubah[9]:119)
Banyak anak-anak
jatuh korban akibat berteman dengan teman yang buruk dan pergaulan bebas, dari
meninggal akibat minum oplosan, hingga berpesta sex naudzubillahi min dzalik.
Ibrahim al-Khawwash rahimahullah
berkata:
دَوَاءُ
الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ
الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ
الصَّالِحِيْنَ.
“Penawar hati itu ada lima : membaca al-Qur’an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa-pen), qiyamul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih”. (Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi, hal. 107; Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth).
“Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena
itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan
teman dekat.”
(HR. Abu Dawud, 4833;Tirmidzi, 2378. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam
Shahihu Al-Jami’ 3545).
11.
Hendaknya satu pendapat di dalam
mendidik anak-anaknya.
Banyak terjadi seorang ibu tidak rela jika anak di marah
ayahnya, begitupula sebaliknya.
Jangan sampai orang tua bersilang pendapat di dalam mendidik
anaknya, ayah marah kepada anak, kemudian meminta pembelaan kepada ibu,
kemudian dibela, jangan sampai marah kepada ibu minta pembelaan ayah kemudian
di bela, jika demikian justru orang tua akan di kuasai anaknya, bahkan bisa
saja berantem antara suami dan istrinya gara-gara anaknya.
Jika terjadi kelainan pendapatan dengan suami maupun istri di
selesaikan sendiri dengan bermusyawarah hingga mufakat, tanpa di sertai anak
sehingga apabila ayah menasehati anaknya yang salah, anak mau mengakuai
kesalahannya.
Allah ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakal kepada Allah.”
(QS. Ali-Imran[3]: 159).
12.
Suami istri hendaknya berdoa untuk
kebaikan anaknya
Jangan putusasa meskipun melihat anak kita sedang berada pada
posisi yang mungkin kurang baik, lakukan pendekatan selagi masih bisa, ajak
anak kita berfikir positif sambil memohon kepada Allah agar anaknya menjadi
anak yang shalih.
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ :
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى
وَلَدِه
“Ada tiga doa yang mustajab tanpa diragukan lagi: doa orang yang terzalimi doa orang yang sedang safar doa orang tua kepada anaknya” (HR. At Tirmidzi 1905, dihasankan al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
Sebagai orang tua hendaknya
menyadari bawa anak yang shalih merupakan aset yang besar dan tidak bisa
disamakan denmgan dunia, bukan hanya membawa manfaat dunia tapi juga akhirat,
oleh karena itu hendaknya jangan sampai dilepas begitu saja tanpa memberi
manfaat apa-apa.
Ketika kita ameninggal pahala anak yang shalih akan mengalir terus
setiap kebaikan yang dilakukan.
Allah ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ
ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ
فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا
اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ.
“Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan
dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Al Imran[3]:185)
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
"Apabila manusia
itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya."
(HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).
Demikianlah semoga Allah menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang
shalih bermanfaat dunia maupun akhirat, aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Sragen 12-07-2022.
Abu Ibrahim Junaedi
Abdullah.
HISAB.
Al Hisab (perhitungan). Al hisab menurut bahasa adalah perhitungan. Adapun menurut istilah adalah ditampakkannya amal hamba pada hari ...
-
A.Ibrahim 18/8/2012 إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَع...
-
BAB 4 HAK ANAK-ANAK Anak memiliki haq yang besar terhadap orang tuannya, apa bila hal itu tidak dipahami dengan baik dapat menyeret kedua ...
-
BAB 3 HAQ ORANG TUA. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya, sehingga amalan ini adalah amalan yang sangat...