Menikah adalah perintanh Allah dan Rasul-Nya.
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ…
Maka
nikahilah perempuan-perempuan (lainbfa) yang kalian senangi,QS Anisa[4]:3.
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ
أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوا إلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. QS Ar-Rum [30]:21.
اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ
بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Menikah
adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan
dari golonganku.” HR Ibnu Majah 1846 Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah
2383.
Dewasa ini
banyaknya keluarga yang carut marut dan tak sedikit yang kandas sehingga tak
dapat lagi melanjutkan prahu layar rumah tangganya, oleh karena itu penting untuk
menyampaikan resep bagaimana rumah tangga kita bisa bahagia.
Di antaranya
yang harus pasutri lakukan yaitu:
1. Mempelajari
agama islam dengan serius dan kontinyu.
Perlu di ketahui kunci kebahagiaan sesungguhnya di dalam mempelajari
dan mengamalkan agama ini dengan sebenar-benarnya.
Oleh karena itu rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dishahih oleh Syaikh
Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah
224)
Wajib menuntut ilmu agama, agama inilah nantinya yang akan
megendalikan diri suami istri, baik masalah aqidah, ibadah, muamalah, karena
semua telah di ajarkan, tak terkecuali tentang haq dan kewajiban suami istri, berbakti
kepada orang tua, bertetangga dan juga selainnya.
Yang nantinya seorang suami istri berbicara berdasarkan ilmu,
diam berdasarkan ilmu, memerintah berdasarkan ilmu, melarang berdasarkan ilmu.
2.
Menutup masa silam yang kelam dan menyadari
masa lajang telah usai.
Banyak pasutri ketika mereka sudah menikah tidak menyadari
hal ini, mereka seakan-akan masih
lajang, sehingga ingin bebas pergaulanya. Hendaknya menyadari kini dirinya
telah terikat yaitu dengan pernikahan.
Apabila memiliki kisah kelam hendaknya ditutup rapat-rapat
tidak menceritakan semua kisahnya kepada pasangannya, karena hal itu bisa
menyakiti pasangannya.
Apa saja yang bisa menjadikan rusak hubungan suami istri
hendaknya di tinggalkan, seperti hubungan khusus kepada teman-teman dimedsosnya,
seperti ini sering menjadikan polemik di dalam rumah tangga.
Bukalah lembaran baru lupakan kenagan lama, jangan sampai
kebahagiaan yang sebentar ini justru rusak suasananya dengan masa silam yang
kelam.
3.
Hendaknya lemah lembut di dalam
bergaul dengan pasanganya.
Termasuk hak suami istri berkata dengan lemah lembut, karena
mereka adalah manusia bukan robot, terutama wanita mereka sangat peka dan
mengedepankan perasaan.
Allah ta’ala
berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
Dan pergaulilah
mereka dengan cara yang patut. QS An Nisaa’[4]:19.
اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ
الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ … -وَفِي رِوَايَةٍ- الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ
“Berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para
istri), karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk…” Dalam satu riwayat:
“Wanita itu seperti tulang rusuk….” HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ
بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ
“Sesungguhnya
jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan
kelembutan kepada mereka” (HR Ahmad dan dishahikan oleh Al-Albani dalam
As-Shahihah 523).
4.
Menyadari posisi masing-masing.
Umumnya pasutri bila mereka baru membangun rumah tangganya
yang ada kata sayang, sayang, ndak apa-apa, biarlah, semua serba mengalah,
namun seiring berjalannya waktu sayang-sayang tersebut berubah menjadi ingin yang
menang, kecuali orang yang di rahmati Allah, makin lama makin mapan
menyenangkan.
Jika demikian halnya hendaknya mengetahui posisi masing
masing, laki-laki sebagai pemimipin rumah tangga, jangan sampai wanita ingin
menguasai dan memimpin rumah tangganya.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا
فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم .
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka.” QS. An-Nisaa’[4]: 34
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ
َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada
seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” HR.
Tirmidzi 1159 Ibnu Hibban 1291. Di shahihkan syaikh Al Bani di Irwaa ul ghaliil
1998.
Adapun wanita tidak di wajibkan untuk mencari nafkah,
kalaupun wanita mendapatkan hasil dimana aman dari fitnah dan suami ridha
kepadanya maka itu adalah haqnya.
Namun yang paling utama adalah melayani suami dan mendidik
anak-anaknya, menjaga harta suami dan membelanjakan sesuai kebutuhan.
5.
Melibatkan istri dalam perkara-perkara
yang di pandang perlu.
Biasakanlah untuk bermusyawarah dengan istri kita dalam
perkara-perkara penting, seperti buka usaha, infestasi, berwisata dan
lain-lain, karena demikian menjadikan istri merasa dihormati, dianggap, dan terkadang
bisa memberi usulan yang bermanfaat dimana kita lupa.
Allah ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159).
Ketika terjadi perjanjian hudaibiyah dipermulaan
para sahabat kecewa, ketika beliau memerintahkan tidak mereka tidak menghiraukan,
kemudian Rasulullah masuk menemui istrinya umu salamah, umu Salamah memberikan
masukan kepada Beliau dan Beliau menerima, akhirnya kaum muslimin mengikuti
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Musyawarah menjauhkan sifat otoriter, lebih adil, menjadikan
semua terbuka, seandainya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, tidak ada
yang saling menyalahkan karena telah di sepakati bersama. Demikian ini juga di
bahas para ulama.
6.
Mengajak pasutri untuk melakukan
ketataan bersama.
Dekatnya badan sangat besar pengaruhnya terhadap dekatnya
hati.
Rasulullah selalu menjaga kebersihan badannya, sehingga
ketika beliau masuk rumah, beliau mengawali dengan bersiwak (menggosok gigi).
Dari Al Miqdam bin Syuraih
dari ayahnya, dia berkata:
سَأَلْتُ عَائِشَةَ
قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا
دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.
Aku bertanya pada Aisyah,
“Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika mulai
memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.” (HR. Muslim)
Demikian itu karena Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam dekat dengan istri-istri beliau.
Rasulullah biasa bercengkrama sesaat sebelum tidur dengan istrinya, mandi bersama dengan istrinya, membangunkan istrinya untuk shalat, tidur di pangkuan istrinya, mencium istrinya ketika hendak shalat, kadang berlomba lari bersama istrinya.
Semua ini
akan mejadikan hubungan pasutri harmonis, bayangkan jika suami istri jauh tanpa
komunikasi, keluar masuk selalu diam, makan minum tidur semua masing-masing tentu
akan menjenuhkan di dalam hidupnya.
7.
Qona’ah (puas terhadap karunia Allah)
Penting bagi pasangan suami
istri memiliki sifat qona’ah, dimana dijaman ini semua diiklankan di medsos,
belum lagi di permudah dengan belanja onlie.
Persaingan ekonomi
masyarakat yang sangat cepat ini, bila tidak menata hatinya, dirinya bisa
gusar, bingung, sedih, dan galau.
Di sinilah ilmu yang dulu
di pelajari berperan, menekan persaingan hidup, dan menjadikan hati supaya qana’ah
atau bersyukur agar hati tidak merana.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ
الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ.
“Barang
siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri
sesuatu yang banyak.” HR. Ahmad, 4:278. Di hasankan Syaikh
Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 667.
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ
هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ
أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu" HR Bukhari 6490 Muslim 2963.
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” HR. Bukhari 6446 Muslim 1051.
8.
Menjadikan akhirat sebagai tujuan bahtera rumah
tangganya.
Hendaknya
pasutri menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, bila hal ini bisa
mewujudkan hatinya akan tentram, tak lagi menghiraukan perkataan orang, bila
sudah berada pada jalur yang benar.
Allah ta’ala
berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ.
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. QS. Al An’am[6]:162.
مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ
فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما
كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في
قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda, “Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai sesuatu yang hina.” HR. Ibnu Majah 4105 dan di shahihkan syaikh Al Bani.
9.
Bersabar atas apa saja yang menimpa.
Tak ada
satu keluargapun pasti semua akan mendapatkan ujian.
Kadang angin
menimpa prahu rumah tangga datang sepoi-sepoi, tapi terkadang datang ombak
besar di sertai dengan badai.
Jika
demikian hendaknya meminta pertolongan kepada Allah, berdoa kepada Allah, mendekat kepada Allah.
Allah ta’ala
berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”. QS. Ath Thalaq[65]:3
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.
“Barang
siapa bertaqwa kepada Allah, Allah akan mudahkan perkaranya.” QS.
At-Thalaq[65]:4.
10. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah membawa keluarga masuk Syurga.
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ
النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.
“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” QS Al Imran[3]:185.
Apabila dirinya belum mendapatkan bagian dunia ini hendaknya bersabar dan bagi orang yang bertaqwa akan mendapatkan syurga kelak di akhirat Aamiin.
Demikianlah semoga bermanfaat.
Sragen
18-12-2021
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar